Oleh : Gus Uwik
Abdurrauf
al-Sinkili (1024-1105/1615 1693), yang Nama lengkapnya adalah 'Abd
al-Ra'uf bin 'Ali al-jawi al-Fansuri as-Sinkili adalah seorang Melayu
dari Fansur, Sinkil (Singkel) di wilayah pantai barat laut Aceh. Ayahnya
adalah seorang Arab bernama Syaikh Ali. Hingga saat ini, tidak ada data
pasti mengenai tanggal dan tahun kelahirannya.
Al-Sinkili kecil telah belajar agama di tanah kelahirannya, baik dari ayahnya maupun dari para ulama setempat lainnya, hingga
pada sekitar tahun 1642. Selanjutnya ia mengembara untuk menambah
pengetahuan agama ke Tanah Arab. Di Tanah Arab, selama 19 tahun
al-Sinkili belajar agama pada tidak kurang dari 15 orang guru, 27 ulama
terkenal, dan 15 tokoh mistik kenamaan di Jeddah, Makkah, Madinah,
Mokha, Bait al-Faqih dll. Dengan bekal pengetahuannya ini, al-Sinkili
menjadi seorang ulama yang mumpuni, baik dalam ilmu-ilmu batin, yakni
tasawuf, maupun ilmu-ilmu lahir seperti tafsir, fikih, hadis, dll.
Perpaduan dua bidang ilmu tersebut sangat mempengaruhi sikap keilmuan
al-Sinkili kelak, yang sangat menekankan perpaduan antara syariah dan
tasawuf.
Sepulangnya dari Arabia, Abdurrauf dipercaya oleh Sultanah untuk
memegang jabatan Qadhi Malik al-‘Adil. Menurut A. Hasjmy (1975), jabatan
ini dalam struktur Kerajaan Aceh saat itu merupakan posisi terpenting
kedua setelah kepala negara yang bergelar Sultan Imam ‘Adil: yakni
seorang mufti yang bertanggung jawab atas masalah-masalah keagamaan.
Pola hubungan penguasa dengan tokoh intelektual keagamaan di Aceh sejak
awal memang menarik, karena "hubungan mesra" itu—seperti diisyaratkan A.
Hasjmy (1977)—telah mendarah daging, menjadi bagian dari filsafat hidup
dan filsafat politik. Pola hubungan istana-ulama semacam inilah yang
menjadikan penyebaran Islam pada masa-masa awal, khususnya di Aceh,
menjadi fenomena Istana. Istana Kerajaan menjadi pusat pengembangan
intelektual Islam atas perlindungan resmi para Sultan atau Sultanah.
Secara umum, Abdul Rauf memang dikenal sebagai ulama tasawuf. Namun
menurut pemahamannya, harus ada harmoni antara syariah dan sufisme.
Dalam karya-karyanya ia menyatakan bahwa tasawuf harus bekerjasama
dengan syariah. Hanya dengan kepatuhan yang total terhadap syariahlah
seorang pencari di jalan sufi dapat memperoleh pengalaman hakikat yang
sejati.
Dalam pandangannya, tasawuf harus dilakukan seiring dengan dan berada di
bawah kontrol syariah. Sebagai penganut aliran neo¬sufisme, al-Sinkili
menekankan pentingnya hadis-hadis Nabi saw. dalam praktik keagamaan
Muslim. ia menulis dua buah karya di bidang hadis: yakni penafsiran atas
Hadis Arba'in karangan al Nawawi dan al-Mawaa'izh al-Badi'ah. Yang
terakhir ini bersisi koleksi hadis-hadis qudsi¬ wahyu Tuhan yang
disampaikan melalui kata-kata Nabi saw. sendiri.
Penekanannya tentang pentingnya syariah dalam tasawuf muncul dalam Mirat
at-Tulab fi Tashil Ma'rifah al-Ahkam asy-Syar'iyyah li al-Malik
al-Wahab (Cermin Para Penuntut Ilmu untuk Memudahkan Pemahaman atas
Hukum-hukum Syariah dari Tuhan—bahasa Melayu). Kitab ini merupakan kitab
Melayu terlengkap yang membicarakan syariah. Sejak terbit, kitab ini
menjadi rujukan para kadi atau hakim di wilayah Kesultanan Aceh. Dalam
kitabnya ini, Abdul Rauf tidak membicarakan fikih ibadah, melainkan tiga
cabang ilmu hukum Islam dari mazhab Syafii, yaitu hukum mengenai
perdagangan dan undang-undang sipil atau kewarganegaraan, hukum
perkawinan dan hukum tentang jinayat atau kejahatan.
Bidang pertama termasuk fikih muamalah dan mencakup urusan jual-beli,
hukum riba, kemitraan dalam berdagang, perdagangan buah-buahan, sayuran,
utang-piutang, hak milik atau harta anak kecil, sewa menyewa, wakaf,
hukum barang hilang, dan lain-lain. Bidang yang berkaitan dengan
perkawinan mencakup soal nikah, wali, upacara perkawinan, hukum talak,
rujuk, fasah, nafkah, dan lain-lain. Adapun jinayat mencakup hukuman
pemberontakan, perampokan, pencurian, perbuatan zinah, hukum membunuh,
dan lain-lain. Karya tulis yang cukup lengkap inilah yang semakin
mempertegas bahwa beliau bukanlah sekadar seorang sufi yang menjauhkan
diri dari kehidupan dunia, namun lebih dari itu, seorang yang lebih
tepat dikatakan zuhud terhadap dunia dan sangat peduli terhadap
permasalahan-permasalahan umat.
Karya penting lain yang dilahirkan al-Sinkili adalah Tarjumaan
al-Mustafid, sebuah tafsir al-Quran dalam bahasa Melayu. Al-Sinkili
adalah orang pertama di Melayu-Nusantara yang menulis tafsir al-Quran
secara lengkap. Karena itu, tidak mengherankan bahwa karya ini beredar
luas di wilayah Melayu-Nusantara. Menurut Peter Riddell dan Salman
Harun—masing-masing dari Australia dan IAIN Jakarta—Tarjumaan
al-¬Mustafid merupakan terjemahan dari Tafsir julaalayn, kecuali pada
bagian-bagian tertentu al Sinkili mengacu pada Tafsir at-Baydlaawi dan
al Khazin. Hal ini dengan jelas membuktikkan bahwa al-Sinkili menulis
Tarjumaan al-Mustafid berdasarkan sumber-sumber tafsir yang otoritatif
karangan para ulama terkemuka. Ini sekaligus membuktikan bahwa
al-Sinkili adalah seorang ulama yang telah memberi kontribusi penting
dalam tradisi intelektual Islam di dunia Melayu Nusantara dan di Asia
Tenggara umumnya.
Syaikh Abdul Rauf Singkel memiliki banyak murid yang tersebar di
Kepulauan Nusantara. Dua muridnya juga masyhur, yaitu Syaikh Jamaluddin
al-Tursani dan Syaikh Yusuf al-Makasari.
Pada saat Abdul Rauf menjadi mufti; Aceh adalah kesultanan yang sangat
penting di dunia Melayu karena menjadi tempat persinggahan para jemaah
haji. Orang dari Jawa dan daerah lain di Indonesia yang pergi naik haji,
harus singgah di Aceh. Sewaktu di Aceh, tidak sedikit pula dari jemaah
haji belajar agama dan ilmu tasawuf kepada Abdul Rauf (A.H. Johns dalam
Liaw Yock Fang, 1975: 197). Mungkin inilah sebabnya tarekat Syattariyah
agak populer di Jawa dan nama Abdul Rauf sering disebut dalam silsilah
tarekat tersebut. Sebuah karangan Abdul Rauf, yaitu Dakai'ik al Huruf,
dikutip dalam At-Tuhfa al-Mursala i1a Ruh an-Nadi, sebuah risalah ilmu
tasawuf yang sangat penting di Jawa.
Sumber
Selasa, 28 Januari 2014
Filled Under:
tokoh
ABDURRAUF SINGKEL Qadi Malik Al-‘Adil dari Serambi Makkah
Posted By:
Unknown
on 18.20
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar