“Apabila seorang Yahudi membutuhkan hati, lalu apakah boleh
diambilkan hati dari tubuh orang non Yahudi yang tidak berdosa demi
menyelamatkan seorang warga Yahudi ? Taurat sangat mungkin memfirmankan
bahwa perbuatan seperti itu adalah kosher (halal)”
Kata-kata di atas diucapkan oleh Rabbi Yitzhak Ginsburgh dan dilansir
oleh media terkenal Israel, The Jewish Week, pada Jum’at, 26 April
1996. Nama Ginsburgh tentu bukanlah nama yang asing di kalangan Yahudi.
Pria kelahiran tahun 1944 ini terkenal sebagai seorang Rabi Amerika yang
lahir di Israel.
Buku-bukunya pun tersebar luas di kalangan Yahudi
menjadi rujukan untuk mendalami agama Yahudi seperti Adamah Shamayim Tehom, (1999) Ahava (2010) Al Yisrael Ga’avato (1999) Ani L’Dodi (1998) Kumi Ori (2006) Lahafoch Et Hachoshech L’ori (2004) dan masih banyak lagi.
Pernyataan Ginsburgh tersebut tentu menjadi kontroversial karena
dikeluarkan untuk menjawab polemik seputar hukum menggunakan organ tubuh
“manusia” di luar Yahudi. Penulis sengaja mengapit tanda kutip karena
selama ini sejumlah literatur Yahudi sudah kadung memvonis bahwa orang
non Yahudi lebih hina daripada babi yang sakit. Akan tetapi, jawaban
Ginsburgh ternyata diluar perkiraan umat Yahudi pada umumnya. Dengan
lantang, dekan sebuah Sekolah Agama Yahudi di Israel ini memberikan
fatwa boleh dalam kasus ini. Ginsburg beralasan nyawa seorang Yahudi
memiliki nilai yang tiada terkira. Maka, keselamatannya boleh
diperjuangkan meski harus mengambil organ tubuh orang non Yahudi. Sekali
lagi orang non Yahudi: “Karena Yahudi lebih suci dan unik dibanding
dengan nyawa bangsa lain,” tandas Ginsburg.
Meski kebanyakan warga Israel menolak pandangan seperti ini, namun
Rabbi Moshe Greenberg yang ahli tentang pandangan-pandangan kitab-kitab
suci Israel, justru memperkuat alibi Ginsburg. Ia menyatakan bahwa
pemanfaatan organ tubuh seorang goyyim -suka tidak suka- memang
dibolehkan karena firman-firman Yahudi mengamini itu. Lebih jauh
Profseor dalam Hebrew University ini, seperti dikutip oleh Abdi Al Haqq
dalam bukunya Israel Menjarah Organ Tubuh Muslim Palestina,
menyatakan bahwa firman-firman kitab suci seperti itu murni masuk secara
teoritis dalam kitab-kitab tersebut, karena pada waktu itu umat yahudi
memang tidak kuasa untuk melaksanakannya. Namun, saat ini menurutnya
hukum tersebut masih berlaku tidak saja ketika Yahudi sudah memiliki
negara, namun ketika sudah kuat sekalipun.
Rupanya fakta yang selama ini ditutupi Yahudi satu per satu mulai
muncul ke permukaan. Sikap cuci tangan Israel atas tuduhan pencurian
organ tubuh muslim Palestina pun menjadi sangat naïf untuk didengar. DR.
Yehuda Hiss, Direktur Kamar Mayat Israel antara tahun 1988 hingga 2004
menjadi salah satu Tokoh yang dianggap bertanggung jawab atas misteri
yang menimpa organ tubuh muslim Palestina. Nasib pilu mesti dialami
rakyat Palestina karena mereka tidak saja dizalimi, dibunuh, tapi
mayatnya juga harus menjadi “tumbal” demi kepentigan Yahudi.
Pada tahun 2000, koran Israel Yediot Ahronot sempat memuat laporan
hasil investigasi yang mengungkapkan bahwa DR Yehuda Hiss kedapatan
kerap mencopot organ tubuh tanpa izin. Mayat syuhada Palestina tersebut
diisi dengan gagang sapu dan kapas yang dipotong-potong sebelum
penguburan. DR Yehuda Hiss kemudian dituding terlibat dalam penjualan
organ tubuh manusia yang terdiri dari kaki, paha, indung telur,
payudara, hingga (maaf) buah zakar. Namun uniknya meski fakta demikian
terang benderang hampir tidak ada tindakan yang dilakukan Pemerintah
Israel atas fakta tersebut. Semakin kuat Israel memungkiri tindakan
kejinya, semakin bukti berdatangan untuk memperkuat realita itu.
Keluarga korban pun menuntut pertanggungjawaban dengan menyeret Israel
ke Mahkamah internasional.
Sebuah tayangan video berdurasi 57 menit akhirnya berhasil mengungkap
bagaimana DR. Yehuda Hiss memberikan “restu” untuk mencuri organ-organ
tubuh, memberikan instruksi kepada para dokter untuk melakukan hal
tersebut, dan terkadang dia sendiri yang melakukan pencurian organ
tubuh. “Kami tidak akan mencongkel seluruh bagian bola mata, kami hanya
akan memotong bagian kornea mata kemudian menutup kembali mata
(jenazah),” kata Hiss dalam video itu. Israel murka, dan mengancam akan
memperkarakan tiap wartawan yang mengangkat kasus itu.
Kasus pencurian organ muslim ternyata tidak saja terjadi di
Palestina. September 2009, Amerika pernah dibuat gempar atas penangkapan
seorang Rabi Yahudi do Amerika yang merupakan pimpinan mafia
internasional perdagangan organ manusia dan penculikan anak-anak dari
Aljazair oleh pihak kepolisian New York.
Pria Yahudi yang di tangkap tersebut merupakan salah satu dari
sindikat yang terlibat dalam isu perdagangan organ yang terungkap
baru-baru ini. Dr. Mustafa Khayati, direktur Komisi Nasional Aljazair
untuk Peningkatan Kesehatan dan Pengembangan Penelitian, kepada harian
“al Khabir” Aljazair, mengatakan, “Penangkapan mafia ini terjadi setelah
penyelidikan Interpol menunjukkan bahwa anak-anak Aljazair diculik dari
kota-kota barat Aljazair dan dibawa ke Maroko, untuk diselundupkan
ginjal mereka ke “Israel” dan Amerika Serikat; dijual dengan harga
antara 20 ribu dan 100 ribu dolar untuk setiap satu ginjalnya.”
Khayati menjelaskan geng ini sengaja menculik anak-anak dari Aljazair
kemudian dilakukan operasi terhadap mereka di Maroko, sebelum diekspor
dan dijual di entitas Zionis Israel dan Amerika Serikat. Para dokter
yang aktif dalam masalah ini dibekali dengan peralatan yang diperlukan
untuk melakukan operasi jenis ini. Tidak dijelaskan kapan terjadinya
penangkapan seorang Yahudi Amerika yang memimpin aksi pencurian organ
anak-anak Aljazair tersebut. Khayati menjelaskan bahwa penangkapan
jaringan yang dipimpin oleh orang Yahudi ini tidak berarti bahwa bahaya
telah berlalu; para spesialis dan pengamat ini menegaskan bahwa ada
kelompok-kelompok Yahudi lainnya yang masih aktif di beberapa negara
Arab.
Saetelah kasus ini menyeruak dikabarkan bahwa pemerintah AS meringkus
sebanyak 44 orang, di antaranya adalah para Rabi Yahudi dan dan para
pemimpin kota di wilayah New Jersey, setelah mereka dituduh terlibat
dalam kegiatan pencucian uang dan penjualan organ tubuh manusia.
Kasus tidak berhenti disitu. Harian terkemuka Swedia, Afonbladet
sempat membuat berang Israel ketika menaikkan artikel berjudul “Mereka
Merampas Organ Tubuh Anak-Anak Kami.” Dalam artikel itu disebutkan bahwa
tentara-tentara Zionis menculik anak-anak muda Palestina di Tepi Barat
dan Jalur Gaza. Anak-anak muda itu dikembalikan lagi pada keluarganya
dalam keadaan meninggal dunia dengan kondisi tubuh yang tidak lagi utuh.
Seorang lelaki Palestina asal kota Nablus, pada wartawan Aftonbladet
mengaku bahwa kerabatnya dijadikan donor organ tubuh secara paksa oleh
tentara-tentara Zionis. Tidak sedikit warga Palestina menjadi korban
atas aksi biadab pasukan Zionis tersebut dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Selain itu Aftonbladet juga membeberkan peristiwa yang terjadi tahun
1992, ketika seorang aktivis muda Palestina ditangkap oleh tentara
Zionis di kota Nablus. Aktivis itu ditembak di bagian dada, di perut dan
di kedua kakinya kemudian dibawa ke tempat yang tidak diketahui oleh
tentara-tentara Zionis itu.
Jenazah pemuda Palestina bernama Bilal itu baru ditemukan lima hari
kemudian dalam kondisi mengenaskan. Menurut Aftonbladet, saat ditemukan,
kondisi Bilal saat menyedihkan. Luka menganga di bagian dadanya menjadi
bukti penyiksaan macam apa yang telah dialami Bilal.
Hingga kini para Rabi Yahudi mengklaim bahwa tindakan itu adalah sah
bagi Israel. Mereka menilai Yahudi memiliki hak untuk melakukan
pembunuhan atau penjualan organ tubuh muslim palestina dan anak-anak
muslim lainnya dimanapun mereka berada. “Setiap orang Yahudi, yang
menumpahkan darah orang durhaka (non-Yahudi), sama dengan
mempersembahkan kurban kepada Allah.” (Bammidber Raba, c 21 & Jalkut 772).
Entah sampai kapan hal ini terus terjadi? Kita yang bisa menjawab pertanyaan itu. Ya, kita umat Islam.
SENIN 1 Mei 1989 mungkin menjadi hari yang tidak menyenangkan bagi
presenter ternama, Oprah Winfrey. Tampil membawakan tema talk show
kontroversial bertajuk Mexican Satanic Cult Murders, Oprah
ditantang untuk menguak jaringan dan praktek ritual berdarah Yahudi di
Chicago. Untuk itu, seorang pemudi Yahudi Chicago aseli Meksiko (29
tahun) dihadirkan demi memuaskan rasa penasaran pemirsa. Namun ia tidak
berani mengungkapkan identitas aselinya. Ia memilih aman dengan
menggunakan nama samaran, Rachel.
Apa yang terjadi? Sungguh diluar dugaan. Rachel mengungkapkan secara
telanjang mengenai doktrin berdarah dalam tradisi olkutisme dalam
agamanya. Ia sendiri mengaku sebagai salah satu pelaku yang turut
berpartisipasi dalam ritual mengorbankan bayi. Yang menarik adalah, sang
gadis muda itu tidak bepartisipasi dalam sekte okult manapun, tapi dia
melakukannya karena memang dia seorang Yahudi.
“Orang tentunya mengira anda adalah seorang Yahudi yang baik, namun
ternyata kalian semua memuja setan di dalam rumah kalian?” selidik Oprah
tidak percaya. Dan Rachel kemudian menegaskan, “Benar. Ada banyak
keluarga Yahudi lainnya di seluruh Amerika Serikat yang melakukan hal
itu, bukan hanya keluarga saya.”
Artinya, Rachel merasa bahwa praktik keji ini tidak hanya menjadi
monopoli keluarganya, tapi juga jamak dilakukan oleh keluarga Yahudi
manapun di dunia. Bahkan Rachel turut menuding ritual pembunuhan
terhadap bayi ini terkait erat dengan kasus pembunuhan yang melenyapkan
nyawa tiga belas orang di Matomoros, Meksiko
Mendengar penjelasan Rachel, sontak presenter berkulit hitam itu
terkejut. Ia mengaku hari itu adalah kali pertama ia mendengar tentang
orang Yahudi mengorbankan anak-anak. Rachel sendiri merasa terpaksa
melakukan hal itu. Tidak ada sedikitpun niatnya untuk menghabisi nyawa
makhluk tak berdosa seperti bayi. “Ketika saya masih sangat muda, saya
dipaksa untuk berpartisipasi dalam ritual itu, dan yang saya harus mau
mengorbankan bayi,” kenangnya.
Akibat kuatnya intensitas ritual pembunuhan bayi tersebut, Rachel
mengalami kemerosotan jiwa yang mendalam. Adegan pembunuhan mengerikan
yang tiap saat dilakukanya turut berdampak terhadap kondisi
psikologisnya. Dokter memvonisnya mengidap kepribadian ganda. Kini,
Rachel pun diharuskan mengikuti proses terapi psikiatri guna memulihkan
kondisi mentalnya.
Kasus tidak berhenti di situ. Pasalnya, Rachel kemudian membocorkan
sebuah rahasia bahwa sejumlah aparat keamanan turut bertanggungjawab
terhadap masalah ini. Menurutnya, pihak kepolisian sudah mengetahui
ritual-ritual kriminal yang dilakukan oleh kelompok Yahudi, namun
tekanan dari otoritas keamanan Amerika yang telah dikuasai Yahudi
membuat tradisi okult ini berjalan tanpa pernah ada tindakan pencegahan.
Tak selang berapa lama, kasus ini pun menjadi pemberitaan hangat di
Amerika. Kelompok Yahudi mengecam Oprah Winfrey yang dituding melakukan
propaganda antisemit. Sikap ‘riang’ Oprah saat wawancara Rachel membuat
kelompok Yahudi berang bukan kepalang. Stasiun televisi di seluruh
negeri seperti New York, Los Angeles, Houston, Cleveland, Washington DC
pun ikut menjadi pelampiasan atas kemarahan kaum Yahudi. Mereka kemudian
menuntut Oprah meminta maaf karena telah menayangkan acara yang dapat
membuat Yahudi berada dalam ancaman. Oprah tidak bisa berbuat banyak.
Jaringan media yang hampir seluruhnya dikuasai Yahudi membuat wanita
kelahiran 1954 itu mengutararakan penyesalannya.
“Kami semua puas bahwa Oprah Winfrey dan stafnya tidak bermaksud
untuk menyinggung siapapun dan bahwa Oprah benar-benar menyesal karena
pelanggaran atau kesalahpahamannya, ” kata pemimpin komunitas garis
keras Yahudi, Anti Defamation League, Barry Morrison.
Namun apa yang dilakukan Oprah berbanding terbalik dengan Rachel. Ia
akhirnya membuka identitas aselinya dan semua orang tahu bahwa Rachel
adalah nama samaran dari Vicky Polin. Setelah selesai menjalani terapi
psikologis, ia tampil kedepan dengan mendirikan pusat rehabilitasi dan
advokasi bagi orang-orang yang memiliki nasib sama dengannya. Polin
menamakannya: The Awarennes Centre. Baginya, kegilaan ajaran okultisme Yahudi harus diungkap.
Melalui situs Web-nya, www.theawarenesscenter.org, Polin
menerima keluhan dari Yahudi di seluruh dunia. Dia mengatakan situs ini
dikunjungi oleh sekitar 15.000 orang setiap bulan dan terlibat dalam
proyek-proyek konseling sekira 60-80 jam pe rminggu. Namun meski
mendapatkan banyak dukungan, sebagian Rabi dan tokoh Yahudi turut
mengecamnya. Mereka menilai Polin berusaha membalaskan dendamnya kepada
Yahudi. “Di beberapa tempat, kami dipandang sebagai pahlawan dan dalam
beberapa kita dipandang sebagai gila atau ingin membalas dendam,”
tandasnya seperti dikutip dari The Jewish Week, Maret 2004.
Tantangan Polin untuk menyadarkan aktor-aktor pembunuh maupun para
korban yang selamat, bisa dikata terbilang berat. Kasus demi kasus terus
terjadi sampai saat ini. Ada yang terungkap, ada pula yang berhenti di
tengah jalan. Kegigihan keluarga korban menjadi salah satu kunci dalam
membuka praktik-praktik sadis seperti ini.
Di daerah asalnya sendiri, Meksiko, kasus pembunuh yang berlandaskan
tradisi olkutisme masih sering terjadi. Pada akhir Maret 2012, misalnya,
Meksiko kembali dikejutkan dengan penangkapan tujuh anggota kultus
setan yang diduga mengorbankan anak laki-laki berumur 10 tahun dan
seorang wanita 44 tahun. Pemimpin kelompok itu adalah Silvia Meraz. Ia
meyakini bahwa mempersembahkan korban manusia untuk Kultus Kematian
Kudus (La Santa Mmuerte) akan membawa berkah berupa keuntungan ekonomi
dan kesehatan bagi mereka. Kasus ini sendiri terungkap setelah Jaksa
membuka investigasi atas aduan dari pihak keluarga dimana kolega mereka
yang bernama Yesus Octavio Martinez dilaporkan hilang selama 10 tahun.
Para tersangka lainnya mengaku bahwa Meraz membujuk enam anggota
keluarga untuk membunuh tiga orang pada waktu yang berbeda, yakni
membunuh seorang wanita dewasa dan dua anak-anak. Meraz adalah penghasut
dari tiga pembunuhan dan berpartisipasi langsung dalam dua dari
pembunuhan, kata Jose Larrinaga, Juru Bicara Jaksa Agung Meskiko.
“Ritual itu diadakan pada malam hari, mereka menyalakan lilin.
Kemudian mereka mengiris nadi korban, sementara mereka masih hidup.
Kemudian mereka menunggu korban kehabisan darah sampai mati, dan
mengumpulkan darah di sebuah tempat. Ada pula yang dipotong lehernya.
Preferensi wanita itu untuk memotong leher korban, dengan alasan bahwa
Kematian Kudus lebih suka seperti itu dan akan memberitahu mereka di
mana ada uang untuk mencuri, yang akan menjadi bagian dari hadiah atas
persembahan mereka,” sambung Larrinaga seperti dilansir unmid.com
Kultus Kematian Kudus, populer di kalangan pedagang obat bius dan
beberapa penjahat Meksiko lainnya, adalah campuran dari agama Kristen,
tradisi India dan kepercayaan Paganisme yang muncul pada 1940-an di
lingkungan Kota miskin Meksiko dan kemudian menyebar di seluruh negeri.
Sekte ini telah dikutuk oleh Vatikan dan tidak diakui sebagai aliran
Kristiani oleh pemerintah Meksiko. Mereka mengklaim memiliki lima juta
anggota di seluruh dunia, memiliki gereja utamanya di Mexico City.
SENIN, 23 Januari 2006 ada pemandangan tidak biasa di Malaysia. Dewan
Fatwa Nasional negara Malaysia, mengeluarkan fatwa berisi pelarangan
bagi umat Islam di negara jiran itu untuk ikut ambil bagian dalam jenis
musik heavy metal terutama yang beraliran black metal.
Pelarangan ini pasti bukan tanpa sebab. Para ulama Malaysia memang
terkenal tegas pada akidah. Benar saja, Dewan Fatwa menganggap Black Metal
telah memasukkan unsur-unsur ‘pemujaan setan’ dan sumpah serapah
terhadap Tuhan. Selain itu, grup musik yang beraliran metal ini
cenderung melakukan pelanggaran yang diatur norma agama seperti minum
minuman beralkohol dan seks bebas.
Black metal sendiri muncul pada awal tahun 1980an,
mendahului munculnya aliran-aliran musik metal ekstrim yang makin
beragam dan ikut melibatkan unsur permainan ‘Ilmu Hitam’. Akar musik black metal
ini diciptakan oleh seorang gitaris asal Norwegia Øystein Aarseth
(1968–1993). Ia menyebarkan kampanye anti Kristen, menghina Tuhan dan
mengagungkan setan lewat lagu-lagunya. Musik ini kemudian mulai mendapat
perhatian di Malaysia pada 2001 setelah sejumlah media massa mengekspos
berita seorang anak muda penggemar musik black mulai melakukan ritual
minum darah.
Darah sendiri memang memiliki tempat tersendiri dalam jamuan
paganisme maupun berbagai aliran musik yang menyertakan peran Yahudi
dibaliknya. Januari 2012, misalnya, Dailymail sempat melansir
pengakuan salah satu pekerja Hotel Intercontinental, London yang melihat
Ratu Illuminati yang juga pennayi kontroversial Lady Gaga meninggalkan
cairan mirip darah dalam jumlah besar di bak mandi hotel. Sumber lainnya
juga mengungkapkan bahwa semua staf hotel sangat yakin Gaga telah mandi
di sana, atau setidaknya menggunakan cairan itu untuk mendandani
kostumnya yang selalu super aneh di atas panggung.
Tidak hanya itu, jika anda pernah melihat rekaman konser Lady Gaga di
New York (durasi dua jam) kita dapat menyimpulkan betapa pintarnya Gaga
menyelipkan berbagai macam penerjemahan Teologi Yahudi baik dalam
simbol, lirik, maupun tarian. Setelah konser berlangsung selama 1 jam,
Gaga pun tampil dengan kostum minimalis dengan simbahan darah merah di
tubuhnya.
Pertanyaannya adalah kenapa darah menjadi sedemikian penting dalam Yahudi? Arnold Lesse pengarang Jewish Ritual Murder
memiliki jawabannya. Menurutnya, meskipun kebencian terhadap Goyyim
menjadi motif utama Yahudi melaksanakan ritual darahnya, namun tradisi
yang mengasosiasikan darah sebagai ide penebusan dosa juga tidak bisa
dipinggirkan. Lesse menjelaskan bahwa berkembang pemikiran di beberapa
orang Yahudi bahwa mereka tidak dapat diselamatkan atau kembali ke Bukit
Sion kecuali setiap tahun darah seorang Kristen harus ditumpaghan demi
konsumsi ritual.
Prof. Dr Ahmad Syarkawi, dalam bukunya Talmud: Kitab Hitam Yahudi Yang Menggemparkan menjelaskan
fakta Arnold Lesse sebelumnya bahwa ide penebussan dosa (atonement)
menjadi pemicu dibalik serangkaian aksi penghabisan nyawa non Yahudi.
Dalam bab yang berjudul Tidak Boleh Hari Raya Berlalu Begitu Saja Tanpa Memukul Leher Seorang Nasrani dijelaskan bahwa Rabbi Eliezar berkata. “Boleh
memotong kepala orang bodoh (seorang penduduk dunia fana] pada hari
raya Atonement jika hari itu bertepatan dengan hari Sabtu. Lalu
muridmuridnya berkata, “Wahai Rabbi, apakah itu sama dengan kurban?” la
menjawab, “Benar sekali, karena suatu keharusan untuk melakukan
sembahyang pada saat melakukan acara ritual kurban, dan tidak perlu lagi
shalat ketika sudah dipukul leher seorang tertentu.”
Pada dasarnya asosiasi penebusan dosa dengan darah ini juga menyebar di ajran Mormon. Michael Newton dalam Journal of Psychohistory 24 (2) Fall 1996,
menjelaskan bahwa Hal yang paling dekat ke upacara pengorbanan manusia
di antara para pemukim kulit putih dari Amerika Utara, setidaknya sampai
abad ini, ditemukan dalam doktrin “penebusan darah” pemeluk Mormon,
yang berasal dari tahun 1850-an. Joseph Smith salah satu perintis ajaran
Mormon mengatakan ada dosa dari pria yang mereka tidak dapat menerima
pengampunan di dunia ini atau di dunia yang akan datang, “dan jika
mereka memiliki mata, mereka akan terbuka untuk melihat kondisi mereka
yang sebenarnya, mereka akan sangat bersedia untuk menumpahkan darah
yang asapnya mungkin naik ke surga sebagai penghapusan dosa mereka,”
katanya.
Hingga kini, ritual pembunuhan Yahudi masih menjadi misteri. Beberapa
kelompok Yahudi menolak klaim ini. Stephen Prothero, profesor bidang
agama dari Boston University, memicu titik balik dalam sejarah Yahudi
pada tahun 1840, setelah orang-orang Yahudi di Damaskus dituduh
melakukan ritual membunuh seorang biarawan Katolik. “Untuk pertama
kalinya, pemimpin Yahudi dari seluruh Eropa dan Amerika Serikat
terorganisir dalam kegiatan anti-Yahudi,” kata Prothero, mengutip buku Jewish Literacy karya Joseph Telushkin.
Mary C Boys, profesor pada Union Theological Seminary yang telah
mempelajari sejarah terkait ritual darah ini juga menolak klaim ini. Ia
menyatakan ‘mitos’ ini berkaitan dengan sikap menyalahkan orang
Yahudi
atas kematian Yesus dan pencemaran orang Yahudi. “Banyak hal seperti ini
adalah karena ketidaktahuan, tetapi anggapan ini terus hidup hingga
saat ini,” katanya. Fitnah darah juga dikaitkan dengan tuduhan bahwa
orang Yahudi menggunakan darah orang non-Yahudi untuk membuat matzoh,
atau roti tidak beragi, dan anggur. Ia mengatakan bahwa mitos fitnah
darah mulai berhembus dari abad pertengahan Eropa,” lanjutnya.
Namun ditengah sanggahan yang dikeluarkan kelompok Yahudi, sebagian
rabbi lainnya turut mengamini ritual pembunuhan Yahudi. Mereka
menyatakan persembahan orang Non Yahudi diakui secara sah di dalam
Talmud. Karenanya tidak heran Rabi Yahudi Yitzhak Shapiro termasuk rabbi
yang meyetujui menyatakan pembunuhan terhadap anak-anak Palestina,
bahkan bayi sekalipun. “Tidak ada sesuatu yang salah terhadap pembunuhan
itu,” tegasnya dalam bukunya The King’s of Torah.
Talmud sebagai kitab utama para rabbi Yahudi saat ini menguraikan
sejumlah ayat-ayat ritual sebagai landasan teologis pembunuhan para
goyyim. Kitab Israel (177.b), misalnya, menganjurkan bahwa
pembunuh orang non Yahudi akan mendapatkan pahala di sisi Tuhan,
“Burulah kehidupan Kliphoth, lalu bunuhlah ia, maka Allah akan ridha
padamu, sebagaimana orang yang mempersembahkan kemenyan harum padanya.”
Sedangkan Kitab Yalkut Simoni berkata bahwa semua orang yang
menumpahkan darah orang yang tidak bertakwa (non-Yahudi), amalnya makbul
di sisi Allah sebagaimana orang yang mempersembahkan kurban kepada
Allah.
Zohar (II/43.a) sebagai kitab rujukan Yahudi juga turut memberikan payung dengan mendompleng nama Nabi Musa. Dalam Zohar (II/43.a)
Musa memerintahkan untuk mengganti satu ekor keledai yang lahir pertama
kali sebagai ganti dari kurban penyembelihan bayi manusia: Yang
dimaksud dengan keledai di sini adalah semua orang yang bukan Yahudi
yang berkurban dengan menyembelih bayi,sedang ia adalah dongeng Israel
yang kacau. Akan tetapi, bila non-Yahudi menolak untuk berkurban pada
waktu itu, maka tulang belakangnya dipecahkan. Mereka harus dihapuskan
dan daftar orang hidup. karena sudah dikatakan tentang mereka.
“Barangsiapa yang berdosa dengan melawan aku. maka aku akan
menghapuskannya dari daftar orang hidup.”
Dan orang-orang Yahudi yang telah membunuh golongan diluarkan akan menempati surga tertinggi. Dalam Zohar (I/38.b
dan 39.a) disebutkan: Pada istana-istana surga yang empat akan hidup
mereka yang bersedih hati di atas Sion dan Yerussalem, dan semua orang
yang memusnahkan bangsa-bangsa penyambah berhala …dan mereka yang
membunuh bangsa penyembah berhala akan memakai pakaian-pakaian
kekaisaran agar mereka menjadi istimewa dan bangga.
Masih banyak berbagai data dan fakta mengenai ritual ini. Dan umat
Islam, masyarakat luas, dan siapapun itu yang peduli atas nyawa manusia
tak berdosa, harus terus waspada mengingat hingga kini ritual pembunuhan
Yahudi masih terus berlangsung. Allahua’lam
Sumber