Rabu, 05 Maret 2014

Filled Under:

Kartosuwiryo 2

‘Hari Terakhir Kartosoewirjo’

‘Hari Terakhir Kartosoewirjo’ karya Fadli Zon ini mengungkapkan begitu banyak sisi lain dari seorang Kartoswoewirjo. Buku sejarah ini merupakan edisi buku istimewa mengenai sejarah orang nomor satu di Negara Islam Indonesia (NII). Dalam buku ini terdapat 81 buah foto-foto menjelang dan saat eksekusi mati oleh regu tembak TNI terhadap Kartosoewirjo.
Resensi Buku Hari terakhir Kartosoewirjo
Kita ketahui dari buku-buku sejarah, bahwa SM Kartosoewirjo memproklamirkan sebuah Negara islam Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1949  dan gerakan yang melawan NKRI ini akhirnya dilumpuhkan TNI pada tanggal 4 Juni 1962, dan buln September 1962 kemudian dieksekusi mati oleh regu tembak di Pulau Ubi kepulauan Seribu Jakarta.
Dalam buku istimewa mengenai detik-detik terakhir Sang Pemimpin tertinggi DI / TII ini, terpampang foto-foto menjelang dan detik-detik eksekusi Mati, mulai dari foto kKartosoewirjo Shalat taubah sebelum di eksekusi, Berjumpa dengan keluarganya kali terakhir, serta foto-foto prosesi eksekusi mati SM Kartosoewirjo di Pulau Ubi kepulauan Seribu.
Buku ini mengungkapkan fakta yang tersembunyi selama kurang lebih 50 tahun. Dimana Selama ini Kartosoewirjo dipercaya masyarakat dieksekusi dan dikubur di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Bahkan ada makam yang disebut sebagai makam sang imam di sana. Ternyata salah besar. Bahkan sempat juga beredar cerita bahwa sang imam tidak tembus peluru, atau menghilang.
Lewat buku  ini, semua diungkap secara faktual. Buku ini ditulis dengan tujuan utama mengangkat sebuah fakta sejarah mengenai salah satu episode terpenting dalam perjalanan hidup Kartosoewirjo. Fakta-fakta ini jarang sekali, untuk mengatakan tak pernah sama sekali, terungkap oleh sejarawan Indonesia maupun peneliti asing baik dalam catatan mereka atau dalam publikasi ilmiah kesejarahan Indonesia. Inilah detik-detik akhir kehidupan Kartosoewirjo yang dieksekusi mati pada 12 September 1962. Peristiwa itu terjadi persis 50 tahun lalu.
Fakta yang disajikan dalam buku ini belum pernah diangkat di media manapun. Publikasi yang ada mengenai Kartosoewirjo, banyak yang sudah secara detail memaparkan perjalanan hidupnya, pemikiran politiknya, sepak terjangnya dalam kancah gerakan nasionalisme Indonesia, perannya dalam gerakan DI/TII, hingga cerita mengenai tertangkap sampai wafatnya Kartosoewirjo. [sa/islampos]
Sumber
========================================================================

Pengunjung Menahan Haru Melihat Peluru Terakhir Untuk Kartosoewirjo

Beberapa peserta yang membanjiri Taman Ismail Marzuki, Rabu siang (5/09/2012) tampak menahan iba. Dari 81 foto dalam peluncuran buku “Hari Terakhir Kartosoewirjo”,  ada sebuah foto yang menyita perhatian mereka.
Foto itu tidak lain tembakan terakhir dari seorang regu penembak ke arah kepala Kartosoewirjo. Padahal, sebelumnya 5 peluru dari 12 regu tembak telah menembus jantung pejuang kelahiran 1907 itu.
“Tampaknya peluru terakhir ini untuk memastikan kematian Kartosoewirjo,” tandas seorang pengunjung kepada Islampos.
Setelah tembakan terakhir dilepaskan, dr. Kartono Mohammad kemudian mendekati tubuh Imam DI/TII tersebut. Dengan membawa stetoskop, kakak kandung Goenawan Mohammad itu datang untuk memastikan bahwa Kartosoewirjo telah tewas.
“Kami sudah mengundang dr. Kartono, tapi sayang beliau tidak hadir. Padahal beliau adalah saksi kunci dalam penembakan ini,” kata Fadli Zon dalam peluncuran bukunya.
Empat putra Kartosoewirjo ikut menyaksikan pameran foto eksekusi mati ayah mereka. Mereka mengaku ikhlas menerima takdir yang menimpa Imam besar Negara Islam Indonesia itu.
“Ini sudah takdir. Sudah jalannya seperti itu. Bapak hanya menjalankan takdir,” ujar putra Kartosoewirjo, Sardjono, dalam konferensi pers. (Pizaro)
Sumber
========================================================================

Air Laut di Kepulauan Seribu Itu yang Membasuh Jenazah Kartosoewirjo

islampos.com—SIAPA yang tak kenal Kartosoewirjo? Pemimpin DI/TI yang kabarnya dieksekusi di pulau Onrust, namun ternyata dieksekusi mati di Pulau Ubi. Peluncuran dan bedah buku Fadli Zon, ‘Hari Terakhir Kartosoewirjo’ telah mengungkap semua kedok yang puluhan tahun ditutup-tutupi.
Pulau Ubi di gugusan Kepulauan Seribu menjadi saksi proses eksekusi Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Imam DI/TII yang memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia itu dieksekusi regu tembak dari TNI pada 12 September 1962.
Usai eksekusi, jenazah Kartosoewirjo kemudian diperiksa tim dokter untuk memastikan bahwa pria yang lahir di Cepu, Jateng, itu tewas.
“Usai pemeriksaan, jenazah dimandikan dengan air laut, dikafani dan dishalatkan,” tulis Fadli Zon dalam bukunya.
Jenazah Kartosoewirjo diangkat dengan sebuah tandu dan dibawa ke pinggir laut untuk dimandikan. Kemudian, jasad Kartosoewirjo dikafani dan dishalatkan.
“Dari sekian banyak orang yang hadir, hanya empat petugas yang ikut menshalatkan. Setelah itu jenazah Kartosoewirjo dikuburkan,” tulis Fadli yang juga pengajar Sejarah UI ini. [hf/islampos/detiknews]
Sumber
========================================================================

Bung Karno yang Menandatangani Eksekusi Mati Kartosoewirjo

islampos.com—MENYEBUTKAN Kartosoewirjo akan selalu menyebut tokoh besar Indonesia lainnya. Bung Karno. Menurut buku “Hari Terakhir Kartosoewirjo” karya Fadli Zon, Eksekusi mati terhadap Kartosoewirjo dilakukan pada September 1962 atas persetujuan Presiden Soekarno. Saat itu Bung Karno mengaku keputusan untuk menandatangani eksekusi mati itu merupakan salah satu hal terberat dalam hidupnya.
Konon, sebelum Bung Karno bersedia menandatangani vonis mati itu, sang proklamator berkali-kali menyingkirkan berkas eksekusi mati Kartosoewirjo dari meja kerjanya. Hal itu dilakukannya bukan tanpa alasan, Bung Karno dan Kartosoewirjo adalah dua orang karib.  Keduanya berguru pada orang yang sama yakni HOS Tjokroaminoto. Saat itu keduanya tinggal di sebuah rumah kontrakan milik tokoh Sarekat Islam itu.
“Di tahun 1918 ia adalah seorang sahabatku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan Tanah Air. Di tahun 20-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, dia berjuang semata-mata menurut azas agama Islam,” kata Soekarno dalam buku ‘Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat’ Karya Cindy Adams, Terbitan Media Pressido.
Sudah jelas ada perbedaan ideologi antara Soekarno dan Kartosoewirjo. Perbedaan itu tak pelak menyebabkan keduanya berseberangan dan mengambil jalan masing-masing.
Pada 7 Agustus 1949, Kartosoewirjo memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII) di Tasikmalaya. Dengan militansi yang dimilikinya, Kartosoewirjo melebarkan gerakan dan pengaruhnya hingga ke sebagian Pulau Jawa, Aceh, dan Sulawesi Selatan. [sa/islampos//merdeka]
Sumber
========================================================================

Pertemuan & Makan Siang Terakhir Kartosoewirjo dan Anak-Anaknya

islampos.com—SALAH satu permintaan Kartosoewirjokepada Mahkamah Militer, sebelum dieksekusi mati,  adalah bertemu keluarganya. Permintaan ini dikabulkan oleh Mahkamah.
Istri dan anak Kartosoewirjo dipanggil bertemu dengan sang imam DI/TII untuk terakhir kalinya.
Dalam gambar yang diambil dari buku yang ditulis Fadli Zon, ‘Hari Terakhir Kartosoewirjo’, dalam pertemuan itu Kartosoewirjo dalam foto tampak santai. Sama sekali tak ada gurat ketakutan dan ataupun keresahan. Ia terlihat sangat tenang.
Istrinya, yang datang bersama kelima orang anaknyapun, terlihat menikmati pertemuan itu.
Terlihat selendang putih melingkar di bahu sang istri. Anak-anaknya tampak memperhatikan sang ayah yang sebentar lagi akan dieksekusi.
Mereka kemudian makan bersama. Pihak TNI memberikan nasi dan rendang untuk dimakan. Keluarga Kartosoewirjo pun menikmati santapan itu dengan lahap, bahkan sang istri disebutkan sampai kepedasan karena tak terbiasa menyantap rendang.
Tapi Kartosoewirjo sama sekali tidak makan nasi dan rendang itu. Ia hanya memperhatikan keluarganya yang menyantap makan siang.
Kartosoewirjo pun terkadang menengahi dengan candaan-candaan ringan. Sang istri kadang tersenyum, sedang anak-anaknya memperhatikan dengan serius. Itulah makan siang terakhir mereka dengan sang ayah. [sa/pizaro/islampos]



Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.