Sabtu, 21 Desember 2013

Filled Under:

Yustinianus I (1)

Kaisar Bizantium
Memerintah 1 Agustus 527 – 14 November 565
(40 tahun, 97 hari)
Pendahulu Yustinus I
Pengganti Yustinus II

Pasangan Theodora
Nama lengkap
Flavius Petrus Sabbatius Yustinianus
Wangsa Yustinianus
Ayah Sabbatius
Ibu Vigilantia
Lahir 11 Mei 483
Tauresium, Dardania
Meninggal 14 November 565 (umur 82)
Konstantinopel
 
Yustinianus I (bahasa Latin: Flavius Petrus Sabbatius Yustinianus; bahasa Yunani: Φλάβιος Πέτρος Σαββάτιος Ἰουστινιανός; 483 – 13 atau 14 November 565), umumnya dikenal dengan nama Yustinianus yang Agung, adalah Kaisar Romawi Timur (Bizantium) yang berkuasa dari tahun 527 hingga 565. Pada masa kekuasaannya, ia berusaha mengembalikan kejayaan kekaisaran dan menaklukkan kembali bagian barat Kekaisaran Romawi.

Ia merupakan salah satu tokoh terpenting pada abad kuno. Masa kekuasaannya ditandai dengan renovatio imperii (restorasi kekaisaran) yang ambisius.[1] Ambisi ini ditunjukkan melalui pemulihan sebagian wilayah Kekaisaran Romawi Barat, termasuk kota Roma sendiri. Selain itu, pada masa kekuasaannya, ditulis hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang masih menjadi dasar bagi hukum masyarakat di negara-negara modern. Pada masanya pula, budaya Bizantium berkembang, dan program pembangunannya melahirkan karya-karya besar, seperti pembangunan kembali Hagia Sophia yang menjadi pusat Ortodoks Timur selama berabad-abad.

Yustinianus dianggap sebagai santo oleh orang-orang yang menganut agama Ortodoks Timur. Ia juga dikenang dalam beberapa Gereja Lutheran.[2]

Ia adalah kaisar terakhir yang menuturkan Latin sebagai bahasa ibu.[3]

Potret Yustinianus di Basilika San Vitale, Ravenna

Kehidupan

Kota kuno Tauresium, tempat kelahiran Yustinianus I, kini merupakan bagian dari Republik Makedonia.

Yustinianus lahir di Tauresium, Provinsi Dardania (letak tepatnya masih diperdebatkan, kemungkinan di dekat Lebane, Serbia Selatan, atau Taor di dekat Skopje, Republik Makedonia), tahun 483.[4] Keluarganya yang berbahasa Latin diduga memiliki asal usul Trako-Romawi atau Illyro-Romawi.[5][6][7] Nama ayahnya adalah Sabbatius, sedangkan ibunya bernama Vigilantia.

Cognomen Iustinianus yang didapatnya menunjukkan bahwa ia diadopsi oleh pamannya (yang juga saudara kandung Vigilantia), Yustinus. Yustinus adalah seorang penjaga kekaisaran (atau excubitores). Ia membawa Yustinianus ke Konstantinopel dan menjamin pendidikan anak itu.[8] Maka Yustinianus memiliki pendidikan dalam bidang yurisprudensi, teologi, dan sejarah Romawi.[8] Ia pernah bekerja selama beberapa waktu dengan excubitores, tetapi informasi lengkap mengenai karier awalnya kurang diketahui.[8] Penulis kronik John Malalas, yang hidup pada masa kekuasaan Yustinianus, mendeskripsikan penampilan Yustinianus yang pendek, berkulit putih, berambut keriting, berwajah bundar, dan rupawan. Procopius, penulis kronik lain, membandingkan penampilan Yustinianus dengan kaisar tiran Domitianus, walaupun ini mungkin tidak benar.[9]

Ketika Kaisar Anastasius mangkat pada tahun 518, Yustinus dinyatakan sebagai kaisar baru, dengan bantuan dari Yustinianus.[8] Selama masa kekuasaan Yustinus (518–527), Yustinianus adalah tangan kanan kaisar. Ia telah menunjukkan banyak ambisi. Ketika Yustinus menjadi semakin pikun pada akhir kekuasaannya, Yustinianus menjadi penguasa de facto.[8] Yustinianus ditunjuk sebagai konsul pada tahun 521, dan selanjutnya menjadi komandan angkatan bersenjata timur.[8][10] Setelah wafatnya Yustinus I pada 1 Agustus 527, Yustinianus menjadi penguasa penuh.[8]

Sebagai penguasa, Yustinianus menunjukkan semangat yang besar. Ia dikenal sebagai "kaisar yang tidak pernah tidur" dalam catatan mengenai etos kerjanya. Yustinianus juga dikenal bersedia menerima nasihat dan mudah didekati.[11] Keluarga Yustinianus berasal dari latar belakang yang rendah, sehingga ia tidak memiliki dasar kekuatan di aristokrasi lama Konstantinopel. Akan tetapi, Yustinianus dikelilingi oleh bawahan-bawahan yang berbakat, yang dipilih bukan berdasarkan latar belakang aristokrat, tetapi atas dasar jasa. Sekitar tahun 525, ia menikahi Theodora, seorang courtesan ("pemberi asmara" di istana) yang dua puluh tahun lebih muda darinya. Menurut hukum lama, Yustinianus tak bisa menikahinya karena kelas sosialnya, tetapi Kaisar Yustinus I telah mengesahkan hukum yang memperbolehkan pernikahan antar kelas sosial yang berbeda.[12] Theodora akan menjadi tokoh yang berpengaruh dalam politik Kekaisaran, dan kaisar-kaisar selanjutnya akan mengikuti jejak Yustinianus dalam menikah diluar kelas aristokrat. Pernikahan ini menimbulkan skandal, tetapi Theodora terbukti merupakan tokoh yang pintar, penilai karakter yang baik, dan pendukung terbesar Yustinianus.

Ia terjangkit penyakit pes pada awal tahun 540-an, tetapi berhasil sembuh. Theodora meninggal pada tahun 548, kemungkinan karena kanker,[13] dalam usia yang relatif muda. Yustinianus, yang tertarik dengan masalah teologis dan banyak terlibat dalam debat mengenai doktrin Kristen,[14] menjadi semakin setia kepada agama pada masa akhir hidupnya. Ketika meninggal dunia pada malam 13-14 November 565, ia tak memiliki anak. Yustinianus digantikan oleh Yustinus II. Jenazah Yustinianus dimakamkan dalam mausoleum di Gereja Rasul Suci.

Pembuatan undang-undang

Ukiran Yustinianus menghiasi bagian dalam gedung Dewan Perwakilan Amerika Serikat. Ukiran tersebut merupakan salah satu dari 23 ukiran pemberi hukum terbesar sepanjang sejarah di Dewan Perwakilan AS.

Yustinianus terkenal akan reformasi yudisialnya, yang dilakukan dengan meninjau kembali seluruh hukum Romawi,[15] yang sebelumnya tak pernah dicoba. Seluruh undang-undang Yustinianus kini dikenal dengan istilah Corpus juris civilis. Undang-undang tersebut terdiri dari Codex Yustinianus, Digesta atau Pandectae, Institutiones, dan Novellae.

Pada masa awal kekuasaannya, Yustinianus menunjuk quaestor Tribonianus untuk mengawasi tugas ini. Rancangan pertama Codex Yustinianus (kodifikasi konstitusi kekaisaran dari abad ke-2 hingga seterusnya) diterbitkan pada tanggal 7 April 529. (versi terakhir diterbitkan pada tahun 534.) Selanjutnya, Digesta (atau Pandectae), kumpulan naskah hukum yang lebih tua, dan Institutiones, buku yang menjelaskan prinsip-prinsip hukum, diterbitkan tahun 533. Novellae, kumpulan hukum-hukum baru yang diterbitkan pada masa Yustinianus, melengkapi Corpus. Berbeda dengan sebagian isi corpus, Novellae ditulis dalam bahasa Yunani, bahasa yang banyak digunakan di Romawi Timur.

Kitab Tribonianus menjamin keselamatan hukum Romawi, serta membentuk dasar hukum Bizantium selanjutnya. Satu-satunya provinsi di barat tempat kitab Yustinianus diperkenalkan adalah Italia (setelah penaklukan, melalui sanksi pragmatik tahun 554),[16] yang selanjutnya tersampaikan ke Eropa Barat pada abad ke-12 dan menjadi dasar kitab hukum Eropa. Kitab tersebut juga sampai ke Eropa Timur dan Rusia.[17] Kitab-kitab Yustinianus masih berpengaruh hingga kini.

Kerusuhan Nika

Keputusan Yustinianus untuk menunjuk penasihat yang efisien tetapi tidak populer telah membahayakan kedudukannya. Pada Januari 532, pengikut fraksi balap chariot di Konstantinopel, yang sebelumnya saling terpisah, bersatu melawan Yustinianus dalam pemberontakan yang dikenal dengan nama kerusuhan Nika. Mereka memaksanya untuk memecat Tribonianus dan dua menteri lainnya, dan juga berusaha menjatuhkan Yustinianus dan mengangkat senator Hypatius (yang merupakan keponakan kaisar Anastasius) sebagai pengganti. Kerusuhan meletus, dan Yustinianus mempertimbangkan untuk lari dari ibukota, namun Theodora mencegahnya dengan berkata, "Siapapun yang telah mengenakan mahkota kekaisaran tidak boleh berpasrah melihat kehilangannya. Tak kan pernah aku melihat seharipun aku tidak disapa sebagai permaisuri."[18] Dua hari selanjutnya, Yustinianus memerintahkan jenderal Belisarius dan Mundus untuk memadamkan kerusuhan. Procopius memperkirakan bahwa 30.000[19] penduduk tak bersenjata tewas terbunuh di Hippodrome. Atas desakan Theodora, yang tampaknya berlawanan dengan pertimbangan sang kaisar sendiri,[20] Yustinianus menghukum mati Hypatius.[21]

Kehancuran yang diakibatkan oleh kerusuhan memberikan Yustinianus kesempatan untuk mengikat namanya dalam bangunan-bangunan baru, seperti Hagia Sophia.

Penaklukan militer

Salah satu ciri dalam masa kekuasaan Yustinianus adalah usaha pemulihan wilayah Romawi Barat yang hilang pada abad ke-5.[22] Kaisar Yustinianus tidak pernah terlibat langsung dalam peperangan, tetapi ia menunjukkan keberhasilannya dalam pengantar hukum-hukumnya, dan mengenangnya dalam karya seni.[23] Penaklukan kembali kebanyakan dilakukan oleh jenderalnya, Belisarius.[24]

Perang melawan Sassaniyah 527–532

Yustinianus mewarisi permusuhan dengan Persia Sassaniyah dari pamannya.[25] Pada tahun 530, tentara Persia berhasil dikalahkan dalam Pertempuran Dara, tetapi pada tahun-tahun berikutnya, tentara Romawi di bawah pimpinan Belisarius dikalahkan dalam Pertempuran Callinicum. Ketika raja Kavadh I dari Persia wafat (September 531), Yustinianus menutup peperangan melalui "Perdamaian Abadi" (yang menghabiskan biaya 11.000 pon emas)[26] dengan raja Persia yang baru, Khosrau I (532). Setelah mengamankan front timur, Yustinianus mengalihkan perhatiannya ke Barat, tempat kerajaan-kerajaan Jermanik Aria didirikan di wilayah bekas Kekaisaran Romawi Barat.

Penaklukan Afrika Utara 533–534

Mosaik di Basilika Sant'Apollinare Nuovo, Ravenna, yang menggambarkan Kaisar Yustinianus. Gambar ini kemungkinan merupakan potret Theodoric yang diubah.

Kerajaan barat pertama yang diserang Yustinianus adalah kerajaan milik bangsa Vandal di Afrika Utara. Raja Hilderic, yang memiliki hubungan baik dengan Yustinianus dan klerus Katolik Afrika Utara, telah dijatuhkan oleh sepupunya, Gelimer tahun 530. Yustinianus menentang tindakan Gelimer dan meminta agar Gelimer mengembalikan kerajaan kepada Hilderic. Akan tetapi, Gelimer menolak. Yustinianus menggunakannya sebagai alasan. Dengan disetujuinya perdamaian di Timur pada tahun 532, ia mulai mempersiapkan serangannya.[27]

Pada tahun 533, Belisarius dengan 92 dromon yang mengawal 500 kapal pengangkut, mendarat di Caput Vada (kini Ras Kaboudia) di Tunisia, dengan tentara sejumlah 15.000 orang, ditambah dengan beberapa tentara barbar. Mereka berhasil mengalahkan bangsa Vandal yang tak siaga di Ad Decimum pada 14 September 533, dan di Tricamarum pada bulan Desember. Kartago juga berhasil direbut. Raja Gelimer melarikan diri ke gunung Pappua di Numidia, dan menyerah pada musim semi berikutnya. Ia dibawa dan diarak dalam parade kemenangan di Konstantinopel. Sardinia, Korsika, Kepulauan Balearik, dan benteng Septem di dekat Gibraltar juga berhasil direbut dalam peperangan yang sama.[28]

Prefektur Afrika, yang berpusat di Kartago, didirikan pada April 534,[29] tetapi akan goyah di ambang kehancuran selama lima belas tahun ke depan, di tengah peperangan dengan bangsa Moor. Wilayah ini tidak sepenuhnya disatukan hingga tahun 548.[30] Pemulihan Afrika menghabiskan biaya sekitar 100.000 pon emas.[31]

Perang di Italia, tahap pertama, 535–540

Seperti di Afrika, intrik antar dinasti di Italia Ostrogoth memberikan kesempatan untuk melakukan intervensi. Raja muda Athalaric meninggal pada 2 Oktober 534, dan Theodahad memenjarakan ratu Amalasuntha (putri Theodoric dan ibu dari Athalaric) di pulau Martana. Selanjutnya, Theodahad membunuh sang ratu di tempat itu tahun 535. Kemudian, Belisarius dengan 7.500 tentara[32] menyerang Sisilia (535), maju ke Italia, menjarah Naples, dan merebut Roma pada 9 Desember 536. Pada masa itu, Theodahad telah dijatuhkan oleh tentara Ostrogoth, yang telah memilih Vitigis sebagai raja baru mereka. Vitigis mengumpulkan tentara dan mengepung Roma dari Februari 537 hingga Maret 538 tanpa berhasil merebut kota tersebut. Yustinianus mengirim jenderal Narses ke Italia, akan tetapi ketegangan antara Narses dengan Belisarius menjadi hambatan. Milan berhasil direbut, tetapi segera dikuasai kembali dan dihancurkan oleh Ostrogoth.

Yustinianus menarik jenderal Narses pada tahun 539. Selanjutnya situasi mulai berpihak kepada Romawi. Pada tahun 540, Belisarius telah mencapai ibukota Ostrogoth di Ravenna. Di sana ia ditawarkan gelar Kaisar Romawi Barat oleh Ostrogoth. Sementara itu, pada saat yang sama, utusan Yustinianus datang untuk menegosiasikan perdamaian yang akan memberikan wilayah di sebelah utara sungai Po kepada orang-orang Goth. Belisarius berpura-pura menerima tawaran, memasuki Ravenna pada Mei 540, dan merebutnya kembali untuk kekaisaran.[33] Selanjutnya, setelah dipanggil kembali oleh kaisar, Belisarius kembali ke Konstantinopel dengan membawa Vitigis dan istrinya Matasuentha.

Perang melawan Sassaniyah 540–562

Setelah pemberontakan terhadap Bizantium di Armenia pada akhir tahun 530-an, dan kemungkinan termotivasi atas permohonan duta-duta Ostrogoth, Raja Khosrau I melanggar "Perdamaian Abadi" dan menyerbu wilayah Romawi pada musim semi tahun 540.[34] Ia menjarah Beroea dan Antiokhia,[35] mengepung Dara, dan menyerang kerajaan satelit Lazica yang kecil tetapi penting. Khosrau I menuntut upeti kepada setiap kota yang dilaluinya. Ia memaksa Yustinianus I membayar 5.000 pon emas, ditambah 500 pon emas setiap tahun.[35]

Belisarius tiba di Timur pada tahun 541. Akan tetapi, setelah sempat berhasil, ia ditarik kembali ke Konstantinopel tahun 542. Alasan penarikan kembali sang jenderal tidak diketahui, kemungkinan karena adanya rumor mengenai ketidaksetiaan jenderal.[36] Merebaknya penyakit pes meredakan pertempuran pada tahun 543. Pada tahun berikutnya, Sassaniyah berhasil mengalahkan 30.000 tentara Bizantium,[37] tetapi tidak berhasil merebut kota Edessa. Akhirnya, pada tahun 545, gencatan senjata disetujui di front selatan Romawi-Persia. Setelah itu, Perang Lazica di utara berlanjut selama beberapa tahun, hingga disetujuinya gencatan kedua pada tahun 557. Maka Perdamaian 50 Tahun disetujui pada tahun 562. Dalam perdamaian itu, Sassaniyah setuju untuk meninggalkan Lazica, dengan ganti Romawi harus menyerahkan upeti 400 atau 500 pon emas (30.000 solidi) per tahun.[38]

Perang di Italia, tahap kedua, 541–554

Yustinianus I pada permainan Civilization IV: Beyond the Sword.

Sementara usaha militer diarahkan ke timur, situasi di Italia semakin memburuk. Di bawah pimpinan raja Ildibad, Eraric (keduanya dibunuh tahun 541), dan terutama Totila, Ostrogoth dengan cepat membalikkan keadaan. Setelah kemenangan di Faenza tahun 542, mereka merebut kembali kota-kota utama di Italia Selatan, dan segera menguasai seluruh semenanjung. Belisarius dikirim kembali ke Italia pada akhir tahun 544, tetapi kekurangan pasukan. Ia dicopot dari komandonya pada tahun 548 karena tak membuat kemajuan.

Pada periode ini, kota Roma berganti tangan selama tiga kali: pertama direbut oleh Ostrogoth pada Desember 546, lalu ditaklukan kembali oleh Bizantium tahun 547, dan selanjutnya dikuasai kembali oleh Goth pada Januari 550. Totila juga menjarah Sisilia dan menyerang pantai Yunani. Akhirnya, Yustinianus mengirim tentara sejumlah 35.000 orang (2.000 dipisah dan dikirim untuk menyerbu wilayah Visigoth di Spanyol selatan) di bawah komando Narses.[39] Tentara Bizantium mencapai Ravenna pada Juni 552, dan mengalahkan Ostrogoth dalam Pertempuran Busta Gallorum di Pegunungan Apennini. Pada pertempuran tersebut, Totila tewas. Setelah pertempuran kedua di Mons Lactarius pada bulan Oktober, perlawanan Ostrogoth berhasil dipatahkan. Pada tahun 554, serangan besar orang-orang Frank berhasil digagalkan dalam Pertempuran Casilinum, dan Italia telah dikuasai oleh Romawi Timur, meskipun Narses memerlukan waktu beberapa tahun untuk menghabisi sisa-sisa benteng Goth. Pada akhir perang, Italia dijaga oleh tentara sejumlah 16.000 orang.[31] Penguasaan kembali Italia telah menghabiskan biaya sebesar 300.000 pon emas.[31]

Peperangan lain

Kekaisaran Romawi Timur menyerang wilayah Visigoth di Spanyol, ketika Athanagild meminta dukungan dalam pemberontakan melawan raja Agila. Pada tahun 552, Yustinianus mengirim tentara sejumlah 2.000 orang di bawah pimpinan Liberius. Bizantium berhasil merebut Cartagena dan kota-kota lain di pantai tenggara dan mendirikan provinsi Spania sebelum diperiksa oleh bekas sekutu mereka, Athanagild, yang telah menjadi raja. Perang ini menandai puncak perluasan kekuasaan Bizantium.
Pada masa Yustinianus, Balkan diserang oleh orang-orang Turkik dan Slavia, yang tinggal di sebelah utara sungai Donau. Maka sang kaisar berusaha menggabungkan diplomasi dengan pembangunan sistem pertahanan. Pada tahun 559, serangan orang-orang Sklavinoi dan Kutrigur di bawah pimpinan Zabergan mengancam Konstantinopel, tetapi mereka berhasil diusir oleh jenderal Belisarius yang telah menua.

Hasil

Wilayah Kekaisaran Bizantium. Warnah merah menunjukkan wilayah saat Yustinianus naik takhta tahun 527, sedangkan warna jingga merupakan wilayah ketika Yustinianus wafat tahun 565.

Ambisi Yustinianus untuk mengembalikan kejayaan Kekaisaran Romawi tidak berhasil diwujudkan secara keseluruhan. Di Barat, keberhasilan pada tahun 530-an diikuti dengan tahun-tahun stagnansi. Perang dengan Goth menjadi bencana bagi Italia.[40] Pajak tinggi yang dipungut sangat tidak disukai. Sementara kemenangan terakhir di Italia dan penaklukan pantai selatan Spanyol memperluas wilayah Bizantium, serta menambah martabat kekaisaran, akan tetapi penaklukan-penaklukan tersebut terbukti tidak kekal. Sebagian besar Italia akan lepas karena serangan oleh orang-orang Lombardia tiga tahun setelah kematian Yustinianus (568). Provinsi Spania yang baru didirikan berhasil direbut kembali oleh Visigoth pada tahun 624 di bawah kepemimpinan Suintila. Dalam satu setengah abad, Afrika akan selamanya lepas karena ditaklukan oleh Kekhalifahan Rashidun dan Umayyah.

Konstantinopel sendiri tidak aman dari serangan orang-orang barbar di utara.[41] Dalam usahanya untuk merestorasi Kekaisaran Romawi kuno, Yustinianus menghabiskan sumber daya Romawi Timur, sementara ia gagal untuk melihat kenyataan yang telah berubah pada Eropa abad ke-6.[42] Bahkan dikatakan bahwa keberhasilan militer Yustinianus kemungkinan menumbuhkan bibit kejatuhan kekaisaran.[43]
(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.