Selasa, 17 Desember 2013

Filled Under:

Kaum Yahudi dan Ritual Pembunuhan (2-Habis)


 “Apabila seorang Yahudi membutuhkan hati, lalu apakah boleh diambilkan hati dari tubuh orang non Yahudi yang tidak berdosa demi menyelamatkan seorang warga Yahudi ? Taurat sangat mungkin memfirmankan bahwa perbuatan seperti itu adalah kosher (halal)”
 
Kata-kata di atas diucapkan oleh Rabbi Yitzhak Ginsburgh dan dilansir oleh media terkenal Israel, The Jewish Week, pada Jum’at, 26 April 1996. Nama Ginsburgh tentu bukanlah nama yang asing di kalangan Yahudi. Pria kelahiran tahun 1944 ini terkenal sebagai seorang Rabi Amerika yang lahir di Israel.
Buku-bukunya pun tersebar luas di kalangan Yahudi menjadi rujukan untuk mendalami agama Yahudi  seperti Adamah Shamayim Tehom, (1999) Ahava (2010) Al Yisrael Ga’avato  (1999)  Ani L’Dodi (1998) Kumi Ori (2006) Lahafoch Et Hachoshech L’ori (2004) dan masih banyak lagi.

Pernyataan Ginsburgh tersebut tentu menjadi kontroversial karena dikeluarkan untuk menjawab polemik seputar hukum menggunakan organ tubuh “manusia” di luar Yahudi. Penulis sengaja mengapit tanda kutip karena selama ini sejumlah literatur Yahudi sudah kadung memvonis bahwa orang non Yahudi lebih hina daripada babi yang sakit. Akan tetapi, jawaban Ginsburgh ternyata diluar perkiraan umat Yahudi pada umumnya. Dengan lantang, dekan sebuah Sekolah Agama Yahudi di Israel ini memberikan fatwa boleh dalam kasus ini. Ginsburg beralasan nyawa seorang Yahudi memiliki nilai yang tiada terkira. Maka, keselamatannya boleh diperjuangkan meski harus mengambil organ tubuh orang non Yahudi. Sekali lagi orang non Yahudi: “Karena Yahudi lebih suci dan unik dibanding dengan nyawa bangsa lain,” tandas Ginsburg.

Meski kebanyakan warga Israel menolak pandangan seperti ini, namun Rabbi Moshe Greenberg yang ahli tentang pandangan-pandangan kitab-kitab suci Israel, justru memperkuat alibi Ginsburg. Ia  menyatakan bahwa pemanfaatan organ tubuh seorang goyyim -suka tidak suka- memang dibolehkan karena firman-firman Yahudi mengamini itu. Lebih jauh Profseor dalam Hebrew University ini, seperti dikutip oleh Abdi Al Haqq dalam bukunya Israel Menjarah Organ Tubuh Muslim Palestina, menyatakan bahwa firman-firman kitab suci seperti itu murni masuk secara teoritis dalam kitab-kitab tersebut, karena pada waktu itu umat yahudi memang tidak kuasa untuk melaksanakannya. Namun, saat ini menurutnya hukum tersebut masih berlaku tidak saja ketika Yahudi sudah memiliki negara, namun ketika sudah kuat sekalipun.

Rupanya fakta yang selama ini ditutupi Yahudi satu per satu mulai muncul ke permukaan. Sikap cuci tangan Israel atas tuduhan pencurian organ tubuh muslim Palestina pun menjadi sangat naïf untuk didengar. DR. Yehuda Hiss, Direktur Kamar Mayat Israel antara tahun 1988 hingga 2004 menjadi salah satu Tokoh yang dianggap bertanggung jawab atas misteri yang menimpa organ tubuh muslim Palestina. Nasib pilu mesti dialami rakyat Palestina karena mereka tidak saja dizalimi, dibunuh, tapi mayatnya juga harus menjadi “tumbal” demi kepentigan Yahudi.


 Pada tahun 2000, koran Israel Yediot Ahronot sempat memuat laporan hasil investigasi yang mengungkapkan bahwa DR Yehuda Hiss kedapatan kerap mencopot organ tubuh tanpa izin. Mayat syuhada Palestina tersebut diisi dengan gagang sapu dan kapas yang dipotong-potong sebelum penguburan. DR Yehuda Hiss kemudian dituding terlibat dalam penjualan organ tubuh manusia yang terdiri dari kaki, paha, indung telur, payudara, hingga (maaf) buah zakar. Namun uniknya meski fakta demikian terang benderang hampir tidak ada tindakan yang dilakukan Pemerintah Israel atas fakta tersebut. Semakin kuat Israel memungkiri tindakan kejinya, semakin bukti berdatangan untuk memperkuat realita itu. Keluarga korban pun menuntut pertanggungjawaban dengan menyeret Israel ke Mahkamah internasional.

Sebuah tayangan video berdurasi 57 menit akhirnya berhasil mengungkap bagaimana DR. Yehuda Hiss memberikan “restu” untuk mencuri organ-organ tubuh, memberikan instruksi kepada para dokter untuk melakukan hal tersebut, dan terkadang dia sendiri yang melakukan pencurian organ tubuh. “Kami tidak akan mencongkel seluruh bagian bola mata, kami hanya akan memotong bagian kornea mata kemudian menutup kembali mata (jenazah),” kata Hiss dalam video itu. Israel murka, dan mengancam akan memperkarakan tiap wartawan yang mengangkat kasus itu.

Kasus pencurian organ muslim ternyata tidak saja terjadi di Palestina. September 2009, Amerika pernah dibuat gempar atas penangkapan seorang Rabi Yahudi do Amerika yang merupakan pimpinan mafia internasional perdagangan organ manusia dan penculikan anak-anak dari Aljazair oleh pihak kepolisian New York.

Pria Yahudi yang di tangkap tersebut merupakan salah satu dari sindikat yang terlibat dalam isu perdagangan organ yang terungkap baru-baru ini. Dr. Mustafa Khayati, direktur Komisi Nasional Aljazair untuk Peningkatan Kesehatan dan Pengembangan Penelitian, kepada harian “al Khabir” Aljazair, mengatakan, “Penangkapan mafia ini terjadi setelah penyelidikan Interpol menunjukkan bahwa anak-anak Aljazair diculik dari kota-kota barat Aljazair dan dibawa ke Maroko, untuk diselundupkan ginjal mereka ke “Israel” dan Amerika Serikat; dijual dengan harga antara 20 ribu dan 100 ribu dolar untuk setiap satu ginjalnya.”

Khayati menjelaskan geng ini sengaja menculik anak-anak dari Aljazair kemudian dilakukan operasi terhadap mereka di Maroko, sebelum diekspor dan dijual di entitas Zionis Israel dan Amerika Serikat. Para dokter yang aktif dalam masalah ini dibekali dengan peralatan yang diperlukan untuk melakukan operasi jenis ini. Tidak dijelaskan kapan terjadinya penangkapan seorang Yahudi Amerika yang memimpin aksi pencurian organ anak-anak Aljazair tersebut. Khayati menjelaskan bahwa penangkapan jaringan yang dipimpin oleh orang Yahudi ini tidak berarti bahwa bahaya telah berlalu; para spesialis dan pengamat ini menegaskan bahwa ada kelompok-kelompok Yahudi lainnya yang masih aktif di beberapa negara Arab.

Saetelah kasus ini menyeruak dikabarkan bahwa pemerintah AS meringkus sebanyak 44 orang, di antaranya adalah para Rabi Yahudi dan dan para pemimpin kota di wilayah New Jersey, setelah mereka dituduh terlibat dalam kegiatan pencucian uang dan penjualan organ tubuh manusia.

 Kasus tidak berhenti disitu. Harian terkemuka Swedia, Afonbladet sempat membuat berang Israel ketika menaikkan artikel berjudul “Mereka Merampas Organ Tubuh Anak-Anak Kami.” Dalam artikel itu disebutkan bahwa tentara-tentara Zionis menculik anak-anak muda Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Anak-anak muda itu dikembalikan lagi pada keluarganya dalam keadaan meninggal dunia dengan kondisi tubuh yang tidak lagi utuh.

Seorang lelaki Palestina asal kota Nablus, pada wartawan Aftonbladet mengaku bahwa kerabatnya dijadikan donor organ tubuh secara paksa oleh tentara-tentara Zionis. Tidak sedikit warga Palestina menjadi korban atas aksi biadab pasukan Zionis tersebut dan tidak bisa berbuat apa-apa. Selain itu Aftonbladet juga membeberkan peristiwa yang terjadi tahun 1992, ketika seorang aktivis muda Palestina ditangkap oleh tentara Zionis di kota Nablus. Aktivis itu ditembak di bagian dada, di perut dan di kedua kakinya kemudian dibawa ke tempat yang tidak diketahui oleh tentara-tentara Zionis itu.

Jenazah pemuda Palestina bernama Bilal itu baru ditemukan lima hari kemudian dalam kondisi mengenaskan. Menurut Aftonbladet, saat ditemukan, kondisi Bilal saat menyedihkan. Luka menganga di bagian dadanya menjadi bukti penyiksaan macam apa yang telah dialami Bilal.

Hingga kini para Rabi Yahudi mengklaim bahwa tindakan itu adalah sah bagi Israel. Mereka menilai Yahudi memiliki hak untuk melakukan pembunuhan atau penjualan organ tubuh muslim palestina dan anak-anak muslim lainnya dimanapun mereka berada. “Setiap orang Yahudi, yang menumpahkan darah orang durhaka (non-Yahudi), sama dengan mempersembahkan kurban kepada Allah.”  (Bammidber Raba, c 21 & Jalkut 772).

Entah sampai kapan hal ini terus terjadi? Kita yang bisa menjawab pertanyaan itu. Ya, kita umat Islam.


 SENIN 1 Mei 1989 mungkin menjadi hari yang tidak menyenangkan bagi presenter ternama, Oprah Winfrey. Tampil membawakan tema talk show kontroversial bertajuk Mexican Satanic Cult Murders, Oprah ditantang untuk menguak jaringan dan praktek ritual berdarah Yahudi di Chicago. Untuk itu, seorang pemudi Yahudi Chicago aseli Meksiko (29 tahun) dihadirkan demi memuaskan rasa penasaran pemirsa. Namun ia tidak berani mengungkapkan identitas aselinya. Ia memilih aman dengan menggunakan nama samaran, Rachel.

Apa yang terjadi? Sungguh diluar dugaan. Rachel mengungkapkan secara telanjang mengenai doktrin berdarah dalam tradisi olkutisme dalam agamanya. Ia sendiri mengaku sebagai salah satu pelaku yang turut berpartisipasi dalam ritual mengorbankan bayi. Yang menarik adalah, sang gadis muda itu tidak bepartisipasi dalam sekte okult manapun, tapi dia melakukannya karena memang dia seorang Yahudi.

“Orang tentunya mengira anda adalah seorang Yahudi yang baik, namun ternyata kalian semua memuja setan di dalam rumah kalian?” selidik Oprah tidak percaya. Dan Rachel kemudian menegaskan, “Benar. Ada banyak keluarga Yahudi lainnya di seluruh Amerika Serikat yang melakukan hal itu, bukan hanya keluarga saya.”

Artinya, Rachel merasa bahwa praktik keji ini tidak hanya menjadi monopoli keluarganya, tapi juga jamak dilakukan oleh keluarga Yahudi manapun di dunia. Bahkan Rachel turut menuding ritual pembunuhan terhadap bayi ini terkait erat dengan kasus pembunuhan yang melenyapkan nyawa tiga belas orang di Matomoros, Meksiko

Mendengar penjelasan Rachel, sontak presenter berkulit hitam itu terkejut. Ia mengaku hari itu adalah kali pertama ia mendengar tentang orang Yahudi mengorbankan anak-anak. Rachel sendiri merasa terpaksa melakukan hal itu. Tidak ada sedikitpun niatnya untuk menghabisi nyawa makhluk tak berdosa seperti bayi. “Ketika saya masih sangat muda, saya dipaksa untuk berpartisipasi dalam ritual itu, dan yang saya harus mau mengorbankan bayi,” kenangnya.

Akibat kuatnya intensitas ritual pembunuhan bayi tersebut, Rachel mengalami kemerosotan jiwa yang mendalam. Adegan pembunuhan mengerikan yang tiap saat dilakukanya turut berdampak terhadap kondisi psikologisnya. Dokter memvonisnya mengidap kepribadian ganda. Kini, Rachel pun diharuskan mengikuti proses terapi psikiatri guna memulihkan kondisi mentalnya.

Kasus tidak berhenti di situ. Pasalnya, Rachel kemudian membocorkan sebuah rahasia bahwa sejumlah aparat keamanan turut bertanggungjawab terhadap masalah ini. Menurutnya, pihak kepolisian sudah mengetahui ritual-ritual kriminal yang dilakukan oleh kelompok Yahudi, namun tekanan dari otoritas keamanan Amerika yang telah dikuasai Yahudi membuat tradisi okult ini berjalan tanpa pernah ada tindakan pencegahan.

Tak selang berapa lama, kasus ini pun menjadi pemberitaan hangat di Amerika. Kelompok Yahudi mengecam Oprah Winfrey yang dituding melakukan propaganda antisemit. Sikap ‘riang’ Oprah saat wawancara Rachel membuat kelompok Yahudi berang bukan kepalang. Stasiun televisi di seluruh negeri seperti New York, Los Angeles, Houston, Cleveland, Washington DC pun ikut menjadi pelampiasan atas kemarahan kaum Yahudi. Mereka kemudian menuntut Oprah meminta maaf karena telah menayangkan acara yang dapat membuat Yahudi berada dalam ancaman. Oprah tidak bisa berbuat banyak. Jaringan media yang hampir seluruhnya dikuasai Yahudi membuat wanita kelahiran 1954 itu mengutararakan penyesalannya.


 “Kami semua puas bahwa Oprah Winfrey dan stafnya tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun dan bahwa Oprah benar-benar menyesal karena pelanggaran atau kesalahpahamannya, ” kata pemimpin komunitas garis keras Yahudi, Anti Defamation League, Barry Morrison.

Namun apa yang dilakukan Oprah berbanding terbalik dengan Rachel. Ia akhirnya membuka identitas aselinya dan semua orang tahu bahwa Rachel adalah nama samaran dari Vicky Polin. Setelah selesai menjalani terapi psikologis, ia tampil kedepan dengan mendirikan pusat rehabilitasi dan advokasi bagi orang-orang yang memiliki nasib sama dengannya. Polin menamakannya: The Awarennes Centre. Baginya, kegilaan ajaran okultisme Yahudi harus diungkap.

Melalui situs Web-nya, www.theawarenesscenter.org, Polin menerima keluhan dari Yahudi di seluruh dunia. Dia mengatakan situs ini dikunjungi oleh sekitar 15.000 orang setiap bulan dan terlibat dalam proyek-proyek konseling sekira 60-80 jam pe rminggu. Namun meski mendapatkan banyak dukungan, sebagian Rabi dan tokoh Yahudi turut mengecamnya. Mereka menilai Polin berusaha membalaskan dendamnya kepada Yahudi. “Di beberapa tempat, kami dipandang sebagai pahlawan dan dalam beberapa kita dipandang sebagai gila atau ingin membalas dendam,” tandasnya seperti dikutip dari The Jewish Week, Maret 2004.

Tantangan Polin untuk menyadarkan aktor-aktor pembunuh maupun para korban yang selamat, bisa dikata terbilang berat. Kasus demi kasus terus terjadi sampai saat ini. Ada yang terungkap, ada pula yang berhenti di tengah jalan. Kegigihan keluarga korban menjadi salah satu kunci dalam membuka praktik-praktik sadis seperti ini.

Di daerah asalnya sendiri, Meksiko, kasus pembunuh yang berlandaskan tradisi olkutisme masih sering terjadi. Pada akhir Maret 2012, misalnya, Meksiko kembali dikejutkan dengan penangkapan tujuh anggota kultus setan yang diduga mengorbankan anak laki-laki berumur 10 tahun dan seorang wanita 44 tahun. Pemimpin kelompok itu adalah Silvia Meraz. Ia meyakini bahwa mempersembahkan korban manusia untuk Kultus Kematian Kudus (La Santa Mmuerte) akan membawa berkah berupa keuntungan ekonomi dan kesehatan bagi mereka. Kasus ini sendiri terungkap setelah Jaksa membuka investigasi atas aduan dari pihak keluarga dimana kolega mereka yang bernama Yesus Octavio Martinez dilaporkan hilang selama 10 tahun.


 Para tersangka lainnya mengaku bahwa Meraz membujuk enam anggota keluarga untuk membunuh tiga orang pada waktu yang berbeda, yakni membunuh seorang wanita dewasa dan dua anak-anak. Meraz adalah penghasut dari tiga pembunuhan dan berpartisipasi langsung dalam dua dari pembunuhan, kata Jose Larrinaga, Juru Bicara Jaksa Agung Meskiko.

“Ritual itu diadakan pada malam hari, mereka menyalakan lilin. Kemudian mereka mengiris nadi korban, sementara mereka masih hidup. Kemudian mereka menunggu korban kehabisan darah sampai mati, dan mengumpulkan darah di sebuah tempat. Ada pula yang dipotong lehernya. Preferensi wanita itu untuk memotong leher korban, dengan alasan bahwa Kematian Kudus lebih suka seperti itu dan akan memberitahu mereka di mana ada uang untuk mencuri, yang akan menjadi bagian dari hadiah atas persembahan mereka,” sambung Larrinaga seperti dilansir unmid.com

Kultus Kematian Kudus, populer di kalangan pedagang obat bius dan beberapa penjahat Meksiko lainnya, adalah campuran dari agama Kristen, tradisi India dan kepercayaan Paganisme yang muncul pada 1940-an di lingkungan Kota miskin Meksiko dan kemudian menyebar di seluruh negeri. Sekte ini telah dikutuk oleh Vatikan dan tidak diakui sebagai aliran Kristiani oleh pemerintah Meksiko. Mereka mengklaim memiliki lima juta anggota di seluruh dunia, memiliki gereja utamanya di Mexico City.


 SENIN, 23 Januari 2006 ada pemandangan tidak biasa di Malaysia. Dewan Fatwa Nasional negara Malaysia, mengeluarkan fatwa berisi pelarangan bagi umat Islam di negara jiran itu untuk ikut ambil bagian dalam jenis musik heavy metal terutama yang beraliran black metal. Pelarangan ini pasti bukan tanpa sebab. Para ulama Malaysia memang terkenal tegas pada akidah. Benar saja, Dewan Fatwa menganggap Black Metal telah memasukkan unsur-unsur ‘pemujaan setan’ dan sumpah serapah terhadap Tuhan. Selain itu, grup musik yang beraliran metal ini cenderung melakukan pelanggaran yang diatur norma agama seperti minum minuman beralkohol dan seks bebas.

Black metal sendiri muncul pada awal tahun 1980an, mendahului munculnya aliran-aliran musik metal ekstrim yang makin beragam dan ikut melibatkan unsur permainan ‘Ilmu Hitam’. Akar musik black metal ini diciptakan oleh seorang gitaris asal Norwegia Øystein Aarseth (1968–1993). Ia menyebarkan kampanye anti Kristen, menghina Tuhan dan mengagungkan setan lewat lagu-lagunya. Musik ini kemudian mulai mendapat perhatian di Malaysia pada 2001 setelah sejumlah media massa mengekspos berita seorang anak muda penggemar musik black mulai melakukan ritual minum darah.

Darah sendiri memang memiliki tempat tersendiri dalam jamuan paganisme maupun berbagai aliran musik yang menyertakan peran Yahudi dibaliknya. Januari 2012, misalnya, Dailymail sempat melansir pengakuan salah satu pekerja Hotel Intercontinental, London yang melihat Ratu Illuminati yang juga pennayi kontroversial Lady Gaga meninggalkan cairan mirip darah dalam jumlah besar di bak mandi hotel. Sumber lainnya juga mengungkapkan bahwa semua staf hotel sangat yakin Gaga telah mandi di sana, atau setidaknya menggunakan cairan itu untuk mendandani kostumnya yang selalu super aneh di atas panggung.

Tidak hanya itu, jika anda pernah melihat rekaman konser Lady Gaga di New York (durasi dua jam) kita dapat menyimpulkan betapa pintarnya Gaga menyelipkan berbagai macam penerjemahan Teologi Yahudi baik dalam simbol, lirik, maupun tarian. Setelah konser berlangsung selama 1 jam, Gaga pun tampil dengan kostum minimalis dengan simbahan darah merah di tubuhnya.

 
 Pertanyaannya adalah kenapa darah menjadi sedemikian penting dalam Yahudi? Arnold Lesse pengarang Jewish Ritual Murder memiliki jawabannya. Menurutnya, meskipun kebencian terhadap Goyyim menjadi motif utama Yahudi melaksanakan ritual darahnya, namun tradisi yang mengasosiasikan darah sebagai ide penebusan dosa juga tidak bisa dipinggirkan. Lesse menjelaskan bahwa berkembang pemikiran di beberapa orang Yahudi bahwa mereka tidak dapat diselamatkan atau kembali ke Bukit Sion kecuali setiap tahun darah seorang Kristen harus ditumpaghan demi konsumsi ritual.

Prof. Dr Ahmad Syarkawi, dalam bukunya Talmud: Kitab Hitam Yahudi Yang Menggemparkan menjelaskan fakta Arnold Lesse sebelumnya bahwa ide penebussan dosa (atonement) menjadi pemicu dibalik serangkaian aksi penghabisan nyawa non Yahudi. Dalam bab yang berjudul Tidak Boleh Hari Raya Berlalu Begitu Saja Tanpa Memukul Leher Seorang Nasrani dijelaskan bahwa  Rabbi Eliezar berkata. “Boleh memotong kepala orang bodoh (seorang penduduk dunia fana] pada hari raya Atonement jika hari itu bertepatan dengan hari Sabtu. Lalu muridmuridnya berkata, “Wahai Rabbi, apakah itu sama dengan kurban?” la menjawab, “Benar sekali, karena suatu keharusan untuk melakukan sembahyang pada saat melakukan acara ritual kurban, dan tidak perlu lagi shalat ketika sudah dipukul leher seorang tertentu.”

Pada dasarnya asosiasi penebusan dosa dengan darah ini juga menyebar di ajran Mormon. Michael Newton dalam Journal of Psychohistory 24 (2) Fall 1996, menjelaskan bahwa Hal yang paling dekat ke upacara pengorbanan manusia di antara para pemukim kulit putih dari Amerika Utara, setidaknya sampai abad ini, ditemukan dalam doktrin “penebusan darah” pemeluk Mormon, yang berasal dari tahun 1850-an. Joseph Smith salah satu perintis ajaran Mormon mengatakan ada dosa dari pria yang mereka tidak dapat menerima pengampunan di dunia ini atau di dunia yang akan datang, “dan jika mereka memiliki mata, mereka akan terbuka untuk melihat kondisi mereka yang sebenarnya, mereka akan sangat bersedia untuk menumpahkan darah yang asapnya mungkin naik ke surga sebagai penghapusan dosa mereka,” katanya.

Hingga kini, ritual pembunuhan Yahudi masih menjadi misteri. Beberapa kelompok Yahudi menolak klaim ini. Stephen Prothero, profesor bidang agama dari Boston University, memicu titik balik dalam sejarah Yahudi pada tahun 1840, setelah orang-orang Yahudi di Damaskus dituduh melakukan ritual membunuh seorang biarawan Katolik. “Untuk pertama kalinya, pemimpin Yahudi dari seluruh Eropa dan Amerika Serikat terorganisir dalam kegiatan anti-Yahudi,” kata Prothero, mengutip buku Jewish Literacy karya Joseph Telushkin.


Mary C Boys, profesor pada Union Theological Seminary yang telah mempelajari sejarah terkait ritual darah ini juga menolak klaim ini. Ia menyatakan ‘mitos’ ini berkaitan dengan sikap menyalahkan orang
Yahudi atas kematian Yesus dan pencemaran orang Yahudi. “Banyak hal seperti ini adalah karena ketidaktahuan, tetapi anggapan ini terus hidup hingga saat ini,” katanya. Fitnah darah juga dikaitkan dengan tuduhan bahwa orang Yahudi menggunakan darah orang non-Yahudi untuk membuat matzoh, atau roti tidak beragi, dan anggur. Ia mengatakan bahwa mitos fitnah darah mulai berhembus dari abad pertengahan Eropa,” lanjutnya.

Namun ditengah sanggahan yang dikeluarkan kelompok Yahudi, sebagian rabbi lainnya turut mengamini ritual pembunuhan Yahudi. Mereka menyatakan persembahan orang Non Yahudi diakui secara sah di dalam Talmud. Karenanya tidak heran Rabi Yahudi Yitzhak Shapiro termasuk rabbi yang meyetujui menyatakan pembunuhan terhadap anak-anak Palestina, bahkan bayi sekalipun. “Tidak ada sesuatu yang salah terhadap pembunuhan itu,” tegasnya dalam bukunya The King’s of Torah. 

Talmud sebagai kitab utama para rabbi Yahudi saat ini menguraikan sejumlah ayat-ayat ritual sebagai landasan teologis pembunuhan para goyyim. Kitab Israel (177.b), misalnya,  menganjurkan bahwa pembunuh orang non Yahudi akan mendapatkan pahala di sisi Tuhan, “Burulah kehidupan Kliphoth, lalu bunuhlah ia, maka Allah akan ridha padamu, sebagaimana orang yang mempersembahkan kemenyan harum padanya.” Sedangkan Kitab Yalkut Simoni berkata bahwa semua orang yang menumpahkan darah orang yang tidak bertakwa (non-Yahudi), amalnya makbul di sisi Allah sebagaimana orang yang mempersembahkan kurban kepada Allah.

Zohar (II/43.a) sebagai kitab rujukan Yahudi juga turut memberikan payung dengan mendompleng nama Nabi Musa. Dalam  Zohar (II/43.a) Musa memerintahkan untuk mengganti satu ekor keledai yang lahir pertama kali sebagai ganti dari kurban penyembelihan bayi manusia: Yang dimaksud dengan keledai di sini adalah semua orang yang bukan Yahudi yang berkurban dengan menyembelih bayi,sedang ia adalah dongeng Israel yang kacau. Akan tetapi, bila non-Yahudi menolak untuk berkurban pada waktu itu, maka tulang belakangnya dipecahkan. Mereka harus dihapuskan dan daftar orang hidup. karena sudah dikatakan tentang mereka. “Barangsiapa yang berdosa dengan melawan aku. maka aku akan menghapuskannya dari daftar orang hidup.”

Dan orang-orang Yahudi yang telah membunuh golongan diluarkan akan menempati surga tertinggi. Dalam Zohar (I/38.b dan 39.a) disebutkan: Pada istana-istana surga yang empat akan hidup mereka yang bersedih hati di atas Sion dan Yerussalem, dan semua orang yang memusnahkan bangsa-bangsa penyambah berhala …dan mereka yang membunuh bangsa penyembah berhala akan memakai pakaian-pakaian kekaisaran agar mereka menjadi istimewa dan bangga.

Masih banyak berbagai data dan fakta mengenai ritual ini. Dan umat Islam, masyarakat luas, dan siapapun itu yang peduli atas nyawa manusia tak berdosa, harus terus waspada mengingat hingga kini ritual pembunuhan Yahudi masih terus berlangsung. Allahua’lam


Sumber


0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.