Senin, 16 Desember 2013

Filled Under:

Sejarah Iran (5)

Sejarah Iran (5)

5. Kekaisaran Parthia


Ashkâniân
247 SM–224 M
Wilayah Kekaisaran Parthia sek. 1 M
Ibukota Asaak, Hecatompylos, Amol, Ecbatana, Ktesiphon, Susa, Mithridatkird-Nisa
Bahasa Bahasa Iran Pertengahan (meliputi bahasa ParthiA)
bahasa Arama (bahasa asli)[1]
Agama Campuran Hellenistik-Zoroastrianisme
Pemerintahan Feodalisme monarki[2]
Era sejarah Antikuitas Klasik
 -  Didirikan 247 SM
 -  Dibubarkan 224 M
Mata uang drakhma

Kekaisaran Parthia ( /ˈpɑrθiən/; 247 SM – 224 M), dikenal pula sebagai Kekaisaran Arsakid ( /ˈɑrsəsɪd/; bahasa Persia modern: اشکانیان Ashkāniān), adalah kekuatan politik dan kebudayaan Iran yang besar di Persia kuno.[3] Nama Arsakid berasal dari Arsakes I dari Parthia[4] yang, sebagai pemimpin suku Parni, mendirikan kekaisaran ini pada pertengahan abad ke-3 SM setelah dia menaklukkan wilayah Parthia[5] di timur laut Iran, yang ketika itu merupakan sebuah kesatrapan (provinsi) yang memberontak terhadap Kekaisaran Seleukia. Mithridates I dari Parthia (berkuasa sek. 171–138 SM) sangat meluaskan kekaisaran dengan merebut Media dan Mesopotamia dari kekuasaan Seleukia. Pada puncak kejayaannya, Kekaisaran Parthia terbentang dari bagian utara Efrat, di tempat yng kini menjadi Turki tenggara, hingga Iran timur. Kekaisaran ini, terletak di jalur perdagangan Jalan Sutra antara Kekaisaran Romawi di Cekungan Mediterania dan Kekaisaran Han di Cina, menjadi pusat perdagangan dan perniagaan.

Bangsa Parthia banyak mengadopsi seni, arsitektur, kepercayaan keagamaan, dan lambang kerajaan dari kekaisaran mereka yang memiliki kebudayaan yang beragam. Di Kekaisaran Parthia terdapat kebudayaan Persia, Hellenistik, serta banyak kebudayaan lokal. Kira-kira selama separuh masa keberadaannya, para penguasa Parthia mengadopsi kebudayaan Yunani, meskipun pada akhirnya menggunakan tradisi Iran. Para penguasa Parthia memiliki gelar "Raja Segala Raja" dan mengklaim sebagai pewaris takhta Kekaisaran Akhemeniyah; dan memang, mereka menerima banyak raja lokal sebagai negara bawahan yang oleh Kekaisaran Akhemeniyah ditunjuk secara terpusat, meskipun sebagian besar sebagai satrap yang otonom. Kekaisaran Parhia memang menunjukkan sejumlah kecil satrap, sebagian besar di luar Iran, namun kesatrapan-kesatrapan ini lebih kecil dan kurang berkuasa dibanding kesatrapan pada masa Akhemeniyah. Dengan perluasan kekuasaan Parthia, pusat pemerintahan berpindah dari Nisa, Turkmenistan ke Ktesiphon di sepanjang Tigris (sebelah selatan Baghdad modern, Irak), meskipun beberapa tempat lainnya juga digunakan sebagai ibu kota.

Musuh awal Kekaisaran Parthia adalah adalah Kekaisaran Seleukia di barat dan bangsa Skythia di timur. Akan tetapi, seiring Partia meluas ke arah barat, mereka mulai menghadapi konflik dengan Kerajaan Armenia, dan pada akhirnya dengan Republik Romawi akhir. Romawi dan Parthia bersaing satu sama lain untuk menjadikan raja-raja Armenia sebagai klien bawahan mereka. Parthia dengan mudah mengalahkan Marcus Licinius Crassus pada Pertempuran Carrhae pada tahun 53 SM, dan pada tahun 40–39 SM, pasukan Parthia merebut seluruh Levant, kecuali Tyre, dari kekuasaan Romawi. Akan tetapi, Markus Antonius memimpin serangan balasan terhadap Parthia dan beberapa kaisar Romawi menginvasi Mesopotamia selama Perang Romawi-Parthia. Romawi beberapa kali menaklukkan Kota Seleukia dan Ktesiphon selama konflik tersebut, namun tidak pernah mampu menguasainya untuk waktu yang lama. Perang saudara yang sering terjadi antara para pesaing takhta Parthia terbukti lebih berbahaya daripada invasi asing, dan kekuasaan Parthia runtuh ketika Ardashir I, penguasa Estakhr di Fars, memberontak terhadap Parthia dan membunuh pemimpin terakhir mereka, Artabanos IV, pada tahun 224 M. Ardashir mendirikan Kekaisaran Sassaniyah, yang berkuasa di Iran dan Timur Dekat hingga penaklukan Muslim pada abad ke-7 M, meskipun dinasti Arsakid tetap bertahan melalui Dinasti Arsakid Armenia.

Sumber-sumber asli Parthia, yang ditulis dalam bahasa Parthia, bahasa Yunani dan bahasa-bahasa lainnya, sangat sedikit jumlahnya dibanding sumber Sassaniyah dan bahkan Akhemeniyah, yang berasal dari masa yang lebih awal. Selain lembaran kuneiform, fragmen ostraka, prasasti batu, koin drakhma, dan dokumen perkamen, sebagian besar sejarah Parthia diketahui dari sumber-sumber luar, yang terutama meliputi catatan sejarah Yunani dan Romawi, juga catatan sejarah Cina karena Parthia menjadi pasar bagi barang-barang Cina. Karya seni Parthia oleh para sejarawan dianggap sebagai sumber valid untuk memahami beragam aspek dalam masyarakat dan kebudayaan yang tidak terdapat dalam sumber tulisan.

Catatan

  1. ^ Josef Wiesehöfer, Ancient Persia, (I.B. Tauris Ltd, 2007), 119.
  2. ^ Sheldon 2010, hlm. 231
  3. ^ Waters 1974, hlm. 424.
  4. ^ Brosius 2006, hlm. 84
  5. ^ "roughly western Khurasan" Bickerman 1983, hlm. 6.
 __________________________________________________________________________________
 


 

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.