Minggu, 02 Februari 2014

Filled Under:

Bali: Sejarah Kerajaan Buleleng 2


Lantas I Gusti Ngurah Jelantik berkata kepada utusan, agar menyampaikan kepada Dalem, bahwa perintah akan dilaksanakan oleh I Gusti Ngurah Jelantik, katanya:.
  • ,,Eh, kita potusan, pamatur po kita, aturakĕne manirânuhun wacana Dalĕm".(E, engkau utusan, sampaikanlah olehmu, katakan bahwa aku menuruti perintah Dalem).

I Gusti Ngurah Jelantik segera berkemas-kemas. Tidak diceritakan berapa lama kemudian I Gusti Ngurah Jelantik sudah berada kembali di kediaman dahulu yaitu di puri Jelantik di Gelgel. Beliau lantas menghadap Dewa Agug Jambe di puri Gelgel yang sedang penuh sesak oleh tamu, pada pemuka, para Arya saha wadwa. Tidak lain acara yang dibahas adalah usaha untuk mengembalikan kerajaan Gelgel seperti dahulu, sebelum dinodai oleh I Gusti Agung Maruti.

Masalah ini perlu dibahas untuk mendapat dukungan semua pihak.I Gusti Ngurah Jelantik mendapatkan posisi dirinya dalam keadaan yang dirasakan sangat sulit. Apalagi kalau diingat pengalaman kakeknya di puri Gelgel yang penuh dengan pengorbanan dan penderitaan pada waktu I Gusti Agung Maruti sebagai Perdana Menteri. Yang menjadi pikirannya sekarang hanyalah minta bantuan kepada I Gusti Ngurah Panji di Buleleng (Den Bukit) untuk melepaskan diri dari tekanan perasaan seperti sekarang ini.

Kekacauan di Blambangan.Kerajaan Blambangan masih dalam kekuasaan Mataram dan keadaan ini menjadi perhatian yang serius I Gusti Anglurah Panji. Setelah Sultan Agung wafat (tahun 1645) di ujung Jawa Timur muncul Pangeran Tawangalun dengan membangun kekuatan di desa Bayu yang kemudian menjadi ibu kota Blambangan. Adiknya bernama Mas Wila menyerangnya tetapi dapat ditundukkan dan membuat Pangeran Tawangalun menjadi penguasa seluruh wilayah Blambangan menjadi Adipati dari Macan Putih. Istana Macan Putih menjadi pusat atau Ibu kota Blambangan. Dibawah Pangeran Tawangalun Blambangan ingin lepas dari Mataram. Namun Panji Sakti merasa kawatir karena Tawangalun minta bantuan VOC (Belanda) untuk melawan Untung Surapati yang telah melebar kekuasaannya di Jawa Timur.

I Gusti Ngurah Panji menjadi risau karena pihak Belanda sudah bersedia membantu Blambangan untuk menggempur Surapati. Surapati yang bergelar Raden Tumenggung Wironegoro telah menguasai Pasuruan, Probolinggo, Panarukan, Malang, Lumajang, wilayah Puger / Kedawung, Jember.
Namun belakangan ini komunikasi sulit untuk bisa bergabung dengan laskar Surapati yang selalu berpindah.Permainan "Gowak-gowakan".Ki Tamblang Sampun mendapat perintah dari I Gusti Anglura Panji untuk memanggil seluruh anggota laskar Teruna Gowak untuk berkumpul dihalaman Puri Panji. Dalam waktu yang ditentukan semua hadir tanpa kecuali. Acara dimulai dengan upacara ritual dan disusul pementasan tarian "Baris Gowak" yang ditarikan oleh 20 orang anggota pasukan. Setelah itu dimulailah permainan "Magowak-gowakan", yaitu permainan "Medangdang-dangdangan", yaitu permainan saling isi mengisi keinginan sadrasa antara anggota dalam permainan.

Masing-masing orang bergiliran menjadi "Gowak" yang boleh meminta apa saja yang diinginkan. Seluruh pemain telah mendapatkan apa yang mereka inginkan, makanan-minuman (boga), pakaian, perabot (upaboga) termasuk perempuan untuk isteri (pariboga). Semua itu diberikan oleh I Gusti Ngurah Panji kepada anggota "Teruna Gowak".
Pada giliran akhir, I Gusti Anglurah Panji menjadi "Gowak". Seluruh pasukan Teruna Gowak serempak bertanya: "Hai Gowak, apa keinginanmu?" Sang Gowak menjawab:

  • "Guaak, gwaak, gaak, aku ingin menggempur Blambangan.....!!"(... ri uwusiŋ samaŋkana / gumanti sri bupati dadi gowak / tinaňan deniŋ papatih kabeh / gowak apa karĕpmu / sumawur tikaŋ gowak / gowak guwak / wak / arĕp anjayêŋ Braŋbaŋan / asurak tikaŋ wwaŋ kabeh / apan sĕsĕk syuh pĕnuh punaŋ bala ananonton /..)

Seketika riuh bersorak gemuruh dengan penuh semangat untuk memenuhi keinginan Sang Gowak, tidak lain I Gusti Anglurah Panji sebagai gowak. Para hadirin dan penonton semuanya bersorak riuh memberi dukungan semangat untuk mengempur Blambangan.Penyerangan "Teruna Gowak" ke Blambangan (ke 1).Laskar Den Bukit "Teruna Gowak" harus telah dipersiapkan dengan segala kemampuan karena I Gusti Anglurah Panji menyadari bahwa prajurit Blambangan dengan pasukan berpengalaman yang terkenal kebal senjata dengan ilmu tenung. Oleh karena itu persiapan matang harus dilakukan. Selain keris, tombak dan panah juga dikembangkan senjata sumpit dengan panah beracun. Lagi pula letak ibu kota Blambangan berpindah beberapa kali membuat strategi penyerangan sulit.
Laskar dibagi empat bagian, termasuk armada kapal laut, pasukan panah, sumpit, tombak termasuk pasukan senjata api (bedil) dan logistik. Setelah ditentukan hari yang baik oleh Sang Bagawanta mulailah pasukan bertolak ke Blambangan dipimpin oleh I Gusti Ngurah Panji berbekal senjata keris pusaka Ki Semang dengan tulup Ki Pangkajatattwa. Selain itu ada dua senjata bertuah asli buatan Banjar, Ki Baru Ketug dibawa oleh I Gusti Tamlang dan Ki Baru Sakoti dibawa oleh I Gusti Batan. Armada kapal berlayar melalui Segara Rupek menuju pantai Tirta Arum. Sampai di Candi Gading bergabung dengan pasukan Macan Gading untuk mengempur Adipati Blambangan.

Penduduk sangat terkejut munculnya pasukan Teruna Gowak yang menyerang tiba-tiba. Banyak penduduk yang lari tanpa arah, ada yang ke utara dan ke selatan. Ada yang lari menuju kota. Sampai di Banger mendapat perlawanan sengit dari pasukan Macan Putih Blambangan. Pertempuran berkecamuk secara membabi buta. Mayat bergelimpangan dan darah membasahi medan pertempuran.
Pasukan Bali sangat ahli mempergunakan senjata sumpit sehingga banyak jatuh korban dari pihak laskar Macan Putihakan mampu menandingi pasukan Bali dan memerintahkan agar prajurit akan mampu menandingi pasukan Bali dan memerintahkan agar prajurit Blambangan mengamankan Istana Blambangan dan melindungi keluarga raja. Kenyataannya Adipati Blambangan, Pangeran Mas Sedah dan Pangeran Mas Pahit sudah meninggalkan istana melarikan diri ke Mataram.sudah meninggalkan istana melarikan diri ke Mataram.Sesampainya laskar Teruna Gowak di depan Istana Blambangan tanpa perlawanan yang berarti, I Gusti Ngurah Panji masuk dan memeriksa istana mendapatkan keadaan istana telah kosong. Beliau duduk dalam balairung yang disebut Kertagosha.
Dengan demikian Kerajaan Blambangan dapat dikuasai oleh I Gusti Ngurah Panji. Ribuan prajurit Blambangan menyerahkan diri kepada Patih I Gusti Tamblang dan bersumpah setia kepada I Gusti Anglurah Panji Raja Den Bukit.Setelah beberapa lama berada di Blambangan, beliau mengangkat putranya tertua I Gusti Ngurah Wayan sebagai Raja Blambangan dengan pasukan prajurit 600 orang. Dalam perjalanan kembali ke Den Bukit, I Gusti Ngurah Panji dengan laskar Teruna Gowak menyerang wilayah Jembrana yang setelah ditaklukkannya menjadi daerah kekuasaannya. Demikianlah wilayah Jembrana menjadi wilayah kerajaan Den Bukit. Sekarang wilayah Ben Bukit yang dikenal dengan Buleleng dan wilayah Jembrana disebut Bali Utara.

Menantu dari Mengwi.I Gusti Ngurah Panji Sakti mempunyai beberapa isteri. Dari para isteri memberikan beliau keturunan beberapa orang putra dan beberapa orang putri.Setelah keinginannya menguasai wilayah Blambangan tercapa I Gusti Ngurah Panji Sakti merasa lega. Beliau telah mempercayakan kepada putranya berkuasa di Blambangan dan telah bisa menjalankan roda pemerintahannya di ujung Jawa Timur. Harapannya adalah agar bisa menyatukan kekuasaannya dengan Untung Surapati yang sudah mengusai wilayah Pasuruhan dan sekitarnya.Sedang dalam menata rencana, tiba-tiba datang seorang utusan menghadap I Gusti Panji. Utusan itu menyampaikan bahwa seseorang dari wilayah Mengwi ingin bertemu. Setelah I Gusti Panji tahu maksud kedatangan tamu tersebut lalu dengan senang akan menerima kedatangannya.
Tidak berselang waktu lama, datanglah seeorang memperkenalkan diri, bernama I Gusti Agung Anom dari Puri Kapal dengan iringan beberapa orang. Setelah memperkenalkan diri, I Gusti Agung Anom mengutarakan maksudnya yang tidak lain adalah ingin meminang putri I Gusti Ngurah Panji yang bernama I Gusti Ayu Panji.Setelah perpikir sejenak, I Gusti Ngurah Panji bertanya kepada I Gusti Agung Anom, apakah sudah mengenal I Gusti Ayu Panji, siapa dia sebenarnya. Setelah beberapa perbincangan dijelaskan, bahwa I Gusti Ayu Panji adalah putrinya yang berasal dari keturunan wangsa kebanyakan, bukan keturunan wangsa tinggi. Demikianlah penjelelasan I Gusti Ngurah Panji dengan jelas dan jujur tanpa menyembunyikan dari mana asal beliau sebenarnya.
I Gusti Agung Anom menjawab dengan tegas bahwa sudah tahu dengan jelas dan tidak ragu-ragu mencintai dan memperisteri I Gusti Ayu Panji. Mendapat penjelasan demikian, I Gusti Ngurah Panji bertanya sekali lagi kepada I Gusti Agung Anom sebelum menyampaikan putusan akhir :
  • "Apakah anakku I Gusti Ayu Panji, nantinya dianggap sebagai isteri panawing ataukah selir?"

Pertanyaan tegas calon metuanya itu membuat I Gusti Agung Anom terpaku sejenak namun segera menjawab dengan kata maaf bilamana kedatangannya membuat kesan ragu ketulusan hatinya, bahwa tidak ada maksud lain, hanyalah bermaksud mohon agar I Gusti Ayu Panji bersedia mendampinginya sebagai isteri perami atau permaisuri, tidak ada maksud dan arti lain, demikian kata I Gusti Agung Anom.Suasana hening, hanya terdenganr napas napas panjang. Kemudian wajah-wajah tegang berangsur lembut menjadi cerah.
I Gusti Ngurah Panji berkata, bahwa bukan bermaksud mengusut atau curiga akan tetapi ketegasan perlu agar tidak terjadi kesalah-fahaman dikemudian hari. Akhirnya, setelah menemui saling pengertian, I Gusti Ngurah Panji dengan senang hati merelakan puterinya, I Gusti Ayu Panji dipinang oleh I Gusti Agung Anom dari Puri Kapal, Mengwi. Tidak lama kemudian, setelah dilangsungkah widiwidana di desa Kapal, terjalinlah ikatan keluarga antara mereka yang tambah lama makin erat.
Selanjutnya, para putra I Gusti Ngurah Panji di Den Bukit sudah berkembang sampai cucu. Semuanya saling mencintai dan rukun. Demikian pula I Gusti Ayu Panji yang kawin ke desa Kapal juga suda menurunkan beberapa orang putra dan putri. Pergaulan antara para putra dan para cucu I Gusti Ngurah Panji di Den Bukit sangat akrab. Berselang beberapa lama setelah mereka dewasa, di antara apar cucunya diberikan kekuasaan di bagian Barat yaitu wilayah desa Petemon, wilayah Timur di desa Jagaraga dan dibagian tengah di desa Buleleng.

Entah berselang berapa lama, ada terdengar berita, oleh I Gusti Anglurah Panji,bahwa cucunya I Gusti Ngurah Jelantik, sudah lama berada kembali ke Gelgel karena diperlukan Dalem di Gelgel. Namun I Gusti Ngurah Jelantik mendapatkan posisi dirinya dalam keadaan yang dirasakan sangat sulit, karena mengingat keadaan sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Kalau saja tidak karena dipanggil oleh Dewa Agung Jambe, mungkin beliau masih berada di Selantik, wilayah Mengwi.Untuk mengembalikan wibawa kerajaan Gelgel kembali seperti dulu sangat sulit. Tugas yang diembannya dirasakan sungguh berat terutama beban pikiran.

Apalagi kalau diingat pengalaman kakeknya di Gelgel dahulu, yang penuh pengorbanan dan penderitaan oleh kedengkian I Gusti Agung Maruti masih terngiang. Yang menjadi pikirannya sekarang hanyalah untuk minta bantuan kepada I Gusti Ngurah Panji, kakeknya, di Buleleng (Den Bukit) untuk melepaskan diri dari tekanan perasaan seperti sekarang ini. Oleh karena demikian keadaannya, I Gusti Ngurah Jelantik melayangkan selembar surat ke Den Bukit minta bantuan kakek beliau, tak lain adalah I Gusti Ngurah Panji. I Gusti Ngurah Panji segera pergi ke puri Jelantik diwilayah Gelgel lengkap dengan pasukan inti Teruna Gowak untuk berjaga-jaga.
Didapatkan orang-orang yang berada dalam istana sangat sedih dalam hati, terutama Ki Gusti Ngurah Jelantik, menceriterakan kesusahannya, Setelah selesai daya upayanya, akhirnya atas perintah I Gusti Anglurah Panji, mereka serempak pergi dari daerah Gelgel, mencari tempat menuju ke desa Tojan daerah Blahbatuh.I Gusti Ngurah Panji selanjutnya memandu di perjalanan, lalu beristirahat di daerah utara desa Beng Gianyar, ada tanaman-tanaman penduduk di sana berupa kacang tanah, dimakan oleh gajah tunggangan beliau I Gusti Ngurah Panji, karenanya ada wilayah yang bernama Kacang Bedol, sampai sekarang, oleh karena gajah tunggangan beliau memakan kacang yang ada di sana, tidak diceritakan perjalanan beliau yang mengungsi, lalu tiba di daerah Tojan, dijemput oleh Ki Bendesa Wayan Karang. Sesampai di Tojan, I Gusti Ngurah Panji berkata kepada cucunya, I Gusti Ngurah Jelantik:,
  • ,Singgih, gusti ngurah, ki bendeça puniki prēsiddha mūla pra menak ing Bali: ipun siddha pagamĕlin manira angibukin gūmi n i gusti iriki. Munggw ing mangkin i gusti jumĕnĕng iriki, i gusti andrĕweni sadagingipun ....''
(Artinya: Demikian gusti ngurah, ki bendesa Wayan Karang adalah berasal dari pra menak di Bali yang aku beri memegang wilayah untuk i gusti di sini. Sekarang, i gusti tinggal menetap di sini dan memiliki segala isinya...")I Gusti Ngurah Panji memberikan kekuasaan berpenduduk 14000 orang, meliputi daerah Batur, Tihing Ambwa, Sekar-Mukti, Bon Manuk, Trunyan, Songan, Bayung, Sekar Dadi, Catur dan Batur seisinya.Selanjutnya I Gusti Ngurah Panji membangun puri lengkap dengan pura.Gajah tunggangan beliau, digembalakan di daerah bagian barat laut daerah Tojan, itulah sebabnya bernama daerah Angon Liman, Bangun Liman nama lainnya sampai sekarang, dan di bagian timurnya ada semak belukar, tempat beliau I Gusti Anglurah Panji berburu, dinamakan desa Buruwan sampai sekarang.

I Gusti Ngurah Jelantik membentuk laskar Truna Tojan dengan 200 orang yang berada di Blahbatuh. Kedudukan I Gusti Ngurah Jelantik sudah menetap di Blahbatuh didampingin oleh I Gusti Nyoman Tusan yang membangun puri di Bona, sedangkan I Gusti Pring di wilayah Blahbatuh.

Seorang putranya gugur di BalmbanganPada suatu waktu di ruang balairung puri di desa Panji, I Gusti Ngurah Panji sedang menerima punggawa para bendesa lengkap dengan pasukan Teruna Goak. Tidak terkecuali hadir I Gusti Tamlang Sampun dan I Gusti Made Batan. I Gusti Ngurah Panji mempertanyakan perihal putra beliau yang ada di Blambangan, antara lain beliau berkata:
,,E, kita Tamlang, angapa dadi tan prāpta anak manira, sang adiry eng Barangbangan, an wuwus ingundang nguni. Pasobyahannya datĕng rakwânglawad manira ring Weçakhamāsa. Bĕcik lalayar ing palwa. Wus pantaran ing Jyeşthakamāsa, dadi durung prāpta anak manira. Lah, cĕttanĕn ri idĕpta!’’ (Wahai engkau Tamlang, mengapa anakku tidak hadir padahal sudah aku undang dulu. Janjinya menghadap aku pada bulan ke 10.

Baiknya, sekarang sudah masuk bulan ke 11 belum juga datang. Wah apa alasan dirinya!) I Gusti Tamlang segera menjawab:
,,Inggih Gusti Ngurah, manawamangguh kewuh anak I gusti, siddhânglongi panĕmaya, apan tan ana mātrā ning wrĕttā”. ( Benar Gusti Ngurah, barangkali menemukan kesulitan putra Gusti, sampai tidak bisa hadir menepati janji, lagi pula tidak ada kabar berita).Belum selesai berkata-kata, tiba-tiba ada suara riuh di pasar membuat orang semua terkejut
.
Delapan orang mengaku dari Blambangan bergegas masuk kepuri. Orang-orang itu berpakaian compang camping dan badannya penuh luka berdarah.. Mukanya pucat karena tidak makan selama dalam perjalanan di laut. Mereka meloloskan diri untuk bisa melaporkan kepada I Gusti Ngurah Panji, bahwa putranya telah gugur, wafat dikerubuti musuh dan terbunuh oleh keris Ki Baru Surya.I Gusti Ngurah Panji sangat kaget dan gusar mendengar gugurnya putranya di Blambangan.

Setelah mendapat petuah dan petunjuk oleh Bagawanta, I Gusti Ngurah Panji dapat menenagkan diri dan merencakan langkah-langkah yang segera perlu diambil.Laskar Teruna Gowak kalah di Blambangan.Waktu itu warsa Içaka 1618 atau tahum 1696 M. Setelah seluruh laskar inti Teruna Gowak serta seluruh balawadwa dan segala perbekalan senjata dan logistik siap, maka segera serentak pasukan laskar berangkat dibawah pimpinan langsung I Gusti Ngurah Panji.
Tidak diceritakan bagaimana perjalanan darat dan di laut, namun dapat begitu sampai di pantai menginjakkan kaki di bumi Blambangan, pasukan dari Bali itu mendapat perlawanan yang sengit. Rupanya pertahanan sudah dipersiapkan oleh Pangeran Mas Sedah dan Pangeran Mas Pahit secara matang. Namun laskar inti Teruna Gowak di bawah panglima pernag I Gusti Tamlang dan I Gusti Batan dapat menerobos membuat laskar Blambangan kocar kacir. Namun pasukan belakang Blambangan sudah dipersiapkan menghadang laskar Terna Goawak.

Pertempuran sengit luar biasa. Banyak laskar kedua pihak berguguran dan darah membasahi tanah Blambangan. Namun tiba-tiba I Gusti Ngurah Panji memerintahkan I Gusti Tamlang agar pasukan segera mundur. Memang kondisi pasukan Bali sudak terdesak. Waktu sudah mulai gelap sangat berbahaya bagi laskar Bali dalam medan yang asing. Mendengar perintah demikian, pasukan Bali segera menuju pantai menyelamatkan diri. Mereka kecewai menemukan seluruh perahunya sudah porak poranda. Mereka bergelantungan di pecahan perahu sambil berenang sekuatnya menyeberangi Segara Rupek (Selat Bali) untuk mencapai pantai Bali.Sedang bergelayut pada pecahan perahu, I Gusti Ngurah Panji terkejut melihat beberapa ekor ikan lumba-lumba (ikan julit) berenang mendekat dan kemudian tiba-tiba membelok, sepertinya ingin menunutun rombongan untuk mendapatkan arah yang benar menuju pantai Bali.Sampilah mereka kembali di desa Panji.
Rombongan I Gusi Ngurah Panji dan laskar teruna gowak disambut oleh masyarakat dengan keprihatinan karena mendapatkan kekalahan di Blambangan.Entah berapa lama berlalu, I Gusti Ngurah Panji berusaha menata kembali strategi penyerangan kembali ke Blambangan. Beliau didampingi oleh putra putri, kerabat semua. Ikut hadir bagawanta beliau Ida Pedanda Sakti Ngurah. Disamping itu pula hadir menantu beliau I Gusti Agung Anom dari Kapal Mengwi dan Raja Tabanan. Dengan dukungan dan bala bantuan dari Mengwi dan Tabanan terbentuk pasukan gabungan yang sangat besar dan tangguh untuk dipersapkan menyerang Balmbangan.
Penyerangan kembali ke Blambangan.Içaka warsa 1619 atau tahun 1697, rencana yang besar pun rampung. Tidak lama kemudian penyerangan ke Blambangan di laksanakan. Penyerangan pendahulu dari arah Selatan dilaksanakan oleh laskar Tabanan. Pasukan perang Blambangan segera menyongsong maka terjadi pertempuran sengit. Sedangkan dari arah Timur serangan dilancarkan laskar Teruna Gowak pimpinan I Gusti Tamlang Sampun dan I Gusti Made Batan.
Tidak lama berselang laskar Mengwi menyusul.Pangeran Mas Sedah berseru kepada I Gusti Ngurah Panji: ,,Eh, kita Ngurah Paňji, mwa sira Bali, mĕnawângsa wirang; apan kasor nguni, duk aparang eng kikisik. Pisan mangke takĕrana prĕbhāwa! Lah, Tangkĕpakĕn lungid ing sangjatanta!” (E, kau Ngurah Panji, dan semua dari Bali yang menuntut bela, karena kekalahanmu dulu waktu bertempur di pantai. Sekarang datang menuntut balas! Wah, silakan hadapi dengan pertempuran!) I Gusti Ngurah Panji segera menjawab:
,,Ih, Ki Dewa Mas Sĕdah, agung kitângucap, tan wruh lawan dosâgĕng, dentâmĕjah anakku! Yan tan olih manirâmalĕs, mari manira mapanĕngĕran ki Ngurah Panji Çakti!” (E, Ki Dewa Mas Sedah, besar omonganmu, seperti tidak tahu hal dosa besar, engkau telah membunuh anakku! Kalau tidak berhasil membalas, janganlah aku diberi gelar Ki Ngurah Panji Sakti!) Suasana sudah memanas.

Pertempuran bersar-besaran sudah tidak bisa dielakkan lagi. Dalam pertempuran itu, Pangeran Mas Pahit, yang lebih muda dari dua bersaudara, gugur terbunuh oleh I Gusti Made Batan dengan keris Ki Bayu Çakti.Yang lebih tua, Pangeran Mas Sedah mengerahkan pasukannya dengan perlawanan sengit terhadap laskar Teruna Gowak.
Pangeran Mas Sepuh langsung menyerang I Gusti Ngurah Panji, namun dihadang oleh Panglima Teruna Gowak, I Gusti Tamlang Sampun sehingga mendapat luka tusukan didadanya oleh Pangeran Mas Sedah dengan keris Ki Baru Surya. I Gusti Tamlang Sampun diusung oleh laskar Bali dan keadaannya selamat. Pangeran Mas Sedah ternyata juga terkena anak panah senjata Tunjung Tutur sehingga langsung gugur.Dengan gugurnya kedua Pangeran Blambangan, Pangeran Mas Sedah dan Pangeran Mas Pahit, maka secara keseluruhan pasukan Blambangan langsung menyerah.


(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.