Senin, 14 April 2014

Filled Under:

SEJARAH ISLAM DI PAPUA





Islam masuk lebih awal sebelum agama lainnya di Papua. Namun, banyak upaya pengaburan, seolah-olah, Papua adalah pulau Kristen. Bagaimana sejarahnya?
Upaya-upaya pengkaburan dan penghapusan sejarah dakwah Islam berlangsung dengan cara sistematis di seantero negeri ini. Setelah Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku diklaim sebagai kawasan Kristen, dengan berbagai potensi menariknya, Papua merupakan jualan terlaris saat ini. Papua diklaim milik Kristen!
Ironis, karena hal itu mengaburkan fakta dan data sebenarnya di mana Islam telah hadir berperan nyata jauh sebelum kedatangan mereka (agama Kristen Missionaris) .
Menurut HJ. de Graaf, seorang ahli sejarah asal Belanda, Islam hadir di Asia Tenggara melalui tiga cara : Pertama, melalui dakwah oleh para pedagang Muslim dalam alur perdagangan yang damai; kedua, melalui dakwah para dai dan orang-orang suci yang datang dari India atau Arab yang sengaja ingin mengislamkan orang-orang kafir; dan ketiga, melalui kekuasan atau peperangan dengan negara-negara penyembah berhala.
Dari catatan-catatan yang ada menunjukkan bahwa kedatangan Islam di tanah Papua, sesungguhnya sudah sangat lama. Islam datang ke sana melalui jalur-jalur perdagangan sebagaimana di kawasan lain di nusantara.
Sayangnya hingga saat ini belum ditentukan secara persis kapan hal itu terjadi. Sejumlah seminar yang pernah digelar seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang dilangsungkan di ibukota provinsi Kabupaten Fakfak dan di Jayapura pada tahun 1997, belum menemukan kesepakatan itu. Namun yang pasti, jauh sebelum para misionaris menginjakkan kakinya di kawasan ini, berdasarkan data otentik yang diketemukan saat ini menunjukkan bahwa muballigh-muballigh Islam telah lebih dahulu berada di sana.
Aktivitas dakwah Islam di Papua merupakan bagian dari rangkaian panjang syiar Islam di Nusantara. Menurut kesimpulan yang ditarik di dalam sebuah seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia, Medan 1963, Islam masuk ke Indonesia sudah sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Di mana daerah pertama yang didatangi oleh Islam adalah pesisir Utara Sumatera, dan setelah berkembangnya para pemeluk Islam, maka kerajaan Islam yang pertama di Indonesia ialah Kerajaaan Perlak, tahun 840, di Aceh.
Perkembangan agama Islam bertambah pesat pada masa Kerajaan Samudera Pasai, sehingga menjadi pusat kajian Agama Islam di Asia Tenggara. Saat itu dalam pengembangan pendidikan Islam mendapatkan dukungan dari pimpinan kerajaan, sultan, uleebalang, panglima sagi dan lain-lain. Setelah kerajaan Perlak, berturut-turut muncul Kerajaan Islam Samudera Pasai(1042), Kerajaan Islam Aceh(1025), Kerajaan Islam Benua Tamiah(1184) , Kerajaan Islam Darussalam(1511) .
Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa sebelum tahun 1416 Islam sudah masuk di Pulau Jawa. Penyiaran Islam pertama di tanah jawa dilakukan oleh Wali Songo (Wali Sembilan). Yang terkenal sebagai orang yang mula-mula memasukkan Islam ke Jawa ialah Maulana Malik Ibrahim yang meninggal tahun 1419. Ketika Portugis mendaratkan kakinya di pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1526, Islam sudah berpengaruh di sini yang dipimpin oleh Falatehan. Putera Falatehan, Hasanuddin, pada tahun 1552 oleh ayahnya diserahi memimpin Banten.
Di bawah pemerintahannya agama Islam terus berkembang. Dari Banten menjalar ke Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu. Juga di pulau Madura agama Islam berkembang.
Sejak Kerajaan Majapahit
Seorang Guru Besar Bidang Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, Dr. Moehammad Habib Mustofo, yang sekaligus Ketua Asosiasi Ahli Epigrafi Indonesia (AAEI) Jawa Timur menjelaskan bahwa dakwah Islam sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Apalagi dengan diketemukanya data artefak yang waktunya terentang antara 1368-1611M yang membuktikan adanya komunitas Muslim di sekitar Pusat Keraton Majapahit, di Troloyo, yakni sebuah daerah bagian selatan Pusat Keraton Majapahit yang waktu itu terdapat di Trowulan.
Kajian leh L.C. Damais dan de Casparis dari sudut paleografi membuktikan telah terjadi saling pengaruh antara dua kebudayaan yang berbeda (yakni antara Hindu-Budha- Islam) pada awal perkembangan Islam di Jawa Timur. Data-data tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya dakwah Islam sudah terjadi terjadi jauh sebelum keruntuhan total kerajaan Majapahit yakni tahun 1527M. Dengan kata lain, ketika kerajaan Majapahit berada di puncak kejayaannya, syiar Islam juga terus menggeliat melalui jalur-jalur perdagangan di daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Majapahit di delapan mandala (meliputi seluruh nusantara) hingga Malaysia, Brunei Darussalam, dan di seluruh kepulauan Papua.
Masa antara abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan Nusantara. Pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai Kerajaan Hindu-Budha mulai pudar. Sezaman dengan itu, muncul jaman baru yang ditandai penyebaran Islam melalui jalan perdagangan Nusantara.
Melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru.
Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama, sebagai wilayah yurisdiksinya. Keterangan mengenai hal itu antara disebutkan sebagai berikut:
“Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul”.
“Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur”.
Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah ahli bahasa yang dimaksud “Ewanin” adalah nama lain untuk daerah ” Onin” dan “Sran” adalah nama lain untuk “Kowiai”. Semua tempat itu berada di Kaimana, Fak-Fak. Dari data tersebut menjelaskan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.
Menurut Thomas W. Arnold : “The Preaching of Islam”, setelah kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berukutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, pengaruh kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung maupun tidak.
Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku.
Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus Edition, di buku “Irian Jaya”, hal 20 sebuah wadah sosial milik misionaris menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. Dalam kitab Negarakertagama, di abad ke 14 di sana ditulis tentang kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah di Irian yakni Onin dan Seran.
Bahkan lebih lanjut dijelaskan: Namun demikian armada-armada perdagangan yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.

….Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate di temukan di raja Ampat, di Sorong dan di seputar Fakfak dan diwilayah Kaimana
Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore sejak abad ke-XV. Sejumlah tokoh lokal, bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.

Kedatangan Orang Islam Pertama
Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa, masuknya Islam ke Papua, tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit, masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di mana pada masa itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni kerajaan Bacan.
Bahkan keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak tahun 1520 M dan telah menguasai beberapa daerah di Papua pada abad XVI telah tercatat dalam sejarah. Sejumlah daerah seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati pada abad XVI telah mendapat pengaruh dari ajaran Islam. Melalui pengaruh Sultan Bacan inilah maka sejumlah pemuka masyarakat di pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di wilayah pesisir. Sementara yang dipedalaman masih tetap menganut faham animisme.
Thomas Arnold yang seorang orientalis berkebangsaan Inggris memberi catatan kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut: “…beberapa suku Papua di pulau Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan oleh kaum pendatang dari Maluku”
Tentang masuk dan berkembangnya syi’ar Islam di daerah Papua, lebih lanjut Arnold menjelaskan: “Di Irian sendiri, hanya sedikit penduduk yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat [mungkin semenanjung Onin] oleh para pedagang Muslim yang berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606. Tetapi nampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad kemudian…”
Bila ditinjau dari laporan Arnold tersebut, maka berarti masuknya Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke XVII, atau dua abad lebih awal dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah Manokwari pada tahun 1855, yaitu ketika dua orang missionaris Jerman bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor kegiatan missionaris di sana.
Dalam buku “Nieuw Guinea” W.C. Klein menceritakan sebagai berikut : “de Heer Pieterz maakte on 1664 eenwreks naar Onin. Indie raiswaren ook een aantal mensen uitSoematera, Waarin de Heer Abdul Ghafur betrokken is” (Tuan Pieterz pada tahun 1664 melakukan perjalanan ke Onin di mana ikut serta beberapa orang dari Sumatera, termasuk Abdul Ghafur)
Bahkan bila ditelusuri dari catatan pewaris kesultanan Islam di kawasan ini, dapat diketahui bahwa kedatangan Agama Islam sebenarnya lebih tua lagi.
Di pusat kota Distrik Kokas, terdapat mesjid peninggalan sejarah penyebaran agama Islam di Papua Barat. Mesjid Tua Patumburak dibangun pada tahun 1870 oleh seorang imam bernama Abuhari Kilian.
Mesjid Tua Patimburak, Distrik Kokas, Fakfak. Pusat penyebaran agama Islam di Papua Barat.
Mesjid ini mempunyai desain yang unik. Bangunannya merupakan perpaduan mesjid dan gereja. Demikian juga dengan pilar pilarnya.Mesjid ini sampai sekarang masih menjadi pusat penyebaran agama Islam di Papua Barat.
Penyebaran agama Islam di Papua tak lepas dari kekuasaan Kesultanan Tidore. Menurut penuturan masyarakat Kokas, Agama Islam mulai masuk ke Papua Barat pada Abad XV. Sultan Ciliaci adalah sultan Tidore pertama yang mengenalkan agama Islam kepada masyarakat Kokas.
Pada masa Perang Pasifik (1941-1945), Distrik Kokas juga menjadi saksi pertempuaran perang tersebut. Tentara Jepang membangun basis pertahanan militer berupa gua. Terletak di pinggir pantai, gua ini menghadap ke laut. Memasuki gua tersebut, terdapat sebuah kerukan sepanjang 138 meter. Diperkirakan, dahulu tempat ini tempat menyimpan logistik untuk keperluan perang.
Setelah melakukan pendataan di tempat tempat tersebut, Tim Ekspedisi Garis Depan Nusantara kembali ke dermaga Kokas. Pukul 13.00 WIT, Kapal Layar Motor Cinta Laut mulai berlayar menuju Sorong, Papua Barat. Jarak dari Distrik Kokas ke Sorong sekitar 124 Mil laut dan akan ditempuh selama 24 jam pelayaran.
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat
Kepulauan Raja Ampat merupakan kepulauan yang berada di barat pulau Papua di provinsi Papua Barat merupakan terdapat salah satu kerajaan Islam, tepatnya di bagian kepala burung Papua. Kepulauan ini merupakan tujuan penyelam-penyelam yang tertarik akan keindahan pemandangan bawah lautnya
Kabupaten Raja Ampat memiliki populasi muslim sebanyak lima puluh persen, selebihnya pemeluk agama lain. Angka itu, jauh menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Padahal daerah ini dulunya adalah wilayah yang memiliki penduduk mayoritas muslim, sebab statusnya sebagai salah satu peninggalan kerajaan Islam Tidore.
“Mulai mengalami penyusutan sejak dilakukan pemekaran kabupaten. Sehingga banyak warga lain masuk ke Raja Ampat ini, yang kemudian menambah populasi agama lain di sana,” jelas pria tambun yang juga Kepala Dinas Keuangan Kabupaten Raja Ampat ini.
Lebih jauh dijelaskan Labagu, meskipun keadaannya seperti itu, kehidupan beragama di Raja Ampat sangatlah kondusif. Agama bagi masyarakat Raja Ampat, tidak akan memisahkan rasa kekeluargaan di antara mereka.
“Jadi di sana biasa ada dibilang agama keluarga. Dalam satu keluarga ada berbagai macam agama, tapi tetap sangat menjaga kekerabatan. Kristen, misalnya, itu mereka punya piring sendiri. Untuk yang muslim, mereka juga sudah sedia,” tukas Labagu.
Kabupaten Fakfak, Papua Barat
Kabupaten Fakfak sendiri yang memiliki luas wilayah 38.474 km2 dan berpenduduk sebanyak 50.584 jiwa (tahun 2000), justru sangat kental dengan Islam.
M. Syahban Garamatan, keturunan Raja Patipi, salah satu anak keturunan kerajaan yang pertama kali memeluk Islam di kabupaten itu mengatakan, kedatangan Islam di Fakfak sangat lama.
Banyak fakta yang bisa dijadikan saksi. Diantaranya adalah bukti otentik berupa keberadaan beberapa mushaf al-Qur’an dan kitab-kitab tua. Saat ini bukti otentik itu dijaga dengan baik oleh Ahmad Iba, salah satu pewaris Raja Patipi.
Mushaf al-Quran yang konon dibawa oleh Syeikh Iskandarsyah dari Kerajaan Samudera Pasai itu mendarat di daerah kekuasaan Kerajaan Mes, yang berada di daerah Kokas, sekitar 50 km dari pusat Kabupaten Fakfak. Di tempat ini ternyata sudah banyak penduduk yang masuk Islam. Bahkan dalam kerajaan itu pun terdapat masjid.
Selain mushaf al-Quran dan beberapa kitab-kitab tua, di kabupaten itu juga berdiri pusat ibadah umat Islam. Di Kampung Pattimburak, sekitar 10 km sebelum Kokas, berdiri sebuah masjid tua dengan arsitektur Portugis. Masjid Pattimburak, demikian kaum Muslim menyebut, diperkirakan dibangun sekitar tahun 1870 M. Namun sebagian masyarakat ada yang meyakini, masjid beratap dua tingkat berukuran sekitar 5 x 8 m persegi dan menyerupai bangunan gereja itu dibangun cukup lama. Ini saksi kehadiran agama Islam di kabupaten itu.
Kapal Dakwah Papua Gegerkan Aktivis Gereja
Gegernya aktifis gereja di Papua terkait keberadaan kapal dakwah itu, bermula dari berita yang disampaikan sekelompok orang Budha di Jakarta. Kabar itu kemudian tersebar di kalangan aktivis gereja, tepatnya di Jayapura. Kedatangan kapal dakwah dari Jakarta tersebut sontak membuat geger aktivis gereja. Mereka berkumpul dan menggelar rapat dengan sesama aktivis gereja, bahkan sempat minta klarifikasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat perihal kapal dakwah Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN), sebuah lembaga sosial-dakwah yang dipimpin oleh putra daerah Papua asal Fakfak, Ustadz Muhammad Zaaf Fadzlan Rabbani Al Garamatan atau yang lebih dikenal dengan Ustadz Fadzlan.
Perlu diketahui, beberapa waktu lalu (18/7), Badan Wakaf Al Qur’an (BWA) baru saja melakukan serah terima kapal dakwah kepada AFKN di Putri Duyung, Ancol, Jakarta . Hadir dalam acara tersebut, antara lain: Ustadz Harry Moekti, Opick, Dr Bambang Sardjono dari Departemen Kesehatan, Dr Kholiqurrahman Raus DAP (Ketua Dewan Pembina AFKN), Djuwono Banukisworo (Senior Vice President BNI Syariah), Ustadz Ihsan Salam (Direktur BWA).
Kapal Dakwah yang dinamakan AFKN Khilafah I itu berasal dari donatur umat Islam. Uang yang terkumpul tersebut dikoordinir oleh BWA melalui kegiatan penggalanan dana yang diberi tajuk “Papua Muslim Care” di Balai Kartini, Jakarta (9/1). Dana yang terkumpul pada malam itu, cukup fantastis, yakni, mencapai Rp 2 Milyar. Selain kapal dakwah, BWA juga mengajak para donator untuk berkomitmen dalam  program wakaf khusus, dalam pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di pedalaman Papua, rencananya akan ditempatkan di Kaimana. Ini merupakan program jangka panjang untuk Muslim Papua.
Kapal laut dakwah untuk Muslim Papua itu sendiri dibeli seharga Rp 600 juta. Kapal yang memiliki panjang 13,5 m dan lebar 3,3 meter ini mampu menampung 20 penumpang dan beban seberat 10 ton, juga dilengkapi standar keselamatan seperti rakit penyelamat, ringboy, karet pelampung serta alat komunikasi. Mengingat, perairan di Papua sangat luas, maka masalah transportasi menjadi sangat penting sebagai sarana dakwah..
Jika sebelumnya, AFKN harus menyewa kapal dengan biaya yang sangat mahal, belum lagi bahan bakarnya. Per liter bisa dikenakan Rp 23 ribu. “Terkadang, kita harus berhari-hari mengarungi laut dengan perahu. Jika menyewa boat, biaya pun habis untuk bahan bakar. Padahal, amanah berupa sedekah dari umat Islam dari berbagai daerah di Indonesia melalui AFKN harus disampaikan untuk Muslim Papua yang ada di pedalaman,” tutur Ustadz Fadzlan.
Selain berdakwah, AFKN sering membantu saudara-saudara muslim untuk memasarkan hasil karya tangan ataupun pertanian mereka. Sering kali, karena kesulitan alat transportasi, yang dibawa pun tidak banyak. Nah, dengan kapal dakwah, hasil panen atau kerajinan yang dihasilkan masyarakat Papua pedalaman bisa dipasarkan dalam jumlah yang banyak.
“Dalam waktu dekat ini, program kapal dakwah akan bersilaturahim dengan saudara-saudara Muslim Papua di seluruh wilayah dan desa-desa Islam, yang belum terjamah. Kehadiran kapal dakwah ini bisa membantu umat Muslim di wilayah pedalaman untuk memasarkan hasil pertaniannya. Diharapkan perekonomian umat Muslim di Papua bisa meningkat,” ujar Fadzlan.
Provokasi Gereja
Sejak kedatangan Kapal Dakwah AFKN tersebut, pihak gereja mulai memprovokasi dengan menyebarkan surat edaran kepada masyarakat dan sesama aktivis gereja di Papua, seputar ketakutan-ketakutan mereka. Disinyalir, mereka yang memprovokasi adalah sekelompok orang Ambon Kristen. “Saya sendiri belum melihat surat edaran. Sekarang disimpan mufti di Irian. Yang jelas, surat edaran itu disebarkan ke gereja dan masyarakat. Saya juga belum konfirmasi  teman-teman AFKN di Jayapura tentang langkah aktivis gereja selanjutnya,” kata Fadzlan.
Ketua MUI Jayapura yang didatangi aktivis gereja itu, mengontak Ustadz Fadzlan untuk minta klarifikasi. Ustadz  Fadzlan pun menanggapinya dengan enteng. “Itu opini sesat yang sengaja dibuat pihak gereja. Gereja memang selalu memprovokasi ketika AFKN melakukan sesuatu. Mereka selalu sinis bila melihat dakwah AFKN atau lembaga-lembaga lain. Sinisnya adalah mereka kerap membangun opini-opini keliru. Apapun yang terjadi, AFKN tetap berdakwah. Kami tidak ada urusan dengan mereka. Dakwah harus dilanjutkan,” jelas Fadzlan.
Tatkala AFKN membawa 55 ribu Al Qur’an dari Pelabuhan Tanjung Priok ke Papua, gereja geger. Padahal Al Qur’an itu adalah bantuan dari umat Islam yang dikoordinir oleh BWA. Isu lain yang disebarkan pihak gereja adalah  kapal dakwah ini memuat 1.500 orang untuk mengislamkan orang Irian. Gereja kembali geger ketika AFKN mengirim 35 mahasiswa, anak binaannya untuk melakukan program Kafilah Da’i yang ditempatkan di Teluk Bintuni dan Kabupaten Raja Ampat. Para mahasiswa itu berdakwah di kampung mereka.
Ditambah lagi, AFKN memiliki program beasiswa bagi generasi Muslim Papua untuk disekolahkan di luar Papua, dari tingkat SD hingga Perguruan Tinggi. Belum lama ini, misalnya, AFKN bekerjama dengan Departemen Kesehatan baru saja melepas 50 calon mahasiswa untuk belajar ilmu kebidanan dan keperawatan di Medan . Pemberian beasiswa ini bukan kali pertama, yang jelas sudah beberapa angkatan. Mereka ditempatkan di sejumlah pesantren dan perguruan tinggi beberapa kota di Indonesia .
Bagi Ustadz Fadzlan, pendidikan adalah investasi untuk mencerdaskan generasi Muslim Papua. Sepuluh atau dua puluh tahun ke depan, merekalah yang akan membangun Irian menjadi lebih baik dan bertauhid. Untuk mendapakan beasiswa, AFKN memberi persyaratan, misalnya, mereka harus lahir di Papua dan bisa mengaji. Bagi yang ahwat harus mengenakan jilbab.
AFKN pun kerap mendapat bantuan dari umat Islam, apa yang dibutuhkan Muslim Papua. Bantuan tersebut juga bukan yang pertama. Terakhir (9/6), AFKN menerima bantuan dari umat Islam di Jakarta dan sekitarnya berupa 20 karung pakaian layak pakai, 500 kardus berisi Al Quran, iqro, buku-buku, dan majalah, 150 kardus perlengkapan mandi, obat-obatan, 15 mesin jahit, 2 buah genset, 3 buah water torn, 25 gulung karpet masjid, serta 15 buah kuba masjid. Bantuan yang diangkut hingga delapan truk ini dibawa dari gudang AFKN di Bekasi menuju pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara untuk selanjutnya diangkut KM Ciremai menuju Pelabuhan Fakfak, Papua.
“Bantuan itu dalam rangka Safari Bhakti Dakwah dan Silaturahim ke-17 desa di pedalaman Papua. Sabun mandi saja jumlahnya sangat banyak, sampai dua truk. Begitu juga dengan kubah masjid. Semua bantuan akan kami salurkan ke masyarakat di kampung-kampung dhuafa dan muallaf di Papua,” jelas Fadzlan.
Melihat geliat dakwah yang dilakukan AFKN saat ini, boleh jadi  membuat gereja iri dan cemburu, seraya membangun opini sesat. Sampai-sampai mereka meminta AFKN  menyampaikan visi misi melalui surat pernyataan untuk mereka. Tetapi AFKN tidak memenuhi permintaan mereka.
“Semestinya mereka tidak boleh cemburu. Yang seharusnya cemburu adalah umat Islam, karena selama ini umat Islam di Irian kurang sekali mendapat fasilitas. Justru yang sering mendapat fasilitas adalah mereka (Kristen), baik dari negara maupun hasil kekayaan alam negeri yang mereka ambil. Otsus itu mereka yang makan semua, sementara umat Islam tidak ada. Bukankah selama ini seluruh orang Kristen, misionaris dan gereja, menggunakan pesawat modern, tapi umat Islam tidak ganggu. Kok dengan kapal kecil gini aja mereka cemburu,” tukas Fadzlan.
Melihat kesenjangan ini, AFKN ingin membangun keadilan dengan cara mendatangi semua lembaga Islam, majelis taklim dan semua umat Islam, dan menyerukan umat Islam agar menyelamatkan Muslim Irian. Karena umat Islam Irian adalah bagian dari NKRI.  Apa yang dilakukan AFKN adalah upaya untuk mendukung program pemerintah. Ketika Umat Islam kurang mendapat perhatian dan fasilitas, maka AFKN ingin terlibat untuk membantu umat, khususnya Muslim Papua.
Ketika ditanya, perlukah AFKN melakukan pertemuan dengan aktivis gereja? “Kalau mereka mau, saya akan temui. Tapi harus ada beberapa persyaratan. Pertemuan tidak boleh dilakukan di Irian, harus di tengah-tengah umat Islam.”
Bantu Program Pemerintah
Seperti diketahui, pemerintah daerah Kabupaten Fakfak sedang menjalankan program buta aksara kitab suci (Al Qur’an dan Injil). Untuk mewujudkan program pemerintah tersebut, AFKN membantu dalam memberantas buta aksara kitab suci, dalam hal ini Al Qur’an bagi umat Islam. “Buta Aksara Kitab Suci adalah program pemerintah, tapi AFKN yang melaksanakan. Masyarakat bersama pemerintah silahkan membangun negeri ini, tapi bangun dengan cara yang ahsan, bukan dengan egoistic dan hawa nafsu serta kebodohan,” kata Fadzlan.
Ketika AFKN membawa Al Qur’an atas bantuan umat Islam di Jakarta , mereka menuduh pemerintah, seakan-akan pemerintah yang membiayai itu semua. Padahal AFKN tidak ada hubungannya dengan pemerintah. Kalau hubungan sebagai anak bangsa ya. Tapi kalau secara finansial, pemerintah tidak ada kaitannya sama sekali.
Pola dakwah AFKN sendiri, dikatakan Fadzlan, selalu melakukannya dengan cara damai, tidak ada unsur kekerasan. Mereka terlalu berlebihan dalam menilai AFKN. Padahal AFKN selalu santai, dan berdakwah dengan kecerdasan. Kalau ada yang masuk Islam, AFKN tidak pernah memaksa orang-orang tertentu.
Terhadap reaksi aktivis gereja terkait kapal dakwah, tidak membuat AFKN  terpancing dengan provokasi kelompok Nasrani. “Kita ingin hidup dengan kecerdasan bersama orang lain, sekalipun kita difitnah, diancam, dipenjara, bahkan dibunuh sekalipun. Kita tidak ingin merusak dan mengotori negeri yang kita cintai ini. Kita ingin negeri ini aman, damai, dan makmur. AFKN ingin membangun masyarakat Irian dengan ilmu dan kecerdasan.”
Ketika ditanya, kenapa baru kali ini mereka gerah dengan dakwah AFKN, bukan kah AFKN sudah lama berdakwah? “Itulah ketakutan mereka. Intinya, mereka tidak suka dengan dakwah Islam, dan mereka ingin melarang. Yang jelas, saat ini belum ada gangguan terhadap dakwah AFKN.  Irian itu negeri Muslim kok,” tandas Fadzlan.
Yang membuat aktivis gereja geger adalah perihal isu yang beredar, bahwa Qur’an sebanyak 55 ribu itu akan dibagi-bagikan kepada kaum Nasrani. “Kalau ada orang Kristen yang meminta Al Qur’an untuk dipelajari, ya kami kasih, karena mereka ingin baca. Siapa tahu kehidupan mereka jauh lebih baik. Tapi kalau AFKN membagi Al Qur’an pada gereja atau aktivis gereja, jelas tidak mungkin. Kita hanya melayani orang yang mau membaca Al Qur’an, dalam hal ini umat Islam. Dulu kami hanya membagikan satu mushaf Alquran ke tiap masjid. Sekarang, satu keluarga satu Alquran. Kadang mereka berkelahi karena berebutan Alquran, seperti orang berebutan sembako.”
Tidak ada kekhawatiran sedikit pun pada aktivis dakwah AFKN soal kemungkinan terjadinya pemboikotan terhadap kapal dakwah. Ustadz Fadzlan yakin, kebenaran itu datang dari Allah Swt, maka jangan kamu ragu. Untuk apa takut. Kita hanya takut pada Allah Swt saja. “Belum lama, saya mendapat SMS dari seorang romo yang menyampaikan pesan bunda Maria. Tapi saya tidak membalas SMS-nya. Karena saya anggap itu, adalah orang-orang yang ingin berspekulasi.”
Menurut rencana, Insya Allah kapal dakwah ini akan diwakafkan sebanyak tiga kapal. Termasuk pengadaan, ambulance dan helicopter. Bahkan AFKN akan membeli pulau khusus untuk kegiatan dakwah. AFKN sudah mempersiapkan tanah seluas 150 hektar di Fakfak-Papua. Nantinya akan mempersiapkan generasi Irian secara khusus agar mereka menyiapkan dirinya dengan SDM yang baik dan membangun tauhid.
Jika sebelumnya AFKN berdakwah dengan jalan kaki, perahu kayu, kini dengan kapal dakwah. “Dengan satu kapal saja, tentu tidak cukup. Perlu banyak kapal untuk dakwah secara merata hingga ke pelosok desa-desa Papua. Tapi kenapa aktivis gereja gerah?” tukas Fadzlan heran.



Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.