Sejarah
Sejarah awal Kekaisaran Romawi
Pasukan Romawi ketika itu telah berhasil menguasai daerah luas yang melingkupi seluruh wilayah Mediterania dan sebagian besar Eropa Timur. Wilayah-wilayah ini terdiri dari berbagai kelompok budaya, baik yang masih primitif maupun yang telah memiliki peradaban maju. Secara umum, provinsi-provinsi di wilayah Mediterania timur lebih makmur dan maju karena telah mengalami perkembangan pesat pada masa Kekaisaran Makedonia serta telah mengalami proses hellenisasi. Sementara itu, provinsi di wilayah Barat kebanyakan hanya berupa pedesaan yang tertinggal. Perbedaan antara kedua wilayah ini bertahan lama dan menjadi penting pada tahun-tahun berikutnya.[22]Pemisahan Kekaisaran Romawi
Pada tahun 293, Diokletianus menciptakan sistem administratif yang baru (tetrarki)[23] sebagai institusi yang dimaksudkan untuk mengefisienkan kontrol Kekaisaran Romawi yang luas. Ia membagi Kekaisaran menjadi dua bagian, dengan dua kaisar memerintah dari Italia dan Yunani, masing-masing memiliki wakil-kaisar. Setelah masa kekuasaan Diokletianus dan Maximianus berakhir, tetrarki runtuh, dan Konstantinus I menggantinya dengan prinsip penggantian turun temurun.[24]Resentralisasi
Konstantinus memindahkan pusat kekaisaran, dan membawa perubahan-perubahan penting pada konstitusi sipil dan religius.[25] Pada tahun 330, ia mendirikan Konstantinopel sebagai Roma kedua di Byzantium. Posisi kota tersebut strategis dalam perdagangan antara Timur dan Barat. Sang kaisar memperkenalkan koin (solidus emas) yang bernilai tinggi dan stabil,[26] serta and mengubah struktur angkatan bersenjata. Di bawah Konstantinus, kekuatan militer kekaisaran kembali pulih. Periode kestabilan dan kesejahteraan pun dapat dinikmati.
Pembaptisan Konstantinus yang dilukis oleh murid-murid Raphael (1520–1524). Eusebius dari Caesaria mencatat bahwa (seperti yang biasa dilakukan oleh para pemeluk Kristen awal) Konstantinus menunda pembaptisan hingga saat sebelum kematiannya, seperti yang menjadi tradisi pada masa itu.[27]
Di bawah Konstantinus, Kekristenan tidak menjadi agama eksklusif negara, tetapi didukung oleh kekaisaran, apalagi sang kaisar mendukungnya dengan hak-hak yang berlimpah. Sang kaisar memperkenalkan prinsip bahwa kaisar tidak perlu menyelesaikan pertanyaan doktrin, tetapi perlu memanggil dewan-dewan kegerejaan untuk tujuan itu. Sinode Arles dihimpunkan oleh Konstantinus, dan Konsili Nicea Pertama memamerkan klaimnya untuk menjadi kepala gereja.[28]
Keadaan kekaisaran tahun 395 dapat dikatakan sebagai hasil kerja Konstantinus. Prinsip dinasti diterapkan dengan tegas sehingga kaisar yang meninggal pada masa itu, Theodosius I, dapat mewariskan kekaisaran pada anak-anaknya: Arcadius di Barat dan Honorius di Timur. Theodosius merupakan kaisar terakhir yang menguasai seluruh Romawi Barat dan Timur.[29]
Kekaisaran Timur terhindar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Barat pada abad ketiga dan keempat, karena Timur memiliki budaya urban yang lebih mapan dan sumber daya finansial yang lebih kuat, sehingga mampu menghentikan penyerang dengan upeti dan menyewa tentara-tentara bayaran. Theodosius II memperkuat tembok Konstantinopel, sehingga kota tersebut aman dari serangan-serangan; tembok tersebut tidak dapat ditembus hingga tahun 1204. Untuk mengusir orang-orang Hun yang berada di bawah pimpinan Attila, Theodosius memberi mereka subsidi (konon 300 kg (700 lb) emas).[30] Ia juga mendukung pedagang Konstantinopel yang berdagang dengan orang Hun dan bangsa lainnya. Peningkatan ekonomi Bizantium memungkinkan Theodosius untuk melakukan kodifikasi hukum Romawi.
Kekaisaran Romawi Timur tahun 500 M.
Penerusnya, Marcianus, menolak melanjutkan membayar upeti ini. Beruntungnya, Attila telah mengalihkan perhatiannya pada Kekaisaran Romawi Barat.[31] Setelah kematiannya tahun 453, negeri Attila runtuh dan Konstantinopel membuka hubungan yang menguntungkan dengan orang-orang Hun yang tersisa. Mereka akhirnya bertempur sebagai tentara bayaran dalam angkatan bersenjata Romawi Timur.[32]
Keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat
Setelah jatuhnya Attila, perdamaian dapat dinikmati di Romawi Timur, sementara Romawi Barat runtuh (keruntuhannya tercatat pada tahun 476, ketika jenderal Romawi Jermanik Odoacer menjatuhkan kaisar Romulus Augustulus).Untuk merebut kembali Italia, kaisar Zeno hanya bisa bernegosiasi dengan Ostrogoth yang telah menetap di Moesia. Ia mengirim raja Ostrogoth Theodoric ke Italia sebagai magister militum per Italiam ("kepala komando untuk Italia"). Setelah berhasil menjatuhkan Odoacer pada tahun 493, Theodoric menguasai Italia.[29]
Pada tahun 491, Anastasius I menjadi kaisar, tapi baru pada 497 pasukan kaisar yang baru secara efektif memperhitungkan perlawanan Isauria.[33] Anastasius adalah seorang reformis energetik dan administrator yang cakap. Anastasius menyempurnakan sistem koin Konstantinus I dengan mengatur bobot follis perunggu, koin yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.[34] Ia juga mengubah sistem perpajakan, serta menghapuskan pajak chrysargyron yang tidak disukai. Ketika Anastasius meninggal dunia pada tahun 518, jumlah kas negara tercatat sebesar 320.000 lbs (145.150 kg) emas.[35]
Penaklukan kembali Romawi Barat
Yustinianus I, yang naik takhta pada tahun 527, melancarkan penaklukan kembali Romawi Barat.[36] Pada tahun 532, putra petani Illyria itu menandatangani perjanjian damai dengan Khosrau I dari Persia. Meskipun harus membayar upeti tahunan yang besar, front timur Bizantium menjadi aman. Pada tahun yang sama, Yustinianus selamat dari kerusuhan Nika di Konstantinopel, yang berakhir dengan kematian tiga puluh ribu perusuh. Kemenangan ini memperkuat posisi Yustinianus.[37] Paus Agapetus I dikirim ke Konstantinopel oleh raja Ostrogoth Theodahad, tetapi gagal mencapai kesepakatan perdamaian dengan Yustinianus. Akan tetapi, ia berhasil membuat monofisitisme dicela.
Penaklukan kembali Romawi Barat dimulai pada tahun 533. Yustinianus mengirim jenderalnya Belisarius dan 15.000 tentara untuk merebut kembali provinsi Afrika dari suku Vandal yang telah berkuasa semenjak tahun 429.[38] Kerajaan Vandal berhasil ditundukkan.[37] Sementara itu, di Italia Ostrogoth, raja Athalaric meninggal pada 2 Oktober 534. Ibunya, Amalasuntha, dipenjarakan dan dibunuh oleh Theodahad di pulau Martana. Yustinianus melihatnya sebagai kesempatan untuk melakukan intervensi. Pada tahun 535, tentara Romawi Timur dikirim ke Sisilia. Kemenangan berhasil digapai, tetapi Ostrogoth memperkuat perlawanan mereka. Kemenangan baru benar-benar dicapai pada tahun 540, ketika Belisarius merebut Ravenna.[39]
Wilayah Romawi Timur pada masa Yustinianus.
Pada 535–536, Theodahad mengirim Paus Agapetus I ke Konstantinopel untuk meminta dipindahkannya pasukan Bizantium dari Sisilia, Dalmatia, dan Italia. Meskipun Agapetus gagal dalam misinya untuk menyepakati perjanjian damai dengan Justinianus, tapi ia berhasil mendorong Patriark Anthimus I dari Konstantinopel yang Monofisit untuk mundur, meskipun didukung dan dilindungi oleh maharani Theodora.[40]
Sayangnya, Ostrogoth berhasil disatukan kembali di bawah pimpinan Totila dan merebut Roma pada 17 Desember 546. Belisarius ditarik oleh Yustinianus pada awal tahun 549.[41] Kasim Narses menggantikannya pada akhir tahun 551 dengan membawa tentara sejumlah 35.000. Totila berhasil dikalahkan dan tewas dalam Pertempuran Busta Gallorum. Penerusnya, Teia, berhasil ditaklukan dalam Pertempuran Mons Lactarius (Oktober 552). Selanjutnya, suku Goth masih terus melawan. Suku Franka dan Alamanni pun melancarkan invasi mereka. Meskipun begitu, perang untuk menguasai semenanjung Italia telah berakhir dengan kemenangan Romawi Timur.[42]
Pada tahun 551, bangsawan Visigoth di Hispania, Athanagild, memohon bantuan Yustinianus dalam pemberontakan melawan raja. Sang kaisar mengirim tentara di bawah pimpinan Liberius. Kekaisaran Romawi Timur berhasil menguasai sepotong wilayah di pantai Spania hingga masa kekuasaan Heraklius.[43]
Sementara itu, di timur, Peperangan Romawi-Persia berkecamuk hingga tahun 561, ketika Yustinianus dan Khosrau menyetujui perdamaian selama 50 tahun. Pada pertengahan tahun 550, Yustinianus telah mencapai kemenangan dalam semua peperangan, dengan pengecualian di Balkan, ketika kekaisaran terus menerus diserang oleh bangsa Slavia. Pada tahun 559, kekaisaran diancam oleh Kutrigur dan Sklavinoi. Yustinianus memanggil Belisarius, dan begitu bahaya telah sirna, sang kaisar mengambil alih kekuasaan sendiri. Berita bahwa Yustinianus memperkuat armada Donaunya membuat Kutrigur cemas, sehingga mereka setuju dengan traktat yang memberi mereka subsidi dan memperbolehkan mereka pulang dengan aman melewati sungai Donau.[37]
Yustinianus juga terkenal karena pencapaiannya dalam bidang hukum.[44] Pada tahun 529, komisi berjumlah sepuluh orang yang dikepalai oleh Iohannis Orientalis merevisi undang-undang Romawi kuno. Seluruh "undang-undang Yustinianus" saat ini dikenal dengan nama Corpus Juris Civilis.
Selama abad ke-6, budaya Yunani-Romawi masih berpengaruh kuat di Timur. Filsafat dan budaya Kristen menjadi semakin penting dan mulai mendominasi budaya lama. Himne-himne yang Romanus Melodus menandai pengembangan Liturgi Suci. Aristek-arsitek dan pembangun bekerja keras untuk menyelesaikan gereja baru Kebijaksanaan Suci, Hagia Sophia yang menggantikan gereja lama yang hancur akibat kerusuhan Nika. Selama abad keenam dan ketujuh, kekaisaran diguncang oleh wabah pes, yang membinasakan banyak jiwa, serta mengakibatkan kemunduran ekonomi dan pelemahan kekaisaran.[45]
Setelah Yustinianus mangkat pada tahun 565, penggantinya, Yustinus II, menolak membayar upeti untuk Persia. Sementara itu, suku Langobardi menyerbu Italia. Pengganti Yustinus, Tiberius II, memberi subsidi kepada suku Avar, sementara melancarkan serangan terhadap Persia. Subsidi gagal menenangkan suku Avar. Mereka merebut benteng Sirmium tahun 582, sementara bangsa Slavia mulai menyeberangi sungai Donau. Maurice, yang menggantikan Tiberius, turut campur dalam perang saudara Persia, serta menempatkan Khosrau II kembali ke takhta dan menikahkan putrinya dengannya. Traktat Maurice dengan ipar barunya membawa status quo baru di timur, dan mengurangi biaya pertahanan selama perdamaian ini (jutaan solidi berhasil diselamatkan berkat remisi upeti untuk Persia). Setelah kemenangannya di front timur, Maurice dapat mengalihkan perhatiannya ke Balkan, dan pada tahun 602, ia berhasil mengusir suku Avar dan Slavia.[29]
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar