1. Ali Mughayat Syah dari Aceh
Sultan Alaidin Ali Mughaiyat Syah adalah pendiri dan sultan pertama Kesultanan Aceh, bertahta dari tahun 1514 sampai meninggal tahun 1530.Mulai tahun 1520 ia memulai kampanye militer untuk menguasai bagian utara Sumatera. Kampanye pertamanya adalah Daya, di sebelah barat laut, yang menurut Tomé Pires belum mengenal Islam. Selanjutnya paskuan melebarkan sayap sampai ke pantai timur yang terkenal kaya akan rempah-rempah dan emas. Untuk memperkuat perekonomian rakyat dan kekuatan militer laut didirikanlah banyak pelabuhan.
Penyerangan ke Deli dan Aru adalah perluasan daerah terakhir yang dilakukannya. Di Deli, yang meliputi Pedir (Pidie) dan Pasai, pasukannya mampu mengusir garnisun Portugis dari daerah itu. Namun demikian, dalam penyerangan tahun 1824 terhadap Aru tentaranya dapat dikalahkan oleh armada Portugis. Aksi militer ini ternyata juga mengancam Johor, selain Portugis, sebagai kekuatan militer laut di kawasan itu.
Setelah meninggal tahun 1530, ia digantikan oleh putranya, Salahuddin.
Sumber
2. Sultan Shalahuddin
Dalam sejarah Kesultanan Aceh, Salahuddin merupakan Sultan Aceh kedua, yang berkuasa dari tahun 1530 sampai 1537 atau 1539. Ia merupakan anak tertua dari Sultan Ali Mughayat Syah, sultan pertama Aceh. Berbeda dengan ayah dan saudaranya, Sultan Alauddin al-Qahhar, yang menggantikannya, ia adalah penguasa yang lemah.Masih belum jelas kapan ia diturunkan dari kekuasaan. Apakah sebelum atau sesudah penyerangan yang gagal ke Kesultanan Malaka tahun 1537. Hoesein Djajadiningrat yakin bahwa kudeta berjalan dulu dan kemudian penyerangan dilakukan oleh Sultan Alauddin al-Qahhar,[1] sedangkan Lombard menempatkan kudeta, dua tahun setelah penyerangan, yang mana Lombard percaya dipimpin oleh Salahuddin sendiri.[2]
Referensi
- ^ Hoesein Djajadiningrat, "Critisch overzicht van de in Maleische werken vervatte gegevens over de geschiedenis van het Soeltanaat van Atjeh", Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, vol. 65 (1911), pp. 135-265. Cited in Ricklefs, 33
- ^ Denys Lombard, Le Sultanat d'Atjéh au temps d'Iskandar Muda, 1607-1636 ("Kesultanan Aceh di masa Iskandar Muda, 1607-1636), Paris, École Française d'Extrême-Orient, 1967. Dikutip di Ricklefs, 33
3. Sultan Alauddin al-Qahhar
Sultan Alauddin al-Qahhar bergelar resmi `Ala ad-Din Ri`ayat Syah al-Kahhar adalah Sultan Aceh ketiga yang memerintah dari tahun 1537 atau sekitar tahun 1539 menurut Lombard[1] hingga tahun 1568 atau 8 Jumadil awal 979 H / 28 September 1571[1]. ia menggantikan saudaranya Sultan Salahuddin pada tahun 1537 atau 1539 pada kudeta kerajaan kerajaan. Dalam tradisi Aceh, ia juga dikenang sebagai penguasa yang memisahkan masyarakat Aceh ke grup administratif (kaum atau sukeë).Kampanye militer
Pada saat naik tahta, Sultan Alauddin Al-Qahhar nampak menyadari kebutuhan Aceh untuk meminta bantuan militer kepada Turki. Bukan hanya untuk mengusir Portugis di Malaka, namun juga untuk melakukan futuhat ke wilayah-wilayah lain, khususnya daerah pedalaman Sumatera, seperti daerah Batak pada tahun 1539. Dalam penyerbuan itu, ia menggunakan pasukan Turki, Arab, dan Abbesinia.[2] Pasukan Turki berjumlah 160 orang ditambah 200 orang tentara dari Malabar membentuk kelompok elit angkatan bersenjata Aceh. Mendez Pinto, yang mengamati perang antara pasukan Aceh dengan Batak melaporkan kembalinya armada Aceh di bawah komando orang Turki bernama Hamid Khan, keponakan Pasha di Kairo.[3]Ia juga menyerang Kerajaan Aru, tetapi dilawan oleh pasukan Kesultanan Johor. Tahun 1547, secara pribadi ia terlibat dalam serangan yang gagal ke Kesultanan Malaka. Setelah kejadian ini, Aceh berubah menjadi negara yang damai selama 10 tahun pada dekade 1550-an.
Akan tetapi, pada tahun 1564 atau 1565, ia menyerang Johor dan membawa Sultannya, Alauddin Riayat Shah II dari Johor, ke Aceh dan ia-pun dihukum mati, kemudian menobatkan Muzaffar II dari Johor di takhta Kesultanan Johor. Aceh kemudian mengambil kekuasan atas Aru dari Kesultanan Johor. Tahun 1568 ia melancarkan kembali serangan yang gagal ke Malaka. Ketika Muzaffar diracun di Johor, Alauddin mengirimkan armadanya ke Johor, tetapi harus kembali karena pertahanan Johor yang kuat.
Referensi
- M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1300, Stanford: Stanford University Press, 1994, pages 33.
- ^ a b Denys Lombard, Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia, 2006. ISBN 979-9100-49-6
- ^ Pusponegoro, Marwati Djuned (1984). Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Balai Pustaka. hlm. 33.
- ^ Azra, Azyumardi (2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Prenada Media. hlm. 27–28.
4. Sultan Husain Ali Riayat Syah
Sultan Husain Ali Riayat Syah adalah Sultan Aceh keempat yang memerintah dari tahun 1568 atau 1571 menurut Lombard[1] hingga tahun 1575 atau tanggal 8 Juni 1579 menurut Lombard.[1] Ia merupakan putera dari Sultan Alauddin al-Qahhar.
Referensi
- ^ a b LOMBARD, Denys. Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia, 2006. ISBN 979-9100-49-6
5. Sultan Muda
6. Sultan Sri Alam
Sultan Sri Alam adalah Sultan Aceh ke-6 yang memerintah dari tahun 1575 hingga tahun 1576, menurut Lombard, ia hanya berkuasa pada tahun 1579[1]. Sri Alam merupakan putera dari Sultan Alauddin al-Qahhar, Sultan Aceh ke-3, selain itu ia juga menjabat sebagai Raja Priaman atau Pariaman.[1]Sultan Sri Alam sebelumnya bernama Sri Alam Firman Syah yang dinikahkan dengan Raja Dewi, putri Sultan Munawar Syah dari Inderapura. Hulubalang dari Inderapura disebut-sebut berkomplot dalam pembunuhan putra dari Sultan Husain Ali Riayat Syah yang bernama Sultan Muda, sehingga melancarkan jalan buat suami Raja Dewi naik tahta dengan nama Sultan Sri Alam pada 1576. Namun kekuasaannya hanya berlangsung selama tiga tahun sebelum disingkirkan dengan dukungan para ulama.[2]
Namun pengaruh Inderapura tak dapat disingkirkan begitu saja. Dari 1586 sampai 1588 saudara Raja Dewi yang bernama Sultan Buyong memerintah dengan gelar Sultan Ali Ri'ayat Syah II, sebelum akhirnya terbunuh oleh intrik ulama Aceh.[2]
Referensi
- ^ a b LOMBARD, Denys. Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia, 2006. ISBN 979-9100-49-6
- ^ a b Kathiritammby-Wells, J. "The Inderapura Sultanate: The Foundations of Its Rise and Decline, from the Sixteenth to the Eighteenth Centuries" (PDF). Diakses 1 Juni. Unknown parameter
|accessyear=
ignored (help)
7. Zainal Abidin dari Aceh
Sultan Zainal Abidin adalah Sultan Aceh yang memerintah dari tahun 1576 hingga tahun 1577, sedangkan menurut Lombard, ia hanya berkuasa pada tahun 1579[1]. Zainal Abidin merupakan cucu dari Sultan Alauddin al-Qahhar.[1]Referensi
- ^ a b LOMBARD, Denys. Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia, 2006. ISBN 979-9100-49-6
8. Sultan Alauddin Mansur Syah
9. Sultan Ali
10. Sultan Alauddin Riayat Syah
11. Sultan Ali Riayat Syah
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar