Jumat, 17 Januari 2014

Filled Under:

Pertempuran Nabi Muhammad saw Lagi 3

Bani Qaynuqa

Bani Qaynuqa (disebut juga sebagai Bani Kainuka, Bani Kaynuka, Bani Qainuqa (bahasa Arab: بنو قينقاع) adalah satu di antara tiga suku Yahudi yang tinggal di Yatsrib, sekarang Madinah. Pada tahun 624, mereka diusir oleh Nabi Islam, Muhammad, karena dituduh melanggar perjanjian yang dikenal sebagai Piagam Madinah.[1][2]

Latar Belakang

Pada abad ke-7, Banu Qaynuqa adalah sebuah suku yang tinggal di dua benteng di bagian baratdaya kota Yatsrib, yang sekarang disebut Madinah, telah menetap di sana sejak waktu yang tidak diketahui. Meskipun sebagian besar dari mereka menggunakan nama Arab, mereka secara etnis asli Yahudi dan beragama Yahudi. Mereka tidak menguasai lahan, mencari nafkah melalui perdagangan dan kerajinan tangan, termasuk menjadi tukang emas. [3] Pasar di Yatsrib terletak di tempat dimana bani Qaynuqa tinggal.[4] Bani Qaynuqa bersekutu dengan sebuah suku arab, bani Khazraj, dan mendukung mereka melawan Bani Aws. [3]

Kedatangan Muhammad

Bulan September 622, Muhammad tiba di Madinah bersama para pengikutnya, yang dilindungi oleh komunitas lokal yang dikenal sebagai Ansar. Melanjutkan penyusunan sebuah pakta yang dikenal sebagai Piagam Madinah, di antara Muslim, Ansar, dan berbagai suku Yahudi di Madinah untuk mengatur perihal politik dan pemerintahan kota, lebih jauh mencakup hubungan antar komunitas. Isi dari Pakta, menurut sumber-sumber tradisi dari Muslim, termasuk memboikot para Quraish, dipantangkan untuk membantu mereka, membantu satu sama lain bila diserang oleh pihak luar, mempertahankan Madinah dari "serangan asing".[5][6][7]
Isi dari pakta ini sebagaimana dicatat oleh Ibnu Ishaq dan di salin olehIbn Hisham menjadi perselisihan di antara para sejarahwan modern. Beberapa mempertahankan bahwa "perjanjian" kemungkinan sebagai kumpulan dari perjanjian-perjanjian, lisan daripada tertulis, berasal dari tanggal-tanggal yang berbeda, dan tidak jelas kapan dibuat dan merujuk kepada siapa.[8]
Cepatnya kekuatan Muhammad menyebar di Madinah mengejutkan kekuatan sebelumnya yang sudah ada di sana, dan menimbulkan kemarahan di antara suku-suku Yahudi dan Non-Yahudi yang berusaha membangun kekuatan. Sehingga untuk melindungi diri dan mempertahankan kepentingan pribadi, mereka mungkin telah berinteraksi dengan Bani Quraish yang ingin mencegah Muslim mendapatkan kekuasaan. Dengan demikian kecurigaan ini telah memberikan alasan bagi Muslim untuk mengusir mereka, para pedagang Yahudi.

Pengusiran

Bulan Maret 624, Muslim yang dipimpin oleh Muhammad telah mengalahkan Bani Quraish pada Pertempuran Badar. Ibn Ishaq menulis bahwa perselisihan terjadi diatara Muslim dan bani Qaynuqa (sekutu Bani Khazraj) Ketika seorang Muslimah mengunjungi toko perhiasan di pasar Bani Qaynuqa, ia dikerjai seorang Yahudi, yang mengikat bajunya, sehingga ketika berdiri tanpa disangka bajunya terlepas. Seorang muslim muncul dari kerumunan dan membunuh pemilik toko untuk membalas. Orang-orang Yahudi membalas dengan membunuhnya. Hal ini berlanjut dengan terjadinya saling balas bunuh sebagai upaya balas dendam, dan permusuhan bertumbuh di antara Muslim dan bani Qaynuqa [1]
Sumber dari Muslim memandang kejadian-kejadian tersebut sebagai pelanggaran terhadap Pakta Madinah.[1] Muhammad sediri menyatakan kondisi casus belli.[2] Namun Para sejarahwan barat tidak menemukan kejadian-kejadian tersebut sebagai sebab musabab dari serangan Muhammad kepada Bani Qaynuqa. Menurut F.E. Peters, keadaan yang menjadi sebab dari dugaan pelanggaran Konstitusi Madinah tidak dijelaskan dalam sumber-sumber.[9] Menurut Fred Donner, sumber-sumber yang ada tidak menjelaskan alasan pengusiran Bani Qaynuqa. Donner berpendapat bahwa Muhammad melawan Bani Qaynuqa karena para seniman dan pedaganga, yang kemudian berhubungan dengan pedagang-pedagang dari Mekkah.[10] Weinsinck memandang kejadian yang dikutip oleh sejarawan Muslim, seperti kisah tukang emas Yahudi, memiliki nilai tidak lebih dari sebuah anekdot. Dia menulis bahwa Yahudi bersifat memusuhi Muhammad, dan sebagai sebuah komunitas yang memiliki kekuatan sendiri, yang menimbulkan bahaya besar. Wensinck kemudian menyimpulkan bahwa Muhammad, setelah kemenangan di Badar, memutuskan untuk melenyapkan Yahudi.[3] Norman Stillman berpendapat bahwa Muhammad memutuskan untuk melawan orang-orang Yahudi Madinah setelah Perang Badar.[11]
Muhammad lalu menghampiri Banu Qaynuqa, mengumpulkan mereka di sebuah pasar dan menyatakan beberapa hal. Shibli Nomani dan Safi al-Mubarakpuri melihat respon Muhammad tersebut sebagai sebuah deklarasi perang.[12] Menurut tulisan tradisi Muslim, ayat 10-13 surah ke 3 dari Al-Quran turun kepada Muhammad akibat hal ini.[1] Muhammad kemudian mengepung Bani Qaynuqa selama 14[3] atau 15 hari, menurut ibn Hisham,[13] Bani Qaynuqa kemudian menyerah tanpa syarat.[14] sangat mungkin, menurut Watt, ada terjadi negosiasi. Pada saat pengepungan, Qaynuqa memiliki kekuatan tempu sebanyaj 700 orang, 400 di antaranya berbaju zirah. Watt menyimpulkan, bahwa Muhammad dapat dengan sukses mengepung sebuah kekuatan yang besar karena Bani Qaynuqa tidak dibantu oleh sekutunya. Setelah Bani Qaynuqa menyerah, Abdullah bin Ubayy, kepala suku Khazraj, memohon belas kasihan atas Bani Qaynuqa.[15] According to Ibn Ishaq:[16]
Menurut Michael Cook, Muhammad awalnya ingin membunuh seluruh Bani Qaynuqa tapi akhirnya, akibat mendengar desakan Abdullah, setuju untuk mengusir Bani Qaynuqa.[17] Menurut William Montgomery Watt, Abdullah bin Ubayy mencoba menghentikan pengusiran. Desakan Muhammad adalah bahwa Qaynuqa harus meninggalkan kota, tetapi Abdullah bin Ubay berpendapat bahwa dengan 700 kekuatan tempur, dapat membantu dalam menyerang Mekkah.[18] Rodinson manyatakan bahwa Muhammad ingin semua anggota Bani Qaynuqa dibunuh, tapi Abdullah bin Ubayy, yang merupakan sekutu lama dari Bani Qaynuqa, membujuknya untuk tidak melakukannya.[19] Akibat dari campurtangannya dan kejadian-kejadian lain antaranya dengan Muhammad, Abdullah bin Ubayy digelari sebagai pemimpin para munafik (munafiqun).[20]

Kesimpulan

Bani Qaynuqa kemudian menuju ke sebuah koloni Yahudi di Wadi al-Kura, sebelah utara Madinag, and dari sana menuju Der'a di Suriah,[3] sebelah baratSalkhad. Dengan berjalannya waktu, mereka berasimilasi dengan komunitas Yahudi lainnya, yang sudah ada disana sebelumnya, memperbanyak jumlah mereka.[21]
Muhammad membagi-bagi barang-barang milik Bani Qaynuqa, termasuk senjata dan alat-alat mereka, kepada para pengikutnya, mengambil seperlima bagian, sebagai rampasan pertama, untuk negara Islam. Beberapa anggota suku Bani Qaynuqa memilih tinggal di Madinah dan menjadi muslim, mungkin lebih kepada prospek oportunis daripada keyakinan. Seorang laki-laki dari Bani Qaynuqa, Abdullah bin Sailam, menjadi seorang Muslim yang taat. Meskipun beberapa sumber Muslim menyatakan bahwa ia sudah menjadi muslim segera setelah kedatangan Muhammad ke Madinah, ulama modern lebih meyakini kepada sumber-sumber muslim lain, yang menujukkan bahwa tahun 630, 8 tahun setelah kedatangan Muhammad ke Madinah.[3]

Catatan Kaki

  1. ^ a b c d Guillaume 363, Stillman 122, ibn Kathir 2
  2. ^ a b Watt (1956), p. 209.
  3. ^ a b c d e f Wensinck, A.J. "Kaynuka, banu". Encyclopaedia of Islam
  4. ^ Peters 182
  5. ^ al-Mubarakpuri (1996), pg. 197-8
  6. ^ Ibn Hisham, as-Seerat an-Nabaweeyat, Vol. II, pp. 147-150
  7. ^ Ibn Ishaq, pp. 231-235
  8. ^ Firestone 118; Welch "Muhammad", Encyclopaedia of Islam.. For opinions disputing the early date of the Constitution of Medina, see e.g., Peters 119.
  9. ^ Peters 218
  10. ^ Donner 231–232
  11. ^ Stillman 13
  12. ^ Nomani 90-91, al-Mubarakpuri 239
  13. ^ Stillman 123
  14. ^ Guillaume 363, Stillman 123
  15. ^ William Montgomery Watt. "Abd Allah b. Ubayy b. Salul." Encyclopaedia of Islam
  16. ^ M. V. (Michael V.) McDonald, William Montgomery Watt, The history of al-Tabari, p.86
  17. ^ Michael Cook, Muhammad, p.21
  18. ^ *Watt, Muhammad the prophet and statesman, p.131
    • William Montgomery Watt. "Abd Allah b. Ubayy b. Salul." Encyclopaedia of Islam
  19. ^ Rodinson, Muhammad, page 173.
  20. ^ William Montgomery Watt. "Abd Allah b. Ubayy b. Salul." Encyclopaedia of Islam, see also Stillman 13, 123
  21. ^ Ben-Zvi 147

Sumber

Pertempuran Dzaturriqa`

Bagian dari Perang Arab Madinah-Arab Utara

Tanggal 626 M / Muharram 4 Hijriah
Lokasi Najd sebelah utara Khaybar
Hasil Kemenangan Muslim
Pihak yang terlibat
Arab Muslim Persekutuan Bani Muharib, Bani Tsa'labah dan Bani Ghathafan
Komandan
Muhammad ?
Kekuatan
400 ?
Korban
? ?

Pertempuran Zatu al-Riqa` (Arab:ذات الرقاع) adalah pertempuran antara pihak muslimin dengan Bani Muharib, Bani Tsa'labah dan Bani Ghathafan, di daerah dekat Najd, dan dimenangkan oleh pihak Arab Muslim. Dilain kisah pertempuran ini disebut pula sebagai Perang Bani Anmar,[1] sedangkan dalam buku yang berjudul Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, disebut juga sebagai Perang al-Ajib.[2]

 Peta Peperangan Zatu al-Riqa`, dari Madinah menuju utara Khaybar.

Etimologi

Dinamakan Perang Zatu al-Riqa` karena para prajurit muslim membalut kakinya yang telah luka dengan potongan-potongan kain (riqa`).[3] Lalu setiap enam orang menahan seekor unta sehingga membuat kaki mereka mengeluarkan darah.

Pertempuran

Perang ini terjadi didekat kebun kurma, sebelah utara Khaibar, kemudian jaraknya dikatakan hanya 100km dari utara Madinah, yang terletak antara kebun kurma, lembah al-Hanakiyah dan asy-Syuqrah.
Menurut kisah Islam, dalam perang Dzatu al-Riqa' ini, Malaikat Jibril mengajari salat Khauf kepada Muhammad dan umat Islam memperoleh kelonggaran untuk bertayammum. Dalam tahun itu juga terjadi Perang Badar yang terakhir, kemudian isteri Muhammad yang bernama Zainab binti Khuzaimah meninggal dunia. Pada tahun yang sama pula lahir cucu Muhammad yaitu Husain anak Ali dan Muhammad menikah dengan Ummu Salamah.

Catatan kaki

  1. ^ http://hasanhusein.blogspot.com/2008/10/surat-al-maidah-67.html
  2. ^ Kelengkapan Tarikh Edisi Lux Jilid 2 Oleh Moenawar Chalil, K.H. di Books.Google.com
  3. ^ Hadis riwayat Abu Musa, ia berkata: Kami berjumlah enam orang pernah berangkat bersama Rasulullah saw. dalam suatu peperangan. Kami hanya memiliki seekor unta yang kami tunggangi secara bergantian hingga terkelupaslah kulit-kulit tapak kaki kami begitu juga dengan kedua tapak kakiku bahkan kuku-kukuku banyak yang tanggal. Lalu kami pun membalut kaki-kaki kami dengan potongan kain, maka disebutlah perang Zaturriqa` (riqa` = potongan-potongan kain). Karena kami membalut kaki-kaki kami dengan potongan kain.

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.