Rabu, 08 Januari 2014

Filled Under:
,

Supernova 1006 dan Pralaya Medang (1)

 Puing-puing sisa supernova SN1006 yang terlihat saat ini

Sebuah bintang membuat gebrakan pada debutnya sekitar tanggal 1 Mei 1006, di bagian selatan konstelasi Wolf (Lupus). Tercatat menerangi langit malam di atas wilayah yang sekarang dikenal sebagai Cina, Mesir, Irak, Italia, Jepang, dan Swiss. Manusia yang hidup pada saat itupun terpesona dan mencatat peristiwa tersebut! Beberapa catatan masih ada dan dapat dibaca saat ini. Ini adalah peristiwa Supernova yang paling terang yang pernah dilihat manusia dalam sejarah yang tercatat.

Biarawan biara Benediktin di Swiss mengagumi kecerahan bintang itu, dan mengomentari variabilitas cahayanya, "kadang-kadang melemah, kadang-kadang terang sekali, dan kadang-kadang padam" - mungkin karena kondisi atmosfer disana, dan karena bintang itu terlihat cukup rendah di cakrawala selatan.

 Petroglip supernova 1006?

Astronom Cina dari era yang sama menggambarkan bagaimana cahaya supernova itu cukup untuk menerangi obyek-obyek di lapangan.

Dan pada tahun 2006, dua astronom amerika berspekulasi bahwa petroglyph (batu ukiran) yang dibuat oleh suku asli amerika yang ditemukan di Arizona, menunjukkan peristiwa supernova tahun 1006 itu.

Ukiran tersebut menunjukkan obyek yang menyerupai bintang melayang di atas simbol kalajengking. meskipun beberapa archaeoastronomers terkemuka sangat skeptis terhadap klaim ini.

 Seorang dokter Mesir/Arab dan astronom Ali bin Ridwan di tahun 1006 juga mencatat bahwa "langit bersinar" oleh cahaya dari sebuah bintang, menambahkan, "Intensitas cahayanya sedikit lebih dari seperempat cahaya bulan." Dia juga membandingkan kecerahan bintang ini adalah tiga kali lebih besar dari Venus.

Bintang itu saat ini dikenal sebagai sisa supernova SN 1006, awan puing kini tampak meluas sekitar 60 tahun cahaya dan dipahami mewakili sisa-sisa dari bintang kerdil putih. Merupakan bagian dari sistem bintang biner, dimana bintang kerdil putih padat secara perlahan-lahan mengambil materi dari bintang pendampingnya. Penumpukan massa akhirnya memicu ledakan termonuklir yang menghancurkan bintang kerdil.

Karena jarak ke sisa supernova adalah sekitar 7,000 tahun cahaya, ledakan tersebut sebenarnya terjadi 7,000 tahun sebelum cahaya-nya mencapai Bumi pada tahun 1006. Sentakan gelombang pada sisa-sisa mempercepat partikel ke energi ekstrim dan diperkirakan menjadi sumber dari sinar kosmik misterius.

 Para astronom saat ini mengetahui bahwa pada puncaknya, yaitu pada musim semi tahun 1006, orang mungkin bisa membaca naskah di tengah malam dengan cahayanya."


Kalau bangsa-bangsa lain di dunia mengetahui dan melihat peristiwa supernova ini di langit malam mereka, bagaimana dengan bangsa kita?

 Menariknya pada abad 10 dan awal abad 11, sejarah bangsa indonesia yang diketahui saat ini adalah diwarnai oleh perseteruan dua kerajaan besar, yaitu Sriwijaya (sumatera) dan kerajaan Medang (jawa) atau yang lebih dikenal dengan kerajaan Mataram Kuno/Hindu.

Lebih menarik lagi, dalam perseteruan ini, di tahun 1006 ada istilah MahaPralaya atau Pralaya yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan para ahli sejarah bangsa ini. Maha Pralaya ini mengacu pada kehancuran atau keruntuhan kerajaan Medang atau Mataram Kuno.

 Pendapat Pertama

Van Bemmelen -geolog legendaris- menyebutkan bahwa letusan katastrofik gunung api hanya bisa terjadi jika terdapat dua faktor pendukung dalam gunung tersebut: magma yang sangat asam dan histori letusan katastrofik. Keasaman magma berbanding lurus dengan kekentalannya, dan kekentalan magma berbanding lurus dengan kemampuannya menyekap gas vulkanik. Sehingga makin asam magma, makin kuat kemampuannya menahan gas. Ini kondisi mengerikan, karena ketika batas ketahanan magma terlampaui, gas vulkanik yang tertekan hebat akan langsung dikeluarkan dengan energi yang sangat tinggi. Secara kasat mata magma sangat asam ini bisa kita lihat sebagai batu apung (pumice). Sebuah gunung berapi juga hanya akan berpotensi meletus katastrofik jika histori letusannya menunjukkan adanya peristiwa serupa di masa purba.

Menurut van Bammelen sebagian puncak Merapi pernah hancur. Kemudian lapisan tanah begeser ke arah barat daya sehingga terjadi lipatan, yang antara lain, membentuk Gunung Gendol dan lempengan Pegunungan Menoreh.

Sebagian sejarawan ada yang sependapat dengan teori van Bammelen bahwa Mahapralaya mengacu pada Kehancuran kerajaan Medang di Jawa Tengah akibat bencana alam, yaitu meletusnya Gunung Merapi secara dahsyat. Letusan gunung ini membawa malapetaka yang mematikan: gempa bumi, banjir lahar, hujan abu, dan batu-batuan yang mengerikan menimpa serta mengubur apa pun yang berada di sekitarnya, termasuk wilayah Bhumi Mataram yag berada disekitar gunung merapi (sampai saat ini belum diketahui secara pasti lokasi istana kerajaan Medang di Jawa Tengah).

 Istana Medang yang diperkirakan saat itu berada di Bhumi Mataram (bumi mataram adalah nama dari daerah yogyakarta dan sekitarnya) hancur. Banyak candi-candi yang rusak (termasuk Borobudur dan prambanan) atau bahkan tertimbun debu dan pasir seperti candi sambisari dll. Tidak diketahui dengan pasti apakah Dyah Wawa (raja saat itu) tewas dalam bencana alam tersebut ataukah sudah meninggal sebelum peristiwa itu terjadi, karena raja Medang selanjutnya yang bernama Mpu Sindok, bertakhta di Jawa Timur.

Jika bencana alam yang menghancurkan kerajaan Medang di jawa tengah ini terjadi sekitar bulan Mei 1006 atau bulan-bulan sesudahnya, tentu sangatlah mengerikan suasana malam-malam pada saat itu, dimana letusan merapi yang dahsyat bergabung dengan cerahnya sebuah bintang akibat ledakan sebuah bintang 7000 tahun sebelumnya.

 Merapi dengan Letusan november 2010, belum ada apa-apanya dibandingkan letusan 1006




(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.