Minggu, 23 Februari 2014

Filled Under:

Islam Membela Majapahit

Untuk mengikuti arus masyarakat yang menunggu keyakinan baru. Majapahit lalu menganut agama campuran antara Syiwa dan Budha. Rakyat memusatkan penyembahan terhadap raja-raja melalui candi-candi. Dengan timbulnya bencana demi bencana yang tak kunjung habis, maka rakyat pun habis kepercayaannya kepada Raja sebagai Dewa pelindung. Bahkan mereka menganggap raja adalah Batara Kala, sang pembasmi. Mereka mencari dewata yang lain, dewa penyelamat yang dahulu pernah turun menjelma sebagai Ken Arok dari titisan Dewa Brahma, dan Airlangga titisan sang Wisnu.
Harapan itu tertuju ke Medang Kamulan di Kediri, sebuah kerajaan yang diperintah oleh Dahanapura, masih keluarga Majapahit. Kerajaan ini mengagungkan Wisnu, malah meneetapkannya sebagai agama negara. Rakyat memimpin munculnya sang raja penyembah Wisnu itu.
Tahun 1474 M raja Medang Kamulan berikutnya yang bernama Girindrawardhana menyerang Majapahit. Tahun 1478 M, dalam pertempuran di Jingga, Majapahit disikat habis dan diduduki. Kejatuhan ini diabadikan dalam candra sengkala yang berbunyi Sirna Hilang Kertaning Bumi.
Raja penghabisan Majapahit, Bhre Kertabhumi atau Prabu Bhrawijaya V yang tidak kuat lagi melawan, akhirnya menyatakan takluk kepada rakyat Kediri, Keling atau Medang Kamulan itu.
Pangeran Jimbun, dan Raden Patah, yang waktu itu menjadi bupati di Demak, sangat terperanjat mendengar berita ini. Ia adalah putra Brawijaya V dari istri putri Cina yang bernama Retno Subanci. Ia dilahirkan di Palembang, dan sejak kecil ikut abangnya, Aria Damar, yang setelah masuk islam nantinya bernama Aria Abdillah atau Aria Dillah.
Pada tahun 1475 M, sesudah ia diberi hadiah Demak oleh anaknya, ia mendirikan pesantren di Glagah Wangi seperti yang disiasatkan oleh gurunya, Sunan Ampel. Kelak pesantren ini akan menjadi pusat kerajaan Demak dengan nama Bintaro Demak.
Sebagai anak yang berbakti, Raden Patah merasa terpanggil untuk berkorban apa saja demi ayahnya. Sebab agamanya mengajarkan bahwa kebaktian kepada orang tua itu adalah wajib meskipun orang tuanya berlainan agama. Maka penyerahan Brawijaya V kepada Girindrawardhana  dirundingkan dengan para wali. Ditetapkan dalam musyawarah itu untuk mengutus Sunan Kalijaga dan Raden Patah supaya menghadap Prabu Bhrawijaya V. mereka mengusulkan agar Majapahit membatalkan niat takluknya kepada Girindrawardhana. Di samping itu, demi berjaga-jaga menghadapi situasi yang paling gawat, dimintakan kepada Raja untuk mengangkat putranya sendiri, Raden Patah, sebagai Sultan Demak. Juga disarankan agar para wali diizinkan mengajarkan islam kepada rakyat Majapahit dengan harapana rakyat akan terbangun jiwanya oleh semangat jihad yang terdapat di dalam islam untuk melawan penjajah.
Sayang, usul-usul ini ditolak ayahnya yang sudah lemah itu. Bahkan Prabu Brawijaya melarikan diri secara diam-diam ke Gunung Lawu untuk mencari Mukhswa atas anjuran punakawannya, Naya Genggong dan Sabdo Palon, yang di dalam hatinya berkecamuk dendam kepada islam dan umatnya. Sementara itu, dengan sombongnya Girindrawardhana memasuki Majapahit dan memindahkan mahligainya ke sana. Maka ia menyandang gelar Prabu Brawijaya VI.
Menyaksikan kesewenang-wenangan ini habislah kesabaran Demak. Raden Patah bangkit menyiapkan angkatan perangnya.  Digempurnya Majapahit dengan semangat Allahu Akbar. Namun, baru pada tahun 1518 M Demak berhasil mengokohkan kekuasaannya sesudah Prabu Brawijaya VII dapat dibinasakan oleh Pati Unus putra Raden Patah, menjelang ayahnya itu wafat.
Maka, perputaran sejarahpun berbalik kembali. Majapahit akhirnya runtuh juga karena beberapa sebab. Di antaranya beberapa pokok adalah sebab-sebab geologis, yaitu meletusnya Gunung Kelud serta bencana-bencana alam lainnya. Juga karena kian tersebarnya ajaran baru yang membatasi feodalisme dan pemujaan terhadap raja sebagai penjelmaan dewa, ajaran yang menyejajarkan budak dengan raja, yaitu agama islam. Lebih hebat lagi adalah akibat peperangna antara pangeran dan bangsawan untuk saling memperebutkan kekuasaan.
Islam berusaha membela wibawa Majapahit yang telah berjasa menciptakan kejayaan Nusantara. Tetapi, takdir menghendaki lain karena para kawula Majapahit sendiri telah menyerah kepada nasib.



Sumber: 30 Kisah Teladan
Oleh K.H. Abdurrahman Arroisi

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.