Sabtu, 21 Desember 2013

Filled Under:

Kekaisaran Romawi Timur (6)

Jatuhnya Romawi Timur

Kekaisaran dalam pembuangan 

Setelah Tentara Salib menjarah Konstantinopel tahun 1204, dua negara Romawi Timur berdiri: Kekaisaran Nicea dan Kedespotan Epirus. Negara ketiga, Kekaisaran Trebizond, didirikan oleh Alexios I dari Trebizond beberapa minggu sebelum penjarahan Konstantinopel. Di antara tiga negara ini, Epirus dan Nicea merupakan negara yang paling mungkin merebut kembali Konstantinopel. Kekaisaran Nicea terus berjuang untuk tetap bertahan, dan pada pertengahan abad ke-13 telah kehilangan sebagian besar wilayahnya di Anatolia selatan.[123] Melemahnya Kesultanan Rûm akibat serangan bangsa Mongol tahun 1242–43 memungkinkan para beylik dan ghazi untuk mendirikan kepangeranan mereka sendiri di Anatolia, sehingga melemahkan kekuasaan Romawi Timur di Asia Kecil.[124] Akan tetapi, invasi Mongol juga memberi waktu bagi Nicea untuk mengalihkan perhatian pada Kekaisaran Latin.

Penaklukan kembali Konstantinopel

Kekaisaran Romawi Timur tahun 1263.

Kekaisaran Nicea, didirikan oleh dinasti Laskarid, berhasil merebut kembali Konstantinopel dari Latin tahun 1261. Selanjutnya, mereka juga berhasil mengalahkan Epirus. Maka Romawi Timur berhasil direstorasi di bawah pimpinan Michael VIII Palaiologos. Akan tetapi, kekaisaran yang terkoyak akibat perang kini rentan terhadap musuh-musuh disekitarnya. Untuk memperkuat tentaranya dalam peperangan melawan Kekaisaran Latin, Michael menarik pasukan dari Asia Kecil, dan memungut pajak yang tinggi dari petani, mengakibatkan kebencian.[125] Proyek pembangunan besar-besaran dilancarkan di Konstantinopel untuk memperbaiki kerusakan akibat Perang Salib Keempat, tetapi tidak satupun dari usaha ini menguntungkan petani di Asia Kecil, yang menderita akibat serangan ghazi-ghazi.

Michael memilih untuk memperluas wilayah kekaisaran daripada menjaga jajahannya di Asia Kecil. Untuk mencegah penjarahan lain, ia memaksa gereja tunduk kepada Roma, yang menjadi solusi sementara.[126] Selanjutnya, Kaisar Andronikos II, lalu cucunya Kaisar Andronikos III, berupaya membangkitkan kembali kekaisaran, namun tentara bayaran yang disewa Andronikos II dari Magnas Societas Catalanorum seringkali menjadi bumerang.[127]

Bangkitnya Utsmaniyah dan jatuhnya Konstantinopel


Situasi semakin memburuk setelah Andronikos III wafat. Perang saudara selama enam tahun berkecamuk di kekaisaran, membuat penguasa Serbia Stefan IV Dushan (berkuasa 1331–1346) mampu menguasai sebagian besar sisa wilayah kekaisaran dan mendirikan "Kekaisaran Serbia" yang berumur pendek. Gempa bumi di Gallipoli tahun 1354 menghancurkan perbentengan, sehingga Utsmaniyah (yang disewa sebagai tentara bayaran selama perang saudara oleh Ioannes VI Kantakouzenos) dapat memperkuat posisinya di Eropa.[128] Saat perang saudara telah berakhir, Utsmaniyah telah mengalahkan Serbia dan menundukkan mereka sebagai vassal. Setelah Pertempuran Kosovo, sebagian besar Balkan telah didominasi oleh Utsmaniyah.[129]
Mediterania Timur sebelum jatuhnya Konstantinopel.

Kaisar memohon bantuan dari barat, tetapi paus hanya akan mengirim bantuan jika Gereja Ortodoks Timur mau bersatu kembali dengan Takhta Suci. Penyatuan gereja telah dipertimbangkan, dan kadang-kadang dilakukan melalui dekret kekaisaran, tetapi penduduk dan klerus Ortodoks membenci otoritas Roma dan Ritus Latin.[130] Beberapa tentara Barat datang dan memperkuat pertahanan Konstantinopel, namun kebanyakan penguasa Barat, yang sibuk dengan urusannya masing-masing, tidak melakukan apapun saat Utsmaniyah mencaplok satu per satu sisa wilayah Romawi Timur.[131]

Pada tanggal 2 April 1453, Sultan Mehmed II dengan tentara berjumlah 80.000 mengepung Konstantinopel.[132] Konstantinopel akhirnya jatuh ke tangan Utsmaniyah pada tanggal 29 Mei 1453. Kaisar Romawi Timur terakhir, Konstantinus XI Palaiologos, terlihat melepas tanda kebesarannya dan melibatkan dirinya dalam pertempuran setelah tembok kota direbut.[133]

Pasca runtuhnya Romawi Timur

Setelah Konstantinopel jatuh, satu-satunya wilayah Kekaisaran Bizantium yang masih tersisa adalah Kedespotan Morea (Peloponnesos), yang dikuasai oleh Kaisar terakhir, Thomas Palaiologos dan Demetrios Palaiologos. Kedespotan ini terus bertahan sebagai negara merdeka dengan membayar upeti tahunan kepada Utsmaniyah. Pemerintahan yang tak kompeten, ketidakmampuan membayar upeti, dan pemberontakan melawan Utsmaniyah akhirnya membuat Mehmed II menginvasi Morea pada 1460. Demetrios meminta Utsmaniyah untuk menginvasi dan mengusir Thomas, hingga akhirnya Thomas melarikan diri. Utsmaniyah bergerak menyusuri Morea dan bisa dibilang berhasil menaklukan seluruh Morea pada musim panas. Demetrios mengira bahwa ia akan dijadikan penguasa Morea, namun wilayah ini kemudian dijadikan bagian dari Utsmaniyah.

Beberapa pertahanan terakhir mampu bertahan selama beberapa waktu. Pulau Monemvasia menolak menyerah dan awalnya diperintah oleh seorang bajak laut Katala. Ketika penduduknya mengusirnya, mereka memperoleh persetujuan Thomas untuk menempatkan mereka di bawah perlindungan Paus sebelum akhir 1460. Semenanjung Mani, di ujung selatan Morea, melakukan perlawanan bawah koalisi longgar para klan lokal dan kemudian wilayah itu dikuasai oleh Venesia. Pertahanan terakhir adalah Salmeniko, di barat laut Morea. Graitzas Palaiologos adalah komandan militer di sana, ditempatkan di Kastil Salmeniko. Ketika kota itu akhirnya menyerah, Graitzas dan garnisunnya serta beberapa penduduk kota bertahan di kastil hingga Juli 1461, ketika akhirnya mereka melarikan diri dan tiba di wilayah Venesia.[134]

Mehmed II menaklukkan negara-negara kecil di Mistra, Yunani, pada tahun 1460, dan Trebizond pada tahun 1461. Pada akhir abad ke-15, Kesultanan Utsmaniyah telah menguasai Asia Kecil dan sebagian Balkan. Ia dan para penerusnya terus menganggap diri mereka sebagai pewaris Kekaisaran Romawi hingga runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah pada awal abad ke-20. Mereka beranggapan bahwa mereka hanya mengubah basis keagamaan di Bizantium seperti yang dahulu dilakukan oleh Constantinus. Sementara itu, Kepangeranan-kepangeranan Donau menerima pengungsi-pengsungsi Ortodoks dan bangsawan-bangsawan Romawi Timur.

Keponakan kaisar terakhir, Andreas Palaiologos, mewarisi gelar Kaisar Romawi Timur dan menggunakannya dari tahun 1465 hingga kematiannya tahun 1503.[18] Selanjutnya, peran kaisar sebagai pelindung Ortodoks Timur diklaim oleh Ivan III, Adipati Agung Mokswa. Ia telah menikahi saudara Andreas, Sophia Paleologue. Cucunya, Ivan IV, akan menjadi Tsar Rusia yang pertama (tsar, atau czar, berarti caesar, adalah istilah yang dahulu digunakan bangsa Slavia untuk Kaisar Romawi Timur). Penerus-penerus mereka mendukung gagasan bahwa Moskwa adalah penerus Roma dan Konstantinopel. Gagasan bahwa Kekaisaran Rusia adalah Roma Ketiga tetap hidup hingga meletusnya Revolusi Rusia tahun 1917.[135]
(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.