Jumat, 24 Januari 2014

Filled Under:

Raja Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat 3

6. Hamengkubuwana VI

Sri Sultan Hamengkubuwana VI (Bahasa Jawa: Sri Sultan Hamengkubuwono VI, lahir 10 Agustus 1821 – meninggal 20 Juli 1877 pada umur 55 tahun) adalah sultan keenam Kesultanan Yogyakarta yang memerintah pada tahun 18551877, berjuluk Sinuhun Mangkubumi. Dia menggantikan kakaknya, Hamengkubuwana V yang meninggal di tengah ketidakstabilan politik dalam tubuh Keraton Yogyakarta.

Riwayat Pemerintahan

Nama asli Sultan Hamengkubuwana VI adalah Gusti Raden Mas Mustojo, putra kedua belas Sultan Hamengkubuwana IV yang lahir pada tahun 1821 dari permaisuri Gusti Kangjeng Ratu Kencono.
Hamengkubuwana VI naik takhta menggantikan kakaknya, yaitu Hamengkubuwana V pada tahun 1855, setelah Hamengkubuwana V meninggal secara misterius. Pada masa pemerintahannya terjadi gempa bumi yang besar yang meruntuhkan sebagian besar Keraton Yogyakarta, Taman Sari, Tugu Golong Gilig, Masjid Gedhe (masjid keraton), Loji Kecil (sekarang Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta) serta beberapa bangunan lainnya di Kesultanan Yogyakarta.
Pada masa Hamengkubuwana V, Raden Mas Mustojo adalah seorang penentang keras kebijakan politik perang pasif kakaknya yang menjalankan hubungan dekat dengan pemerintahan Hindia-Belanda yang ada di bawah Kerajaan Belanda. Namun setelah kakaknya meninggal dan dia dinobatkan menjadi raja, semasa pemerintahannya dia justru melanjutkan kebijakan dari kakaknya yang sebelumnya dia tentang keras.
Semasa pemerintahan Hamengkubuwana VI kemudian mulai timbul pemberontakan-pemberontakan yang tidak mengakui masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana VI, namun pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat diredam dan dibersihkan. Hal ini berkat kepemimpinan dan ketangguhan Danurejo V, patih Keraton Yogyakarta saat itu. Hubungan dengan berbagai kerajaan pun terjalin kuat pada masa pemerintahan HB VI, apalagi setelah dia menikah dengan putri Kesultanan Brunai.
Walaupun sempat menimbulkan beberapa sengketa dengan kerajaan-kerajaan lain, tercatat bahwa Sultan HB VI dapat mengatasinya dengan arif bijaksana. Tapi lambat laun hubungan dengan pemerintahan Hindia-Belanda agak mulai menuai konflik tertama karena keraton Yogyakarta kala itu banyak menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan yang menjadi musuh pemerintah Hindia-Belanda dan Kerajaan Belanda.
Pemerintahan Hamengkubuwana VI berakhir ketika ia meninggal dunia pada tanggal 20 Juli 1877. Ia digantikan putranya sebagai sultan selanjutnya, bergelar Hamengkubuwana VII.




 Sumber
=======================================================================

7. Hamengkubuwana VII



Sri Sultan Hamengkubuwana VII (bahasa Jawa: Sri Sultan Hamengkubuwono VII, lahir 4 Februari 1839 – meninggal 30 Desember 1921 pada umur 82 tahun) adalah raja Kesultanan Yogyakarta yang memerintah pada tahun 18771920, berjuluk Sinuhun Behi. Beliau dikenal juga dengan sebutan Sultan Ngabehi atau Sultan Sugih.

Riwayat Pemerintahan

Nama aslinya adalah Raden Mas Murtejo, putra Hamengkubuwono VI yang lahir pada tanggal 4 Februari 1839. Ia naik takhta menggantikan ayahnya tanggal 13 Agustus 1877.
Pada masa pemerintahan Hamengkubuwono VII, banyak didirikan pabrik gula di Yogyakarta, yang seluruhnya berjumlah 17 buah. Setiap pendirian pabrik memberikan peluang kepadanya untuk menerima dana sebesar F200.000,00. Hal ini mengakibatkan Sultan sangat kaya sehingga sering dijuluki Sultan Sugih[rujukan?].
Masa pemerintahannya juga merupakan masa transisi menuju modernisasi di Yogyakarta. Banyak sekolah modern didirikan. Ia bahkan mengirim putra-putranya belajar hingga ke negeri Belanda.
Pada tanggal 29 Januari 1921 Hamengkubuwono VII yang saat itu berusia 81 tahun memutuskan untuk turun takhta dan mengangkat putra mahkota sebagai penggantinya. Konon peristiwa ini masih dipertanyakan keabsahannya karena putera mahkota(GRM. Akhadiyat, putra HB VII nomor 14) yang seharusnya menggantikan tiba-tiba meninggal dunia dan sampai saat ini belum jelas penyebab kematiannya.
Dugaan yang muncul ialah adanya keterlibatan pihak Belanda yang tidak setuju dengan putera mahkota pengganti Hamengkubuwono VII yang terkenal selalu menentang aturan-aturan yang dibuat pemerintah Batavia.
Biasanya dalam pergantian takhta raja kepada putera mahkota ialah menunggu sampai sang raja yang berkuasa meninggal dunia. Namun kali ini berbeda karena pengangkatan Hamengkubuwono VIII dilakukan pada saat Hamengkubuwono VII masih hidup.<--, bahkan menurut cerita masa lalu sang ayah diasingkan oleh anaknya pengganti putera mahkota yang wafat ke Pesanggrahan Ngambarrukma di luar keraton Yogyakarta.-->
Hamengkubuwono VII dengan besar hati mengikuti kemauan sang anak (yang di dalam istilah Jawa disebut mikul dhuwur mendhem jero) yang secara politis telah menguasai kondisi di dalam pemerintahan kerajaan. Setelah turun takhta, Hamengkubuwono VII pernah mengatakan "Tidak pernah ada raja yang meninggal di keraton setelah saya" yang artinya masih dipertanyakan. Sampai saat ini ada dua raja setelah dirinya yang meninggal di luar keraton, yaitu Hamengkubuwono VIII meninggal dunia di tengah perjalanan ke luar kota dan Hamengkubuwono IX meninggal di Amerika Serikat. Bagi masyarakat Jawa adalah suatu kebanggaan jika seseorang meninggal di rumahnya sendiri. Hamengkubuwono VII meninggal di Pesanggrahan Ngambarrukma pada tanggal 30 Desember 1931 dan dimakamkan di Imogiri.
Versi lain Empty citation‎ (help) mengatakan bahwa Hamengkubuwono VII meminta pensiun kepada Belanda untuk madeg pandito (menjadi pertapa) di Kedaton Ngambarrukma atau Ambarrukma. Sampai saat ini bekas kedaton itu masih ada dan di sebelah timurnya dulu pernah berdiri Hotel Ambarrukma yang sekarang beroperasi kembali.

Silsilah

  • Anak tertua dari Sultan Hamengkubuwana VI dan istri pertamanya RAy Sepuh/GKR Sultan/GKR Agung dan diangkat anak oleh Ratu Kencana.
  • Memiliki delapan belas istri:
  1. BRA Sukina/BRA Mangku Bumi (b. 1836), putri termuda Sultan Hamengkubuwana V dengan istri keduanya BRAy Dewaningsih.
  2. GKR Mas, putri dari KRT Jayadipura atau dari Pangeran Suryadiningrat.
  3. GKR Kencana/GKR Wandhani, putri dari Raden 'Ali Basa 'Abdu'l-Mustafa Senthot Prawiradirja.
  4. GKR Kencana II/BRAy Ratna Sri Wulan, putri dari BPH Adi Negara.
  5. BRAy Ratnaningsi.
  6. BRAy Ratnaningdia.
  7. BRAy Ratna Adi.
  8. BRAy Ratnasangdia.
  9. BRAy Ratnajiwata.
  10. BRAy Puryaningdia.
  11. BRAy Devaratna.
  12. BRAy Puspitaningdiya.
  13. BRAy Srengkara Adinindia.
  14. BRAy Rukmidiningdia.
  15. BRAy Ratna Adiningrum.
  16. BRAy Ratna Puspita.
  17. BRAy Tejaningrum.
  18. BRAy Ratna Mandaya, putri dari Patih Dhanuraja VI.
  • Memiliki 31 putra
  • Memiliki 38 putri


Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.