Masa Pemerintahan Belanda (Sebelum Perang Dunia Ke-II)
Pada
masa sebelum Perang Dunia ke-II, pulau Kalimantan yang
termasuk wilayah pemerintahan Hindia Belanda dahulu
terbagi atas 2 Keresidenan (terdiri atas beberapa
swapradja atau daerah bekas kerajaan/kesultanan) yang
berkedudukan (gewest) di:
-
Keresidenan Westerafdeling van Borneo dengan ibukota Pontianak
-
Keresidenan Zuide en Oosterafdeling van Borneo dengan ibukota Banjarmasin
Masa Pendudukan Tentara Jepang
Pada
masa pendudukan tentara Jepang, karena alasan pertahanan
maka pulau Kalimantan dibagi kedalam 3 Keresidenan,
yaitu :
-
Kalimantan Barat dengan ibukotanya Pontianak,
-
Kalimantan Selatan dengan ibukotanya Banjarmasin, dan
-
Kalimantan Timur dengan ibukotanya Samarinda
Masa Pendudukan Sekutu
dan Tentara Belanda (Setelah Perang Dunia Ke-II)
Setelah berakhirnya Perang Dunia ke-II maka tentara
Sekutu menduduki Kalimantan dan Belanda kembali berkuasa
di disana. Pada saat itu susunan pemerintahan bentukan
Jepang yang membagi Kalimantan dalam 3 Keresidenan masih
tetap dipertahankan oleh Belanda.
Sumber
=========================================================================
Masa Pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS)
Berdasarkan Konperensi Meja Bundar (KMB), Konperensi
Malino dan Konperensi Denpasar, Kalimantan terdiri atas
beberapa Negara Bagian yang berstatus sama dengan
Republik Indonesia, yaitu :
-
Federasi Kalimantan Timur dengan ibukotanya Samarinda,
-
Daerah Banjar dengan ibukotanya Banjarmasin (Kotapradja Banjarmasin termasuk ke dalam Daerah Banjar, meskipun demikian Daerah Banjar tidak boleh mencampuri hak-hak dan kewajiban rumah-tangga Kotapradja Banjarmasin dalam daerahnya sendiri),
-
Daerah Dayak Besar dengan ibukota sementara Banjarmasin,
-
Daerah Kalimantan Tenggara dengan ibukotanya Kota Baru,
-
Daerah Kota Waringin dengan ibukotanya Pangkalan Bun
Dasar formal yang dipakai untuk mendirikan daerah
tersebut adalah Staatblad 1946 No. 17, dimana antara
lain ditetapkan bahwa untuk wilayah-wlayah tersebut
berlaku “Zelfbestuursregelen 1938” dengan demikian
lahirlah perkataan “Neo-Zelfbestuur”.
=================================================================================
Masa Pemerintahan Federasi Kalimantan Timur
Masa Pemerintahan Federasi Kalimantan Timur
Federasi Kalimantan Timur terdiri atas swapradja
(zelfbestuur lama) seperti Kutai, Bulongan, Federasi
Gunungtabur/Sambaliung dan Neo-Landschap Pasir atau
Pemerintahan Pasir baru (karena Belanda telah menghapus
Kesultanan Pasir dan Raja Pasir terakhir, Sultan Ibrahim
Chaliludin telah meninggal di pengasingan di Cianjur,
Jawa Barat) yang terpisah dari Keresidenan Kalimantan
Selatan dan dimasukan ke Keresidenan Kalimantan Timur.
Dengan demikian maka Federasi Kalimantan Timur meliputi
seluruh wilayah Keresidenan Kalimantan Timur dengan
penyerahan kekuasaan dan kewajiban kepada Ketua Majelis
Pemerintahan Harian Federasi. Dalam prakteknya Ketua
Majelis Pemerintahan yang ketua dan anggotanya ditunjuk
oleh Dewan Kesultanan terikat kepada persetujuan Ketua
Dewan Kesultanan. Pada saat itu yang menjadi Kepala
Daerah Swapradja Pasir adalah Ketua Dewan Pasir.
Sebelumnya, Neo-Landschap Pasir yang dahulunya merupakan
“rechstreeks bestuurgebied” yang tergabung dalam
keresidenan Kalimantan Selatan dan kemudian berdasarkan
peraturan dalam Staatblad 1946 No. 17 dijadikan daerah
Otonom. Kekuasaan dan kewajiban neo-swapradja yang
didirikan tersebut tunduk pada peraturan
“zelfbestuursregen 1938” sehingga digabungkan
digabungkan dengan Federasi Kalimantan Tenggara yang
sampai pada saat penggabungan dengan Republik Indonesia.
Federasi Kalimantan Tenggara sendiri terdiri atas
Neo-Swapradja, yaitu : Pulau Laut, Pegatan dan Tanjung
Sampanahan. Dengan penggabungan Neo-Swapradja Pasir
dengan Federasi Kalimantan Tenggara menjadi satu daerah
otonom tingkat kabupaten, dengan nama Kota Baru. Di
daerah ini tidak terdapat Swapradja (pemerintahan
kesultanan) yang masih memegang kekuasaan sehingga mudah
untuk dijadikan kabupaten oleh pemerintah Republik
Indonesia.
=================================================================================
MITOLOGI PASIR
LAHIRNYA PUTRI BETUNG
Pada zaman dahulu-kala sebelum di daerah Pasir mempunyai raja, di sebelah kampung di pedalaman (sekarang kampung Batu Butok) tinggalah seorang tua bersama seorang istrinya yang oleh penduduk sekitar tidak diketahui asal-usul dan namanya. Orang tua tersebut memelihara seekor kerbau putih dan pekerjaannya hanya berladang. Kerbau putih tersebut dinamainya “Ukop” dan dipelihara dengan baik sebagai mana layaknya memelihara seorang anak. Oleh tetangganya orang tua itu diberi nama “Kakah Ukop” yang berarti Nenek dari kerbau bernama Ukop yang dipeliharanya.
Pada waktu itu penduduk daerah Pasir pernah mendengar
beberapa cerita tentang suatu negeri yang makmur, baik
serta aman yang diperintah oleh seorang raja. Penduduk
mengharapkan benar supaya di daerah Pasir juga mempunyai
seorang raja. Tetapi siapakah yang diangkat oleh mereka
untuk menjadi raja karena tidak dapat diketahuinya. Oleh
sebab itu penduduk di sekitar kampung dimana Kakah Ukop
tinggal datang kepada Kakah Ukop membicarakan maksud dan
keinginan mereka supaya di daerah Pasir bisa memiliki
seorang raja. Kakah Ukop sangat setuju dan menganjurkan
supaya bersama-sama mencari seorang raja dari luar
daerah Pasir, misalnya dengan berlayar ke pinggir langit
dan meminta bantuan kepada penduduk di sana supaya
diantara mereka ada yang mau memberikan seorang penduduk
dari tepi langit untuk menjadi raja di Pasir.
Setelah selesai perundingan, maka Kakah Ukop diutus oleh
penduduk Pasir untuk mencari raja tersebut. Kemudian
Kakah Ukop berkemas menyediakan alat-alat pelayaran dan
membuat perahu yang sangat besar. Demikianlah maka
pelayaran pertama pencarian raja dimulai oleh Kakah
Ukop. Sesudah 3 tahun dalam perjalanan, Ia kembali ke
negeri Pasir dengan tidak membawa hasil sedikit pun.
Lantaran desakan dari penduduk untuk mencari raja
terus-menerus, maka Kakah Ukop dalam melakukan pencarian
raja itu sampai berlangsung sebanyak 7 kali.
Pada perjalanan yang ke tujuh kalinya itulah Kakah Ukop
sampai ke pinggir langit dan sempat bertemu dengan
penduduk di sana. Kemudian Kakah Ukop menceritakan
maksud dan keinginannya melakukan perjalanan ini adalah
untuk mencari seseorang yang sekiranya patut dan pantas
untuk dijadikan raja di daerah Pasir. Keinginannya itu
mendapat raja mendapat jawaban dari salah seorang
penduduk di pinggir langit, bahwa orang yang pantas
menjadi raja di Pasir telah dikirim kesana maka
mendengar jawaban tersebut segeralah Kakah Ukop
kembalilah ke Pasir.
Sebagai bukti bahwa Kakah Ukop telah bertemu dan
berbicara dengan yang penduduk pinggir langit yang akan
memberi raja untuk daerah Pasir maka Kakah Ukop diberi
barang-barang berupa; ceret, tempat air, nama pinggan
melawen, batil dari tembaga, gong tembaga, sumpitan
akek, kipas emas, sangkutan baju, dan sebuah peti dari
batu. Barang-barang tersebut akan menjadi barang
kerajaan bilamana di daerah Pasir nanti akan diadakan
seorang raja.
Dengan barang-barang tersebutlah maka Kakah Ukop
berlayar kembali pulang. Dalam perjalan pulang, memasuki
daerah Kuala Pasir pada malam harinya Kakah Ukop
bermimpi. Dalam mimpinya tersebut Kakah Ukop bertemu
dengan seseorang yang mengatakan bahwa, “Apabila Kakah
Ukop dalam pelayaran pulangnya tersebut mendapati
sesuatu barang apa saja yang ditemuinya maka harus
diambil dan jangan dibuang”.
Pada keesokan harinya ketika Kakah Ukop pergi ke haluan
perahunya, Ia melihat di depan perahunya menyangkut satu
ruas betung yang besar. Teringatlah dia pada mimpinya
semalam, maka diambilnya satu ruas betung tersebut.
Demikianlah seruas betung itu besama-sama dengan
barang-barang yang diberikan penduduk pinggir langit
dibawanya pulang. Satu ruas betung yang ditemukannya itu
ditaruhnya di atas salayan dapur tempat kayu api.
Mendengar kedatangan Kakah Ukop, maka penduduk
bergembira dan menanyakan hasil perjalannya itu. Kakah
Ukop menjawab bahwa menurut pembicaran dan perjanjiannya
dengan salah seorang yang ditemuinya di pinggir langit,
bahwa yang bakal menjadi raja di Pasir sudah mereka
kirim kesini.
Barang-barang bukti untuk kerajaan Pasir
diperlihatkannya ke penduduk, kemudian barang-barang itu
disimpannya dengan baik di rumahnya. Setelah sekian lama
mereka menunggu datangnya seseorang yang akan menjadi
raja di Pasir ternyata tak pernah kunjung juga, melihat
itu maka Kakah Ukop bermaksud kembali berlayar untuk
yang kedelapan kalinya mencari seorang raja untuk daerah
Pasir. Berangkatlah Ia untuk yang ke delapan kalinya
mencari seorang raja. Sepeninggal Kakah Ukop, istrinya
yang bernama “Itak Ukop” berhubung dengan banyaknya
turun hujan sehingga kayu api untuk persediaan memasak
di atas salayan dapur habis sama sekali dan hanya
tinggal seruas betung tersebut maka dengan tidak
berfikir panjang diambilnya seruas betung itu untuk
dijadikan kayu api dan dibelahnya. Sesudah betung itu
dibelah, maka terdapatlah sebutir telur yang agak besar
dan dengan sangat heran diambilnya telur tersebut
kemudian ditaruhnya di dalam sebuh pinggan melawen.
Pinggan itu diletakkannya di dekat tempat tidurnya.
Tepat pada tengah malam, terdengarlah telur itu menetas
dengan diiringi oleh tangis anak kecil sedang menangis.
Seisi rumah semua bangun untuk menyaksikan kejadian yang
ajaib itu. Anak itu diambil dan dimandikan oleh Itak
Ukop serta diselimuti dengan kain cindai dan
dipeliharanya dengan sangat baik. Anak itu adalah
seorang perempuan dan diberinya nama Putri Betung,
karena asalnya didapat dari dalam balahan betung.
Pada saat yang sama si Ukop, kerbau putih miliknya
sedang beranak juga dan mengeluarkan air susu yang baik,
maka dengan air susu itulah Putri Betung dipelihara dari
bulan ke tahun sehingga besar. Putri Betung telah
berusia 14 tahun, wajahnya sangat cantik sehingga
tersiar kemana-mana tetang kecantikkannya.
Pada waktu itu dengan tidak disangka-sangka, Kakah Ukop
kembali dari pelayarannya dengan tidak pula membawa
hasil yang dimaksudkankan. Ketika tiba di Muara Pasir,
Ia mendapat kabar bahwa istrinya mempunyai seorang anak
perempuan yang sangat cantik sepeninggalnya dalam
pelayaran. Mendengat kabar itu, timbullah marahnya sebab
disangkanya istrinya telah berbuat serong dengan
laki-laki lain sampai mendapat seorang anak. Dengan hati
yang marah Ia mendatangi istrinya dan hendak
membunuhnya. Tetapi hal tersebut dapat dicegah oleh
tetangganya dan berceritalah tetangganya itu tentang
kenyataan yang sesungguhnya terjadi.
Dengan adanya keterangan-keterangan yang sebenarnya
terjadi setelah sepeninggalnya itu maka Kakah Ukop ingat
kembali akan janji orang yang di pinggir langit itu,
sehingga masuk akal baginya bahwa boleh jadi anak inilah
yang dimaksud oleh orang di pinggir langit itu yang akan
menjadi raja di daerah Pasir.
Kakah Ukop lalu insaf dan berbalik girang serta turut
pula menyayangi anak angkatnya itu. Sesudah itu,
teringat pula olehnya akan barang-barang yang dibawanya
dari pinggir langit, lalu diserahkannya kepada Putri
Betung. Demikianlah, mulai saat itu Putri Betung
diangkat dan diakui oleh penduduk Pasir sebagai raja di
daerah Pasir.
Setelah dewasa, Putri Betung dikawinkan dengan seorang
raja dari daerah lain, tetapi tidak bertahan lama yang
pada akhirnya Putri Betung menikah lagi dengan seorang
raja dari tanah Giri (Jawa), bernama Pangeran Indera
Jaya, yang datang dengan kapal layar. Sesudah
perkawinannya itu, maka barang-barang yang dibawanya
dari Giri termasuk sebuah batu dibongkarnya. Hingga
sekarang batu tersebut masih ada dan disimpan di Kampung
Pasir (Benua) yang dikenal oleh penduduk sebagai “Batu
Indera Giri” dan dianggap sebagai “keramat”.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar