Senin, 07 April 2014

Filled Under:

Sejarah Sionisme


Di dalam artikel-artikel 1-8 kita sudah melihat langkah demi langkah cara tanah Palestina diduduki. Dari zaman sebelum 3500 tahun lalu wilayah itu diduduki dari berbagai suku kecil, kebanyakan sebagai pengembara dan pada dasarnya masa kini suku-suku itu tidak ada lagi.

3500 tahun yang lalu Tuhan telah memberikan tanah Palestina itu ke sebuah bangsa yang ”lahir” di Mesir dari 70 orang keturunan Abraham, Ishak dan Yakub yang telah menjadi bangsa dengan tiga juta orang. Bahwa Palestina diberikan Tuhan kepada bangsa baru ini yang keluar dari Mesir dicatat dalam Alkitab (Keluaran 6:7) dan dalam Al-Qur’an (Surah Al Maidah 5:20-21).

Selama 1600 tahun berikut sampai tahun 70M wilayah Palestina adalah tanah Negara Israel dari zaman Yosua sampai penghancuran kota Yerusalem oleh tentara Roma yang dipimpin Jenderal Titus. Dari 70M itu masyarakat Israel yang masih hidup setelah pembantaian besar-besaran hanya sekitar 15% tetap tinggal di Palestina dan yang lain sudah menjadi diaspora ke pelbagai bangsa Eropa, Asia dan Timur Tengah. Kemudian mereka mengembara ke Amerika Serikat, Amerika Latin, Australia dll sampai 14 Maret 1948 pada waktu PBB telah mengakui kembali eksistensi Negara Israel di wilayah Palestina.

Apa menjadi faktor-faktor Israel lahir kembali setelah 1878 tahun tidak ada Negara Israel dan padang pasir Palestina menjadi rebutan berbagai bangsa? Untuk memahaminya kita perlu mempelajari latar belakang dan langkah-langkah kembalinya orang-orang Yahudi dan faham ”Sionisme” yang dimilikinya yang mendorong mereka kembali mendirikan negara Israel kembali.

1. Makna Sionisme
"Sionisme" mendapat namanya dari nama kota yang disebut di Alkitab sebagai "Sion". Sion dalam sejarah telah menjadi sinonim untuk kota Yerusalem bahkan seluruh Tanah Israel. Sionisme adalah sebuah ideologi yang mengungkapkan keinginan masyarakat Yahudi di seluruh dunia untuk kembali ke kampung halaman historis mereka, Israel.

Inti pemikiran Sionisme adalah konsep bahwa Tanah Israel adalah tempat lahirnya Negara Israel (di zaman Yosua) dan keyakinan bahwa kehidupan Yahudi di tempat lain adalah kehidupan dalam pengasingan.
Berabad-abad kaum diaspora Yahudi telah memelihara hubungan kuat dan unik dengan tanah asalnya, dan kerinduan untuk kembali lagi ke Sion diungkapkan melalui berbagai ritual dan literatur sbb:
  • Dalam DOA, kaum Yahudi sebagai penyembah diinstruksikan untuk menghadap ke arah timur, ke arah Israel, ke arah kota Yerusalem.
  • Dalam IBADAH PAGI, orang Yahudi berkata “Bawalah kami dengan damai dari keempat penjuru dunia dan memimpin kami dengan kebenaran ke tanah kami.”
  • Para pendoa secara harian BERDOA, “Terpujilah Engkau, ya Tuhan, yang membangun Yerusalem,” dan “Terpujilah Engkau, ya Tuhan, yang memulihkan hadirat-Nya ke Sion.”
  • DOA SETELAH MAKAN termasuk berkat yang berakhir dengan doa untuk pembangunan kembali “Yerusalem, Kota Kudus, dengan segera dibangun kembali pada generasi kami.”
  • Dalam PEMBERKATAN NIKAH, mempelai lelaki mencari agar “mengangkat Yerusalem menjadi sukacita utama kami.”
  • Waktu PENYUNATAN doa dari Mazmur 137:5 diucapkan, “Jika aku melupakan engkai, hai Yerusalem, biarlah menjadi kering tangan kananku.”
  • Waktu akhir perjamuan PASKAH, setiap orang Yahudi selama 1900 tahun berkata, “Tahun depan di Yerusalem!
  • Pada saat BERDUKA, yang berduka dihiburkan dengan menyebut Tanah Israel: “Terpujilah Engkau, ya Tuhan, Penghibur Sion dan yang membangun Yerusalem.”
  • Dalam berbagai jenis PUISI kerinduan kaum Yahudi untuk kembali ke Tanah Airnya ditulis dalam bahasa Ibrani dan dialek-dialek Yahudi lainnya, seperti Yiddish di Eropa Timur dan Ladino di Spanyol.
Inti pemikiran faham Sionisme ini dicatat dalam Deklarasi Kemerdekaan Israel (14 May 1948), yang berbunyi:

“Tanah Israel adalah tempat kelahiran bangsa Yahudi. Di sini identitasnya secara rohani dan politik dibentuk. Di sini mereka mula pertama mencapai status negara, menciptakan nilai-nilai kebudayaan dengan makna penting secara nasional dan universal bahkan tanah ini melahirkan dan telah memberikan kepada dunia Kitab segala Kitab. Setelah diusir secara paksa dari tanahnya, masyarakatnya telah memelihara imannya pada bangsanya di sepanjang pembuangannya dan tidak pernah berhenti berdoa dengan pengharapan agar kembali kepadanya dan untuk memulihkan di dalamnya kebebasan politik.”

Jadi tujuan Sionisme adalah agar kaum Yahudi memiliki tanah Palestina kembali yang di dalamnya berpenduduk mayoritas orang-orang Yahudi melalui pemulangan yang tidak terbatas dari semua kaum Yahudi dari berbagai bangsa dan agar mendirikan kembali Negara Israel.

2. Sebabnya Munculnya Sionisme
Ada beberapa sebab utama untuk meningkatnya Sionisme. Pertama adalah dorongan-dorongan nubuatan Alkitab yang menyatakan Israel akan dikumpulkan kembali dari berbagai bangsa setelah pembuangannya (Ulangan 28:64-66; 30:1-5; Lukas 21:20-24).

Kedua adalah meningkatnya berbagai bentuk anti-semitisme dalam penganiayaan di Eropa yang akhirnya menghasilkan holocaust (pembunuhan massal) di Jerman di bawah Adolf Hitler (1939-1945) dan pogrom-pogrom di Rusia (1870-1964) di bawah pimpinan para kaisar Rusia dan dilanjutkan oleh kaum Komunis di bawah Lenin dan Stalin yang menewaskan 10 juta orang Yahudi. Penganiayaan dan pembunuhan massal seperti itu sangat mendorong bahkan mendesak kaum Yahudi untuk kembali ke Palestina dan mendirikan kembali Negara Israel.

Ketiga adalah bangkitnya gerakan nasionalisme dan akhirnya zaman kolonialisme Ottoman dan Barat pada waktu Perang Dunia Pertama dan Kedua sehingga ada peluang untuk banyak gerakan nasionalis memproklamirkan kemerdekaan, a.l. Siria, Libanon, Arab Saudi, Yordan, Indonesia dan Israel.

Yang keempat adalah dampak Revolusi Perancis. Revolusi yang mengakhiri sistem aristokrasi dan lahirnya demokrasi membangkitkan Napoleon dan pembebasan bagi kaum Yahudi. Tidak lagi mereka terkurung dalam ghetto-ghetto (kampung etnis) kota-kota Eropa, dan mereka menjadi warga negara sama seperti masyarakat lainnya. Dengan peluang ini kaum Yahudi sangat maju dalam ilmu teknologi, politik, pendidikan, perbankan, perdagangan dan kekayaan. Dampaknya baik positif maupun negatif. Positifnya adalah kapasitasnya untuk bermigrasi kembali ke Israel meningkat. Tetapi negatifnya adalah kecemburuan ekonomi sehingga mereka semakin dibenci oleh masyarakat asli setempat.

Semua faktor ini mendukung munculnya Sionisme, yaitu kerinduan kembali ke Palestina dan membangun kembali Negara Israel.

3. Kaum Yahudi berangsur-angsur Kembali ke Palestina
Sejak zaman jajahan Roma dan penghancuran Yerusalem pada tahun 70M tetap ada populasi Yahudi yang tinggal di wilayah Palestina, kadang-kadang sebagai penduduk mayoritas, kadang-kadang sebagai penduduk minoritas. Mulai sekitar tahun 1700, para imigran Yahudi yang dipimpin oleh Rabi-Rabi mereka, dari Eropa dan dari berbagai bangsa lain dalam Khilafah Ottoman (Kerajaan Islam), telah mulai tiba di Palestina dengan berbagai programnya agar tinggal tetap di Palestina.

Misalnya, Rabi Yehuda Hehasid dan pengikutnya mendirikan perkampungannya di Yerusalem sekitar tahun 1700, tetapi tiba-tiba rabi itu meninggal, sehingga massa Arab yang marah karena hutang-hutang yang belum dibayar, telah membinasakan rumah doa Yahudi (sinagog) yang dibangun rombongan Yahudi itu. Kemudian semua pendatang Yahudi dari Eropa yang disebut Yahudi Ashkenazy dilarang tinggal di Yerusalem. Rabi Luzatto dan Rabi Ben-Attar juga memimpin rombangan besar ke Palestina pada tahun 1740. Kemudian ada rombongan-rombongan dan individu lainnya yang datang dari Lithuania dan Turki dan beberapa negara lainnya di Eropa Timur.

Jumlah pendatang pada Abad ke-18 dan awal Abad ke-19 menjadikan kaum Yahudi kelompok penduduk terbesar pada tahun 1844. Penduduk-penduduk baru ini pada awalnya mengalami banyak kesulitan secara budaya dan ekonomi karena pada tahun 1800, korupsi, perang dan pengadministrasian Khilafah Ottoman begitu merusak jalannya ekonomi Palestina sehingga populasinya turun hingga 200.000 orang.

Lalu pada tahun 1880’an, Palestina sudah mulai pulih, walaupun tetap miskin dengan banyak penyakit, populasinya berkembang menjadi 450.000. Yerusalem, pada waktu itu, hanya kota kecil yang berpenduduk 25.000 dengan 13.000 orang Yahudi dan 12.000 orang Arab dan Turki.

Usaha pertama membangun perkampungan Petah Tikva dalam tahun 1878 gagal tetapi kemudian berhasil dibangun. Waktu itu pemerintahan Ottoman tidak terlalu mentolerir pendatang-pendatang baru, khususnya mereka yang tetap mempertahankan kewarganegaraan asing, dan sewaktu-waktu pemerintah itu telah membatasi para imigran. Masalahnya ialah kalau menjadi warga negara Ottoman bisa saja disuruh ikut program wajib militer. Kependudukan waktu itu tidak terlalu stabil karena dampak penyakit, kemiskinan dan pengangguran tinggi sehingga banyak meninggal atau berangkat.

Gelombang-gelombang besar pemulangan kaum Yahudi, yang mulai pada tahun 1882, telah berlanjut di sepanjang Abad ke-20. Sebelum tahun 1890’an ada berbagai usaha untuk kaum Yahudi memperluas perkampungannya dan menduduki seluruh wilayah Palestina. Pada akhir tahun 1890’an dalam zaman Khilafah Ottoman jumlah penduduk Palestina mencapai sekitar 520.000 orang, mayoritas Arab Muslim dan Arab Kristen, namun di antaranya ada sekitar 125.000 orang Yahudi.

Pogrom-pogrom di bawah para Kaisar Rusia mendorong para filanthropis (donatur) seperti Montefiores dan keluarga Rothschild untuk mensponsori perkampungan pertanian untuk orang-orang Yahudi dari Rusia pada akhir 1870’an. Ini menjadi realita pada tahun 1882. Dalam sejarah Sionisme ini disebut sebagai Aliyah Pertama. Aliyah adalah kata bahasa Ibrani dengan arti "mendaki," yang mempunyai arti secara rohani “mendaki” atau pulang ke Tanah Kudus.

Migrasi Massal Arab ke Palestina dalam Abad ke-20
Pada awal abad ke-20, populasi Yudea dan Samaria yang kini disebut “Tepi Barat” berpenduduk kurang dari 100.000 orang, dan mayoritasnya adalah orang Yahudi. Waktu akhir perang kemerdekaan Israel pada tahun 1951, Gaza hanya memiliki 80.000 penduduk Arab dan orang Yahudinya sangat sedikit. Dalam 50 tahun sampai tahun 2001 jumlah penduduk Arab di Gaza meningkat drastis menjadi lebih dari 1 juta orang karena imigrasi besar-besaran. Di antara tahun 1948 sampai 1967 Gaza ada di tangan Mesir dan Tepi Barat ada di tangan Yordan sehingga terjadi promosi besar-besaran untuk mengisi Gaza dan Tepi Barat dengan sebanyak mungkin orang Arab dari setiap negara Arab tetapi terutama dari Mesir, Siria, Libanon, Irak dan Yordan.

Lebih dari 250 perkampungan Arab didirikan di daerah Judea and Samaria (Tepi Barat) saja. Dalam kerja sama dan dalam usaha menciptakan perdamain lewat perkembangan ekonomi pemerintah Israel telah mengizinkan 240.000 orang Arab masuk dengan izin kerja tetapi mereka telah tinggal tetap dan tidak mau kembali ke negara asal. Setelah mereka menetap lebih dari dua tahun mereka digolong oleh PBB sebagai “orang Palestina” apapun negara Arab asal mereka dan tanpa harus ada dokumentasi. Dengan demikian jumlah “orang Palestina” membludak!

Pada periode itu Arab Saudi telah mengusir lebih dari sejuta orang Arab yang kewarganegaraannya bukan Saudi dan tidak jelas asalnya dan banyak dari mereka kemudian pindah ke Gaza dan Tepi Barat.

Imigrasi massal Arab ke Palestina merupakan reaksi terhadap perkembangan Sionisme dan lahirnya kembali Negara Israel. Dulu Palestina adalah daerah padang pasir, tandus, dengan banyak penyakit, dan hampir tidak ada orang Arab yang mau tinggal di sana, tetapi setelah ada Israel dan padang pasir Palestina menjadi taman buah dan bunga, semua Arab telah menginkannya. Israel telah menjadi ancaman terhadap keadaan sosial, kebudayaan, politik, ekonomi dan agama untuk agama Islam sehingga mobilisasi massal Arab telah mulai.

Ketinggian Golan
Dalam sejarah Israel, Ketinggian Golan adalah bagian warisan suku Manasye, sejak 3500 tahun yang lalu. Pada zaman Yesus, 2000 tahun lalu, daerah itu disebut sebagai bagian Yudea wilayah jajahan Roma.
Dari tahun 1850 sampai 1920, banyak tanah di Ketinggian Golan dibeli oleh rombongan-rombangan Yahudi untuk mendirikan perkampungan-perkampungannya di situ. Tetapi pada tahun 1920 perkampungan-perkampungan itu diserang oleh gerombolan Arab sehingga banyak orang Yahudi dibunuh dan sisanya melarikan diri.

Pada tahun 1967, Israel merebut kembali Ketinggian Golan dari Siria sebagai tindakan bela diri dan sudah dikontrol Israel selama 40 tahun sejak perang itu. Pada tahun 1981 Ketinggian Golan menjadi bagian resmi Negara Israel.

Siria hanya pernah berkuasa di daerah Golan selama 26 tahun dari kemerdekaannya pada tahun 1941 sampai ke Perang Enam Hari pada tahun 1967.

Bagaimana selanjutnya? Apa nanti kesudahannya? Baca artikel berikutnya dan belajar apa sebenarnya di belakang konflik Timur Tengah.

(Dr. Jeff Hammond)




Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.