Sabtu, 18 Januari 2014

Filled Under:

Nusantara prasejarah (2)

Megalitik

Nusantara adalah rumah bagi banyak situs megalitik bangsa Austronesia pada masa lalu hingga masa kini. Beberapa struktur megalitik telah ditemukan, misalnya menhir, dolmen, meja batu, patung nenek moyang, dan piramida berundak yang lazim disebut Punden Berundak. Struktur megalitik ini ditemukan di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kepulauan Sunda Kecil.
Punden berundak dan menhir ditemukan di situs megalitik di Pagguyangan, Cisolok dan Gunung Padang, Jawa Barat. Situs megalitik Cipari yang juga ditemukan di Jawa Barat menunjukkan struktur monolit, teras batu, dan sarkofagus.[6] Punden berundak ini dianggap sebagai strukstur asli Nusantara dan merupakan rancangan dasar bangunan candi pada zaman kerajaan Hindu-Buddha Nusantara setelah penduduk lokal menerima pengaruh peradaban Hindu-Buddha dari India. Candi Borobudur dari abad ke-8 dan candi Sukuh dari abad ke-15 tak ubahnya adalah struktur punden berundak.
Di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, ditemukan beberapa relik megalitik yang menampilkan patung nenek moyang. Kebanyakan terletak di lembah Bada, Besoa, dan Napu.[7]
Tradisi megalitik yang hidup tetap bertahan di Nias, pulau yang terisolasi di lepas pantai barat Sumatera, Kebudayaan Batak di pedalaman Sumatera Utara, pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur, serta kebudayaan Toraja di pedalaman Sulawesi Selatan. Tradisi megalitik ini tetap bertahan, terisolasi, dan tak terusik hingga akhir abad ke-19.

Masyarakat di pulau Nias di Indonesia tengah memindahkan sebuah megalit ke kawasan pembangunan, sekitar tahun 1915.

Monolitik Toraja sekitar tahun 1935.

Zaman Perunggu

Kebudayaan Dong Son menyebar ke Indonesia membawa teknik peleburan dan pembuatan alat logam perunggu, pertanian padi lahan basah, ritual pengorbanan kerbau, praktik megalitik, dan tenun ikat. Praktik tradisi ini ditemukan di masyarakat Batak dan Toraja serta beberapa pulau di Nusa Tenggara. Artifak peradaban ini adalah gendang perunggu Nekara yang ditemukan di seantore Nusantara serta kapak perunggu upacara.kufvg

Sistem kepercayaan

Warga Indonesia purba adalah penganut animisme dan dinamisme yang memuliakan roh alam dan roh nenek moyang. Arwah Leluhur yang telah meninggal dunia dipercaya masih memiliki kekuatan spiritual dan mempengaruhi kehidupan keturunannya. Pemuliaan terhadap arwah nenek moyang menyebar luas di masyarakat kepulauan Nusantara, mulai dari masyarakat Nias, Batak, Dayak, Toraja, dan Papua. Pemuliaan ini misalnya diwujudkan dalam upacara sukuran panen yang memanggil roh dewata pertanian, hingga upacara kematian dan pemakaman yang rumit untuk mempersiapkan dan mengantar arwah orang yang baru meninggal menuju alam nenek moyang. Kuasa spiritual tak kasat mata ini dikenali sebagai hyang di Jawa dan Bali dan hingga kini masih dimuliakan dalam agama Hindu Dharma Bali.

Penghidupan

Mata pencaharian dan penghidupan masyarakat prasejarah di Indonesia berkisar antara kehidupan berburu dan meramu masyarakat hutan, hingga kehidupan pertanian yang rumit, dengan kemampuan bercocok tanam padi-padian, memelihara hewan ternak, hingga mampu membuat kerajinan tenun dan tembikar.
Kondisi pertanian yang ideal memungkinkan upaya bercocok tanam padi lahan basah (sawah) mulai berkembang sekitar abad ke-8 SM.[8] memungkinkan desa dan kota kecil mulai berkembang pada abad pertama Masehi. Kerajaan ini yang lebih mirip kumpulan kampung yang tunduk kepada seorang kepala suku, berkembang dengan kesatuan suku bangsa dan sistem kepercayaan mereka. Iklim tropis Jawa dengan curah hujan yang cukup banyak dan tanah vulkanik memungkinkan pertanian padi sawah berkembang subur. Sistem sawah membutuhkan masyarakat yang terorganisasi dengan baik dibandingkan dengan sistem padi lahan kering (ladang) yang lebih sederhana sehingga tidak memerlukan sistem sosial yang rumit untuk mendukungnya.
Kebudayaan Buni berupa budaya tembikar berkembang di pantai utara Jawa Barat dan Banten sekitar 400 SM hingga 100 M.[9] Kebudayaan Buni mungkin merupakan pendahulu kerajaan Tarumanagara, salah satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang menghasilkan banyak prasasti yang menandai awal berlangsungnya periode sejarah di pulau Jawa.

Peninggalan masa prasejarah

Peninggalan masa prasejarah Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan di dinding gua atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian pada situs-situs purbakala.
Beberapa lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah Nusantara:

Catatan kaki

  1. ^ The First Humans: Java Man
  2. ^ Java Man di Encyclopaedia Brittanica.
  3. ^ Foto H. sapiens wadjakensis
  4. ^ M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto. 1992. Sejarah Nasional Indonesia 1: Jaman Prasejarah di Indonesia. Balai Pustaka. p.92.
  5. ^ Shell tool use by early members of Homo erectus in Sangiran, central Java, Indonesia: cut mark evidence
  6. ^ [1]|Cipari archaeological park discloses prehistoric life in West Java.
  7. ^ [2]|Lore Lindu National Park, Central Sulawesi.
  8. ^ Taylor, Jean Gelman. Indonesia. New Haven and London: Yale University Press. hlm. 8–9. ISBN 0-300-10518-5.
  9. ^ Zahorka, Herwig (2007). The Sunda Kingdoms of West Java, From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with Royal Center of Bogor, Over 1000 Years of Propsperity and Glory. Yayasan cipta Loka Caraka.
  10. ^ Ada Lagi Situs Megalitikum, Kali Ini di Cibedug Banten
  11. ^ Ada Lagi Mirip “Gunung Padang” di Cilacap
  12. ^ Ratusan Fosil Purba Berusia 40.000 SM Ditemukan di Tulungagung
  13. ^ Ditemukan Benda Purbakala Sarkofagus & Rangka Manusia Megalitikum di Bali
  14. ^ Papua Kaya Situs Arkeologi Kuno. Kompas daring. Edisi 17-04-2009.
  15. ^ Papua Kaya Situs Arkeologi Kuno. Kompas daring. Edisi 17-04-2009.


Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.