Suriah, Kue Terakhir Perang Di Akhir Zaman?
Selasa 4 Safar 1434 / 18 December 2012 10:08
RUSIA akhirnya mengakui secara terbuka bahwa kemenangan
para pejuang Mujahidin adalah sesuatu yang sangat besar di Suriah.
Sedangkan Fogh Rasmussen, Kepala NATO, mengatakan runtuhnya rezim Bassar
al-Assad semakin dekat dan hanya masalah waktu belaka
21 bulan yang lalu, loyalis Damaskus yang paling picik
sekalipun hampir tidak dapat membayangkan bahwa para pejuang Mujahidin
Suriah akan mencapai fase seperti ini. Tapi apakah semua itu berarti
kematian Bashar al-Assad dan rezim 42 tahun yang didirikan oleh ayahnya
sudah dekat pula?
Jika opsi jawabannya adalah militer, maka jawaban pastinya adalah tidak.
Untuk menang, para pejuang harus menaklukkan Damaskus
dan mengusir Assad dari kursi kekuasaannya, yang sudah bersumpah akan
mempertahankannya sampai napas terakhir.
“Kami semua sadar bahwa pertempuran tidak akan mudah,
dan rezim juga akan mempertahankan eksistensinya dengan cara yang paling
brutal,” demikian pernyataan dari para pejuang. “Namun jauh sebelum
pertempuran Damaskus dimulai, dan apa pun tantangan yang kami hadapi,
kami dan rakyat Suriah tidak pernah begitu dekat dengan kemenangan
seperti sekarang ini.”
Benteng kekuasaan
Para pejuang dengan sistematis telah membuat beberapa
gelombang serangan terhadap ibukota sejak bulan Juli silam. Dan walaupun
kondisi Assad sekarang begitu terdesak, komandan pejuang Mujahidin
mengakui bahwa mereka tidak memiliki persenjataan yang tepat untuk
melancarkan serangan terhadap benteng kekuasaan rezim.
Mereka, yang jelas, butuh pesawat tempur dan senjata
canggih. Di Aleppo, misalnya, mereka mengendalikan setengah kota
terbesar di Suriah itu setelah usaha berbulan-bulan, menjungkalkan semua
prediksi bahwa mereka akan dihabisi oleh tentara Syiah Assad di Aleppo.
Artinya, perjuangan berlarut-larut dan berdarah akan segera terbentang di depan.
Maka dari itu, Rusia hadir. Ia menjadi sumbu pendek
antara para pejuang dan Assad. Russia akan memainkan peran proaktif
dalam transisi damai dan meyakinkan Assad untuk pergi dari
Damaskus—ingat, Assad bukanlah Saddam Hussein yang akhirnya digantung.
Langkah ini terikat dengan pertimbangan strategis Rusia,
dan harus menunggu persetujuan KTT antara Putin-Obama setelah
terjadinya pelantikan Presiden Amerika Januari mendatang. Itu pun tidak
ada jaminan sama sekali bahwa Rusia akan berhasil membujuk Assad untuk
mundur.
Dua tahun perang Suriah bergolak, dan mungkin ini
saatnya masuk dalam tahap penutupan. Tapi siapa lagi yang akan bertahan,
bagaimana akan berakhir, dan apakah akan tercipta stabilitas atau
kekacauan tanpa akhir, masih menjadi teka-teki besar. Suriah, bisa jadi,
merupakan kue terakhir dalam rantai makanan di semua hadist-hadist
akhir zaman? Allohu alam. [sa/islampos]