Minggu, 02 Februari 2014

Filled Under:

Bali: Raja-raja Pemecutan 4

KETURUNAN WANGSA BRAHMANA DI PURI AGUNG PEMECUTAN

Jalinan pertalian kekeluargaan antara Puri Agung Pemecutan dengan Geriya Bindu Kesiman dimana seorang putri dari Ida Bhatara Sakti Pemecutan dikawinkan dengan brahmana Geriya Bindu Kesiman dikuatkan oleh pemancanggah geriya cutan Pemedilan Denpasar yang masih tersimpan di Geriya cutan Pemedilan menguraikan bahwa Ida Bhatara Sakti memberikan putrinya yaitu A.A. Ayu Anom kepada Ida Wayahan Karang seorang brahmana yang beribu dari Wangaya dari keluarga wangsa Pasek Mendesa istri dari Ida Pedanda Made Mendesa yang tinggal di Geriya Bindu Kesiman.

Hubungan kekeluargaan yang sangat akrab dan saling hormat menghormati terjalin dalam ikatan kekeluargaan dan kekrabatan diperkuat dengan bisama yang berbunyi " Tunggal Saka Wangsa Nira Sang Arya Nambangan, Nambangan Badung"

Adapun pendiri Geriya di Kerajaan Badung adalah para pretisentana (keturunan) Ida Wayahan Karang dengan Putri Ida Bhatara Sakti Pemecutan. Geriya tersebut antara lain Geriya Penyaitan, Geriya Padangsumbu, Geriya Beraban, Geriya Pemedilan dari dulu hingga sekarang masih memegang teguh bisama tersebut.

Hal tersebut dibuktikan bahwa keturunan beliau selalu terlibat langsung dalam setiap kegiatan di Puri Agung Pemecutan sebagai berikut :
  • Ikut para semetonan Agung Pemecutan dalam pemaksan ring Pemerajan Agung Pemecutan tempo dulu
  • Ikut menyungsung Pura Tambangan Badung tempo dulu
  • Geriya Cutan Pemedilan menghaturkan upakara pejati dan mohon tirta di merajan Agung Pemecutan tempo dulu.
  • Geriya Cutan Pemedilan setiap "Mesuci-mediksa-Mapodgala" penglisir pedanda sebagaian upacaranya dilaksanakan di Pura Tambangan Badung.
PENYERANGAN DESA DAWAN KELUNGKUNG

Diceritakan Ida I Dewa Agung Jambe Sakti di Puri Agung Kelungkung yang beribu dari Pemecutan yaitu Anak Agung Istri Jambe yang merupakan adik dari Kiyai Macan Gading Raja Pemecutan Ke II. Ida I Dewa Agung Jambe Sakti bermaksud untuk mengadakan upacara Pitra Yadnya sehingga dipanggillah Bagawanta Kemenuh dan Bagawanta Manuaba serta para sulinggih dan patih Agung.

Didalam pertemuan tersebut beliau menyampaikan maksudnya untuk mengadakan upakara Pitra Yadnya, namun sebelumnya beliau ingin berbicara dengan leleuhur beliau yang sudah meninggal, namun tidak seorangpun yang sanggup melakukan hal tersebut.

Setelah berjalan beberapa bulan lamanya Ida I Dewa Agung Jambe Sakti termenung memikirkan siapa gerangan yang dapat melaksanakan tugas tersebut, beliau teringat akan cerita orang-orang di tepi siring Tabanan tentang kesaktian Ida Pranda Sakti Ender keturunan Brahmana Keniten yang selalu mengembara keseluruh daerah Bali sehingga tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap.

Maka dikirimlah utusan keseluruh penjuru Bali untuk mencari keberadaan Ida Pranda Sakti Ender. Setelah berselang beberapa lama maka utusan yang dikirim ke Badung menemukan Ida Pranda Sakti Ender sedang memuput upacara manusia yadnya di desa Sida Karya Sesetan. Para utusan kemudian menyampaikan maksud dan tujuannya menemui Ida Pranda Sakti Ender atas perintah dari Ida I Dewa Agung Jambe Sakti.

Setelah mendengar penjelasan utusan tersebut beliau menyanggupi dan minta diantar ke Puri Kelungkung.Setelah sampai diPuri Kelungkung, Ida Pranda Sakti Ender diterima langsung oleh Ida I Dewa Agung Jambe Sakti dan menyampaikan prihal upakara Pitra Yadnya yang akan dilaksanakan tersebut.

Segala persiapan telah dilaksanakan dan setelah semuanya siap mulailah Ida Pranda Sakti Ender melaksanakan puja wali. Pada waktu Ida Peranda mengadakan puja layang-layang yang tergantung di Penjor sunari bergerak gerak seperti bersuara manusia.

Ida I Dewa Agung Jambe Sakti kemudian bercakap cakap dengan leluhurnya melalui layang layang tersebut.Demikianlah karena kesaktian dari Ida Pranda Sakti Ender maka apa yang menjadi keinginan dari Ida I Dewa Agung Jambe Sakti akhirnya dapat terwujud dan sebagai rasa terima kasih Ida Pranda Sakti Ender kemudian diangkat sebagai Bagawanta Kerajaan Kelungkung.

Brahmana Kemenuh yang merasa tersisih memilih meninggalkan Kelungkung menuju desa Den Bukit namun dalam perjalanan beliau bertemu dengan Ki Barak Panji Sakti. Dalam pertemuannya tersebut Ki Barak Panji Sakti menawarkan kepada Brahmana Kemunuh untuk menetap di desa Panji. Sedangkan Brahmana Manuaba juga meninggalkan Kelungkung menuju desa Dawan dan membuat pesraman di bukit Abah.

Karena merasa tersisih dan kehilangan kepercayaan dari Kerajaan Kelungkung, timbullah rasa kecewa dan sakit hati dari Brahmana Manuaba. Beliau mulai mengabaikan semua perintah Raja Kelungkung. Ida I Dewa Agung Jambe Sakti mendapat laporan tentang pembangkangan Brahmana Manuaba kemudian memutuskan untuk menghukum Brahmana Manuaba, namun tidak seorangpun utusan yang berhasil mendekat ke desa Dawan, karena baru saja utusan menginjak perbatasan Dawan, mereka sudah dihadang oleh ribuan tabuan sirah (tawon) karena beliau mempunyai senjata yang sangat ampuh yaitu sebuah tongkat sakti dan sebuah Kulkul yang berisi rumah tawon.

Bila ada musuh yang mendekat maka dengan sendirinya tanpa dipukul kulkul tersebut akan berbunyi dan semua tabuan sirah yang ada didalamnya akan terbang menyerang musuh dan menyengat sampai mati. Setelah mendapat laporan tersebut, Ida I Dewa Agung Jambe Sakti menjadi sangat marah dan memerintahkan pasukan Kerajaan kelungkung untuk menggempur desa Dawan dari segala arah.

Pasukan Klungkung kemudian disambut oleh ribuan tabuan sirah dan korban dari pihak Klungkung sangat banyak sehingga sisanya memilih mengundurkan diri kembali ke Klungkung. Ida I Dewa Agung Jambe Sakti sangat kesal menyaksikan kekalahan yang dialami laskar Klungkung dan memikirkan cara lain untuk mengalhkan Brahmana Manuaba. Pada suatu hari beliau mendapat firasat bahwa yang dapat mengalahkan Brahmana Manuaba adalah Kerajaan Badung, maka dikirimlah utusan untuk menghadap Raja Badung Ida Bhatara Maharaja Sakti di Puri Agung Pemecutan.
Setelah menghadap utusan kemudian menyampaikan maksud dan tujuannya diutus oleh Ida I Dewa Agung Jambe Sakti untuk meminta bantuan untuk mengalahkan Brahmana Manuaba yang bermukim di desa Dawan. Ida Bhatara Maharaja Sakti minta waktu beberapa hari untuk mempertimbangkan hal tersebut karena hal tersebut akan dibicarakan terlebih dahulu dengan putra putra beliau.

Dalam rapat yang diadakan dengan pembesar Puri Pemecutan dan putra putranya beliau menyampaikan permohonan dari Kerajaan Klungkung yang minta bantuan dari Puri Pemecutan untuk mengalahkan Brahmana Manuaba di desa Dawan. Dalam rapat tersebut akhirnya diputuskan bahwa putra beliau yang bernama kiyai Agung Anom diberikan kepercayaan untuk melaksanakan tugas tersebut.

Setelah adanya keputusan tersebut utusan Kerajaan Klungkung sangat gembira dan mohon pamit untuk menyampaikan kesediaan Puri Pemecutan membantu Kerajaan Klungkung. Setelah mendapat kepercayaan dari ayahnya untuk melaksanakan tugas tersebut, Kyai Agung Anom mohon pamit untuk kembali ke Desa Nyitdah Kediri Tabanan tempat pos pasukannya ditempatkan.

Di Pura Gegelang desa Nyitdah, Kyai Agung Anom bertapa semedi mohon petunjuk dari Ida Sanghyang Widhi untuk mengalahkan Brahmana Manuaba di desa Dawan. Dalam semedinya beliau mendapat petunjuk bahwa Brahmana Manuaba hanya dapat dikalahkan oleh api unggun dan dalam melaksanakan tugas tersebut harus bekerjasama dengan cucu dari Brahmana Keniten yang sudah lama bermukim di desa Dawan Kaja (utara). Kyai Agung Anom sangat gembira mendapat petunjuk tersebut dan segeralah dilakukan persipan untuk menuju desa Dawan.

Setelah sampai di desa Dawan segeralah diatur strategi penyerangan dengan cucu brahmana Keniten yaitu penyerangan akan dilakukan tepat pada tengah hari dan dilarang melakukan penyerangan sebelum api unggun dinyalakan. Setelah melalui persiapan yang matang maka mulailah penyerangan desa Dawan pada tengah hari, api unggun dinyalakan oleh Brahmana Keniten di puncak bukit Abah dan terlihat sangat jelas dari pos pertahanan Kayai Agung Anom dan memerintahkan pasukannya untuk menyerang desa Dawan dari segala arah.

Mendapat serangan yang mendadak tersebut rakyat desa Dawan sangat terkejut dan tidak sempat sempat memberikan perlawanan sedangkan senjata andalan Brahmana Manuaba berupa tongkat sakti dan tabuan sirah tidak berfungsi karena api ungun yang dinyalakan telah membuat takut tabuan sirah. Brahmana Manuaba akhirnya mengaku kalah dan menyerahkan seluruh desa Dawan beserta rakyatnya kepada Kiyai Agung Anom.

Berita kemenangan pasukan Kiyai Agung Anom akhirnya sampai kehadapan Ida I Dewa Agung Jambe Sakti dan sebagai rasa terima kasih beliau mengundang seluruh laskar Badung ke Puri Klungkung. Ida I Dewa Agung Jambe Sakti minta kepada Kyai Agung Anom untuk menetap di desa Dawan dan akan diangkat sebagai kepala Pemerintahan, namun beliau menolak hadiah tersebut.

Untuk mengenang hal tersebut Kyai Agung Anom memutuskan mengambil nama Desa Dawan sebagai namanya sehingga mulai saat itu Kyai Agung Anom berganti nama menjadi Kiyai Agung Lanang Dawan
. Oleh karena tugas telah selesai maka Kiyai Agung Lanang Dawan mohon diri kehadapan Ida I Dewa Agung Jambe Sakti untuk kembali ke Puri Pemecutan.

KEBERADAAN BRAHMANA KENITEN DAN MANUABA DI KERAJAAN BADUNG

Atas Keberhasilan Kiyayi Agung Anom yang telah berganti menjadi Kyayi Agung Lanang Dawan menaklukkan Desa Dawan maka oleh I Dewa Agung Jambe Sakti beliau diberikan iringan 40 KK yang terdiri dari Brahmana Keniten, Brahmana Manuaba dan Warga Tangkas.

Singkat cerita setelah iringan tersebut mencapai daerah Sanur Brahmana Keniten minta persetujuan dari Kiyayi Agung Lanang Dawan untuk membuat Pesraman/ Geriya di daerah Karang Ngenjung. Selanjutnya Brahmana Keniten kawin dengan putri dari Geriya Telaga Tawang sehingga lahir seorang putra yang diberi nama Brahmana Keniten Telaga.

Brahmana Keniten Telaga pernah berpindah tempat ke Belaluan tempat tinggal ibu dari Kiyayi Agung Lanang Dawan kemudian berpindah ke Tegalayu mengiringi kepindahan Kiyayi Agung Lanang ke Desa Tegal. Sekarang Geriya tersebut dinamakan Geriya Tegal/ Geriya Telaga dan Geriya Tegal Baleran. Begitupun Keluarga Brahmana Keniten yang menetap di Sanur ikut serta mengikuti kepindahan Kiyayi Agung Lanang Dawan ke Tegal membuat Griya di daerah Tegal diberi nama Geriya Beji

Begitu pula Ida Bagus Sari (Geriya Ngenjung Sanur) keturunan Brahmana Keniten ikut pindah ketegal, beliau membuat geriya di sebelah timur peranda geriya Telaga, sedangkan Ida Nyoman Ngenjung menuju ke desa Sibang membuat pesraman disana bernama Geriya Sibang Gede. Keturunan beliau Ida Wayahan Sibang menuju geriya Telaga di Tegal Badung kawin dengan putri Ki Pasek Kedangkan (wakil dalem gelgel untuk wilayah badung sebelum Arya Tegeh Kori berkuasa di Badung) membuat pesraman di bekas jero Agung Tegehkuri bernama Geriya Jero Agung.

Adapun keturunan putra Brahmana Geriya Telaga mendapat jodoh dari keturunan Arya Dawan Kanginan putri A.A. Gde Banjar membuat geriya disebelah timur Jero Dawan Kanginan diberinama Geriya Beji. Geriya Beji pecah menjadi 2 yaitu Geriya Tegallayu dan Geriya Sari.


BRAHMANA KENITEN MENJADI BAGAWANTA PURI AGUNG PEMECUTAN

Atas jasa Brahmana Keniten membantu Kyayi Agung Lanang Dawan mengalahkan Desa Dawan tahun 1780 setelah diterima oleh Ida Bhatara Sakti Pemecutan beliau diberikan anugrah putri dari Ida Bhatara Sakti Pemecutan yang bernama A.A. Istri Agung sebagai istri dari Ida Bagus Gde Ngenjung dan diangkat sebagai Bagawanta Puri Agung Pemecutan dan Geriya Ngenjung diganti namanya menjadi Geriya Jero Gede Sanur sekarang.

Ida Nagus Gde Ngenjung adalah putra dari Ida Pedanda Made Ngenjung yang beristri dari puri kaleran yang diangkat sebagai moncol penglisir brahmana Keniten Sanur. Keturunan beliau berkembang menurunkan para barahmana geriya tampakgangsul, geriya renon dan seterusnya.

MENUNDUKKAN PURI SUKAWATI

Dikisahkan Manca Agung Puri Grenceng yang beranama Kiyayi Anglurah Wayahan Grenceng salah satu cucu Ida Bhatara Sakti Pemcutan yang merupakan putra tertua Kiyayi Anglurah Nengah Tanjung dari Jero Dlod Bale Lantang Pemecutan pernah mengalahkan Raja Sukawati yang bernama I Dewa Agung Gde Sukawati.

Berawal dari I Dewa Agung Jambe dari Puri Kelungkung yang beribu dari Putri Kyayi Anglurah Pemecutan I/ Kiyayi Jambe Pule mempunyai 3 putra :


  1. I Dewa Agung Made - menggantikan kedudukan I Dewa Agung Jambe sebagai raja di Kerajaan Kelungkung
  2. I Dewa Agung Anom - mendirikan Puri Sukawati
  3. I Dewa Agung Ketut Agung - kembali ke puri lama Gelgel
I Dewa Agung Anom raja Sukawati mempunyai 2 orang putra yang sulung I Dewa Agung Gde dan yang bungsu I Dewa Agung Made. Setelah dewasa kedua putranya kurang memperhatikan masalah pemerintahan dan jarang sekali berada di Puri sehingga membuat Raja Sukawati sangat khawatir akan kelanjutan pemerintahan di Puri Sukawati.

Pada sutu hari datanglah menghadap Dewa Manggis Api dari Desa Beng untuk mengabdi di Kerajaan Sukawati. Raja Sukawati menerima dengan baik permohonan Dewa Manggis Api dan setelah diterima mengabdi di Kerajaan Sukawati Dewa Manggis Api dapat menempatkan diri sebagai abdi yang setia dan sangat membantu kelangsungan pemerintahan Kerajaan Sukawati.

Oleh karena itu lambat-laun Dewa Manggis Api mendapat kepercayaan besar dari Raja Sukawati untuk mengurus jalannya pemerintahan karena kedua putranya kurang memperhatikan masalah pemerintahan Kerajaan Sukawati.

Pada suatu ketika Raja Sukawati menderita sakit yang sangat parah dan Dewa Manggis Api sebagai Abdi yang setia berusaha dengan segala cara untuk mencarikan pengobatan untuk Raja Sukawati, namun usahanya sia-sia sampai Akhirnya raja Sukawati kembali ke alam baka.

Setelah Raja Sukawati meninggal terjadilah perebutan kekuasaan antara kedua putra Raja Sukawati yaitu I Dewa Agung Gde dan I Dewa Agung Made, masing masing ingin menggantikan kedudukan ayahnya sebagai kepala pemerintahan di Kerajaan Sukawati. Perselisihan yang akhirnya menyulut perang saudara dan menimbulkan banyak korban di kalangan rakyat Sukawati.

Didalam peperangan ini I Dewa Agung Made menderita kekalahan yang menyebabkan beliau menyingkir dari wilayah Sukawati menuju desa Peliatan dan mendirikan Puri baru yang bernama Puri Peliatan. Walaupun I Dewa Agung Gde sudah mendapat kemenangan hati beliau belum puas sebelum dapat menyingkirkan adik beliau selama lamanya, maka diseranglah kembali Puri Peliatan.

Dalam peperangan tersebut I Dewa Agung Made dapat meloloskan diri dari kepungan pasukan I Dewa Agung Gde dan minta perlindungan ke Kerajaan Badung. Ida Bhatara Sakti sebagai penguasa di wilayah Badung menerima dengan baik I Dewa Agung Made yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan Puri Agung Pemecutan. Sekian lama I Dewa Agung Made di Kerajaan Badung dan Puri Peliatan telah dikuasai oleh kakaknya yaitu I Dewa Angung Gde.

Kembali kepada Dewa Manggis api yang mengabdi di kerajaan Sukawati, beliau adalah keturunan Ida Dalem Segening (Raja Gelgel) yang beribu dari penawing (rakyat biasa). Ayah beliau bernama Dewa Manggis Bengkel yang mendirikan desa Beng. Ayahnya mempunyai 2 orang saudara dari lain ibu yaitu Dewa Ketut Pinatih dari Puri Serongga dan Dewa Gde Kesiman dari Puri Bitra.

Sesudah Raja Sukawati meninggal maka Dewa Manggis Api meninggalkan Kerajaan Sukawati kembali ke asalnya yaitu desa Beng. Kembalinya Dewa Manggis Api ke Desa Beng ternyata menimbulkan masalah dengan Cokorda Anom Bende yang merupakan saudara angkatnya dari Puri Pejeng. Perselihan tersebut menyebabkan Dewa Manggis api mengalah dan pergi dari Desa Beng menuju Desa Taman Bali untuk mengabdi kepada Raja Taman Bali yaitu I Dewa Gde Ngurah Pemecutan yang beribu dari keluarga Puri Agung Pemecutan.

Setelah beberapa lamanya Dewa Manggis Api mengabdi di Kerajaan Taman Bali, beliau dijemput oleh pamannya yaitu Dewa Ketut Pinatih dan Dewa Gde Kesiman yang mempunyai maksud untuk mendirikan kerajaan Baru sebab banyak rakyat Sukawati yang dulunya setia kepada Dewa Manggis Api apada waktu mengabdi di Kerajaan Sukawati yang pindah ke Puri Serongga,

Adapun Maksud kedua paman Dewa Manggis Api mendapat dukungan penuh dari I Dewa Gde Ngurah pemecutan asalkan kerajaan tersebut tidak dibangun di Desa Beng. Akhirnya diputuskan bahwa kerajaan baru tersebut akan dibangun agak keselatan di tempat Griya Ida Pedanda Tarukan.

(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.