Sejarah kehancuran peradaban terdahulu tidak hanya disebabkan perang sipil, konflik internal dan eksternal pemerintahan, kerusuhan politik, tetapi juga bisa disebabkan oleh faktor iklim dan pertumbuhan penduduk. Asiria, atau Asyur merupakan kerajaan yang berpusat disekitar hulu sungai Tigris, Mesopotamia, wilayah Irak. Kerajaan Asyur merupakan salah satu contoh peradaban yang mengalami kehancuran karena ledakan penduduk dan kekeringan.
Salah satu analisis yang diungkapkan Adam Schneider dari Universitas California-San Diego, Amerika Serikat, dan Selim Adali dari Research Center for Anatolian Civilizations di Turki, bahwa kerajaan Asyur yang pernah berdiri di Irak Utara telah mengalami perluasan wilayah secara terus menerus, ledakan penduduk tak terkendali. Makalah ini diterbitkan dalam jurnal Springer, Climatic Change, edisi November 2014.
Runtuhnya Kerajaan Asyur
Asiria, atau Asyur merupakan kerajaan yang berpusat disekitar hulu sungai Tigris, Mesopotamia, wilayah Irak. Pada masa Asiria kuno yang berkembang pada abad ke-20 hingga ke-15 SM, orang-orang Asyur menguasai sebagian besar Mesopotamia Hulu dan sebagian wilayah Asia Kecil. Periode Asiria Pertengahan terjadi pada abad ke-15 hingga ke-10 SM, saat ini pengaruh kerajaan memudar dan bangkit kembali melalui berbagai penaklukan.
Kerajaan Asyur pada zaman besi awal sekitar 911 – 612 SM telah meluas kebeberapa wilayah. Perluasan ini dibawah kepemimpinan Ashurbanipal yang memimpin sekitar tahun 668 – 627 SM, selama beberapa dekade kerajaan Asyur menguasai seluruh wilayah Bulan Sabit Subur hingga akhirnya kalah yang disebabkan perluasan kekuasaan Kerajaan Neo-Babilonia dan Median.
Asyur merupakan nama asli sebuah kota kuno kerajaan Asiria yang mulai berdiri sejak tahun 2600 SM. Wilayah ini merupakan salah satu kota awal yang pernah berdiri, termasuk juga kota Akkadia di Mesopotamia. Pada tahun 2334 sampai 2154 SM, Raja Asiria tunduk pada Sargon dari Akkadia, yang menyatukan semua bangsa Semit Akkadia dan masyarakat Sumeria berbahasa Mesopotamia dibawah Kekaisaran Akkadia. Setelah jatuhnya Kekaisaran Akkadia tahun 2154 SM, Dinasti Uruk Sumeria Ketiga memerintah Asyur Selatan tapi tidak berlangsung lama, sehingga kerajaan Asyur merdeka kembali.
Pada abad ke-9 SM, kerajaan Asyur Irak utara mulai memperluas ke sebagian besar wilayah Near East kuno. Kerajaan Asyur mencapai puncak kejayaan pada awal abad ke-7 SM, mereka termasuk kerajaan terbesar di Near East. Penurunan kejayaan kekaisaran Asyur dimulai pada akhir abad ke-7, hal ini membuat sejarawan bingung menanggapi penyebab kemunduran kerajaan. Sebagian sarjanawan menganggap kemunduran itu disebabkan perang saudara, kerusuhan politik, dan penghancuran ibu kota Asyur, Niniwe, yang dilakukan koalisi Babilonia dan pasukan Median pada tahun 612 SM.
Walaupun berbagai hipotesis dicetuskan sejarawan, kehancuran kerajaan Asyur tetap menjadi misteri, mengapa sebuah negara adidaya militer di zamannya jatuh secara tiba-tiba dan begitu cepat. Menurut Schneider dan Adali, faktor-faktor seperti pertumbuhan penduduk dan kekeringan juga memberi kontribusi terhadap runtuhnya kerajaan Asyur. Data analisis paleoklimatik menunjukkan bahwa kondisi sekitar Near East menjadi lebih kering selama paruh kedua abad ke-7 SM.
Selama ini, wilayah Near East juga mengalami pertumbuhan penduduk yang signifikan ketika masyarakat sekitar kerajaan Asyur ditaklukkan secara paksa dan dipindahkan. Tentunya hal ini secara substansial mengurangi kemampuan kerajaan dalam menghadapi kekeringan parah seperti yang yang melanda wilayah Near East pada tahun 657 SM. Kedua sarjanawan juga berpendapat bahwa dalam lima tahun masa kekeringan, stabilitas politik dan ekonomi dari kerajaan Asyur telah terkikis sehingga serangkaian perang sipil yang fatal telah melemahkan kekuatan militer.
Faktor-faktor demografi dan iklim tentunya memainkan peran secara tidak langsung, secara signifikan telah meruntuhkan Kerajaan Asyur. Schneider dan Adali menganalisa kesejajaran antara runtuhnya Kerajaan Asyur dan beberapa konsekuensi ekonomi dan politik dari perubahan iklim didaerah yang sama saat ini. Kekeringan parah diikuti kerusuhan, kekerasan, yang terjadi di Suriah dan Irak selama akhir abad ke-7 SM. Kemiripan ini sangat mencolok dengan kekeringan parah dan konflik politik kontemporer berikutnya di Suriah dan Irak Utara saat ini.
Pada skala yang lebih global mereka menyimpulkan, bahwa masyarakat modern bisa menggaris bawahi apa yang terjadi ketika kebijakan ekonomi dan politik jangka pendek lebih diprioritaskan, daripada orang-orang yang mendukung ketahanan ekonomi jangka panjang dan pengurangan risikonya. Kerajaan Asyur berkembang sampai batas tertentu untuk memfokuskan tujuan ekonomi atau politik jangka pendek. Hal ini meningkatkan risiko kerajaan Asyur mengalami dampak negatif perubahan iklim, mengingat kapasitas teknologi dan tingkat pemahaman ilmiah tentang alam.
Referensi
Population boom, droughts contributed to collapse of ancient Assyrian Empire, 05 November 2014, by Springer Science+Business Media.
Journal Ref: “No harvest was reaped”: demographic and climatic factors in the decline of the Neo-Assyrian Empire. Climatic Change, 2014; DOI: 10.1007/s10584-014-1269-y
Austen Henry Layard in Nineveh, 1852, public domain via Wikimedia Commons
Sumber : http://www.isains.com/2014/11/runtuhnya-kerajaan-asyur-ledakan.html#ixzz3IVThYhQR
Follow us: @idsains on Twitter
0 komentar:
Posting Komentar