Serigala betina Capitolina
Wilayah Kerajaan Romawi
REGNVM ROMANVM
Regnum Romanum |
|
Kerajaan Romawi (Latin: Regnum Romanum) adalah sebuah pemerintahan monarki di kota Roma dan wilayah kekuasaannya.[1]
Tidak banyak yang diketahui mengenai sejarah Kerajaan Romawi karena
tidak ada sumber tertulis yang berasal dari zaman tersebut. Kebanyakan
sumber ditulis selama masa Republik dan Kekaisaran berdasarkan pada legenda. Sejarah Kerajaan Romawi bermula sejak pendirian kota tersebut, sekitar tahun 753 SM dan berakhir setelah penggulingan kekuasaan para raja dan pendirian Republik pada tahun 509 SM.[2]
Awal kerajaan
Kerajaan Romawi bermula dari permukiman di sekitar Bukit Palatine di sepanjang sungai Tiber di Italia Tengah.
Wilayah itu subur dan bukit-bukitnya menyediakan perlindungan sehingga
tempat itu mudah dipertahankan. Hal ini ikut berperan dalam kejayaan
Roma kelak.[3]
Pada awalnya Romulus dan Remus berselisih mengenai tempat akan
didirikannya kota. Ketika Romulus sedang membangun tembok kota, Remus
mengejek dan mengganggu pekerjaannya. Puncaknya adalah ketika Remus
melewati wilayah Romulus, Remus dibunuh oleh Romulus.[4] Menurut sumber dari Livius, Plutarkhos, Dionysius dari Halicarnassus dan yang lainnya, kerajaan Romawi dipimpin oleh tujuh raja dalam masa 243 tahun.
Ketika bangsa Galia menyerang Roma setelah Pertempuran Allia
pada 390 SM, (menurut Polybius pertempuran tersebut terjadi pada
387/386 SM) mereka menghancurkan semua catatan sejarah, sehingga tidak
ada catatan sejarah dari masa kerajaan.[5]
Lembaga politik
Raja
Romawi awal adalah sebuah monarki yang dipimpin oleh seorang raja (Latin: rex). Semua raja Romawi dipilih oleh rakyat Roma kecuali Romulus yang menjadi raja karena dia yang mendirikan Roma.[6]
Dengan asumsi bahwa raja berdaulat penuh dan memegang kekuasaan tertinggi negara, maka raja juga adalah sekaligus:[7]
- Kepala pemerintahan - memiliki kekuasaan untuk menegakkan hukum, mengelola semua harta milik negara, dan mengawasi semua pekerjaan umum
- Kepala Negara - mengatur hubungan dengan kerajaan lain dan menerima duta besar.
- Pemimpin Legislatif - merumuskan dan mengajukan undang-undang.
- Panglima tertinggi - komandan militer Romawi dengan kekuasaan mengatur legiun, menunjuk pemimpin militer, dan menyatakan perang.
- Pemimpin keagamaan - mewakili Romawi dan rakyatnya di hadapan para dewa, memiliki kendali administratif atas agama Romawi.
- Hakim Agung - mengambil keputusan mengenai semua kasus pidana dan perdata.
Kepala pemerintahan
Raja diberikan kekuasan pemerintahan, kehakiman, dan militer tertinggi dengan penggunaan imperium.
Imperium dimiliki raja seumur hidupnya dan membuat raja kebal terhadap
pengadilan. Sebagai pemilik tunggal imperium di Roma pada saat itu, raja
memiliki kekuasaan eksekutif tertinggi serta kekuasaan militer sebagai panglima tertinggi seluruh legiun Romawi. Selain itu, hukum yaang menjaga warga negara dari penyalahgunaan magistratus yang memiliki imperium, tidak ada pada masa raja.
Kekuasaan raja yang lainnya adalah hak untuk menunjuk atau mencalonkan pejabat pada semua jabatan. Raja menunjuk tribunus celerum untuk bertugas sebagai tribunus suku Ramnes di Roma sekligus sebagai komanan pengawal pribadi raja, Celeres.
Raja diharuskan menunjuk tribunus ketika mulai menjabat dan ketika akan
meninggal. Tribunus merupakan jabatan tertinggi kedua setelah raja dan
juga memiliki hak untuk memanggil rapat Majelis Curiate.
Jabatan lainnya yang ditunjuk oleh raja adalah praefectus urbi,
yang bertindak sebagai penjaga kota. Ketika raja sedang berada di luar
kota, prefek memiliki semua kekuasaan dan hak raja, bahkan diberikan
imperium selama berada di dalam kota.
Raja juga merupakan satu-satunya orang yang bisa mengangkat bangsawan menjadi anggota Senat.
Pemimpin keagamaan
Raja memiliki hak pada auspicium atas nama Roma dan kepala augurnya,
dan tidak ada bisnis publik yang dapat dilaksanakan tanpa kehendak dewa
menjadikan asupicium penting. Orang-orang mengenal raja sebagai
perantara antara manusia dengan dewa (pontifex, "pembangun jembatan") dan dengan dimikian mereka memandang raja dengan sangat religius. Ini menjadikan raja sebagai pemimpin agama negara. Raja bisa mengatur kalender Romawi,
dia juga menyelenggarakan semua upacara keagamaan dan menunjuk pejabat
keagaamaan yang lebih rendah. Diceritakan bahwa Romulus merupakan
pendiri jabatan augur sekaligus merupakan augur terhebat. Demikian juga
raja Numa Pompilius, yang mengembangkan dasar-dasar dogma keagamaan
Romawi.
Pemimpin legislatif
Di bawah kepemimpinan raja, lembaga legislatif (Senat dan Majelis
Curiate) hanya memiliki sedikit kekuasaan; mereka bukanlah lembaga yang
independen karena mereka tidak memiliki hak untuk berkumpul dan
mendiskusikan masalah kenegaraan sesuai kehendak mereka. Mereka hanya
bisa berkumpul jika dipanggil oleh raja dan hanya boleh mendiskusikan
masalah sesuai keinginan raja. Walaupun begitu, Majelis Curiate memiliki
hak untuk meluluskan hukum yang diusulkan oleh raja, sedangan senat
berfungsi sebagai dewan kehormatan. Senat bertugas menasehati raja namun
tidak bisa mencegah tindakan raja. Satu-satunaya tindakan raja yang
tidak boleh dilakukan tanpa persetujuan Senat dan Majelis Curiate adalah
menyatakan perang terhadap negara lain.
Hakim agung
Memiliki imeperium memjadikan raja berhak menentukan putusan dalam
semua kasus pengadilan, karena raja juga dapat berfungsi sebagai sebagai
kepala keadilan Roma. Meskipun raja bisa menunjuk pontif untuk bertugas
sebagai hakim dalam perkara-perkara kecil, raja memiliki otoritas
tertinggi dalam semua kasus yang dibawa ke hadapannya, baik perkara
pidana maupun perdata. Ini menjadikan raja sangat berkuasa baik dalam
masa damai maupun dalam masa perang. Beberapa sejarawan percaya bahwa
keputusan raja tidak dapat diganggu gugat dan dengan dimikian tidak
dapat dilakukan banding. Namun beberapa sejarawan lainnya meyakini bahwa
permohonan banding dapat diajukan pada raja oleh kalangan bangsawan pada pertemuan Majelis Curiate.
Untuk membantu raja, sebuah dewan bertugas menasehati raja selama
persidangan, namun rajalah yang berhak menentukan putusan akhirnya. Raja
juga menunjuk dua detektif kriminal (Quaestores Parridici) sebagai
pengawas pada kasus-kasus pengkhianatan. Menurut Livius, Tarquinius Superbus,
raja ketujuh dan terakhir Romawi, menghakimi kasus-kasus kriminal tanpa
penasehat, sehingga menciptakan ketakutan pada orang-orang yang hendak
melawannya.[8]
Daftar raja yang pernah memerintah
Romulus
Romulus adalah raja pertama sekaligus pendiri Roma. Romulus
mendirikan Roma di atas bukit Palatine. Setelah mendirikan Roma, Romulus
mengizinkan semua laki-laki, baik manusia bebas ataupun budak, untuk datang dan menjadi warga Roma.[9] Untuk menyediakan istri bagi warganya, Romulus menculik wanita-wanita kaum Sabin sehingga kerajaan Sabin memerangi Roma.[10] Setelah berperang dengan kaun Sabin, Romulus berbagi gelar dengan raja Sabin, Titus Tatius.[11][12] Pada masa pemerintahannya, Roma juga berperang dengan kerajaan Fidenate dan Veii.[13]
Romulus memilih 100 orang bangsawan untuk membentuk senat sebagai dewan penasihat bagi raja.[14] Setelah penggabungan dengan Sabin, Romulus menambah lagi 100 sebagai senat.[15] Romulus membagi rakyatnya menjadi tiga puluh curiae
(golongan), dinamai berdasarkan tiga puluh wanita Sabin yang berperan
dalam menghentikan perang antara Romulus dan Titus Tatius. Pewakilan
tiap Curiae berkumpul membentuk Dewan Curiata.[16]
Setelah kematiannya pada usia 54 tahun, Romulus dipuja sebagai Quirinus, dewa perang.[17][18]
Numa Pompilius
Setelah kematian Romulus, terjadi masa interregnum selama satu tahun dimana 10 orang anggota senat terpilih memerintah sebagai interrex.
Senat kemudian memilih Numa Pompilius, seorang Sabin, untuk menjadi
raja berikutnya. Dia dipilih karena reputasinya sebagai orang yang adil
dan beriman.[19]
Meskipun awalnya Numa tidak mau menerima jabatan kerajaan, ayahnya
meyakinkannya untuk menerima posisi itu sebagai cara untuk melayani para
dewa.[20]
Masa pemerintahan Numa ditandai dengan perdamaian dan reformasi keagamaan.[21] Numa membangun kuil Janus
dan melakukan kesepakatan damai dengan kerajaan tetangga Roma. Numa
kemudian menutup pintu kuil tersebut untuk menunjukkan keadaan damai.[22][23] Numa juga banyak menetapkan dan mendirikan jabatan keagamaan di Roma, contohnya perawan vesta, Pontifex Maximus, Salii, flamine.[24][25] Numa mereformasi kalender Romawi dengan menambahkan bulan Januari dan Februari sehingga totalnya menjadi 12 bulan.[22][26] Numa mengatur wilayah Roma menjadi distrik-distrik untuk menciptakan aministrasi yang lebih baik, membagi-bagi tanah kepada para penduduk, dan membentuk serikat dagang.[27] Tradisi mengatakan bahwa pada masa pemerintahan Numa perisai Jupiter jatuh dari langit,
dengan masa depan Roma tertulis di atasnya. Numa memerintahkan untuk
membuat sebelas salinannya, yang kemudian dipuja sebagai benda suci oleh
orang Romawi.[28] Numa memerintah selama 43 tahun dan meninggal secara alami[18][29]
Tullus Hostilius
Tullus Hostilius adalah raja yang lebih suka berperang dibanding mengurusi masalah keagamaan.[30] Pada masa pemerintahannya, Roma memusnahkan kerajaan Alba Longa dan mengambil seluruh penduduknya.[31] Dia juga berperang dengan kerajaan Fidenae, Veii, dan Sabin. Dia membangun tempat baru untuk senat, Curia Hostilia, yang bertahan sampai 500 tahun setelah kematiannya.[18]
Dalam suatu cerita, Tullus mengabaikan para dewa hingga akhirnya ia jatuh sakit. Tullus kemudian memanggil Jupiter dan memohon pertolongannya namun Jupiter membakar sang raja dengan petirnya.[32] Tullus memerintah Roma selama 31 tahun.[33][34]
Ancus Marcius
Setelah kematian Tullus Hostilius yang misterius, senat Romawi
memilih cucu Numa Pompilius, Ancus Marcius, sebagai raja. Seperti
kakeknya, Ancus Marcius lebih suka perdamaian dan hanya berperang jika
dia diserang. Dia melakukan kesepakatan damai dengan kerajaan tetangga
Roma dan membuat mereka bersekutu dengan Roma. Dia banyak membangun
infrastruktur, seperti penjara pertama Roma, pelabuhan, dan pabrik garam. Dia juga membangun jembatan pertama yang melalui sungai Tiber.
Setelah memimpin selama 25 tahun, Dia meninggal secara alami seperti
kakeknya, menandai berakhirnya pemerintahan raja Latin-Sabin di Roma.
Tarquinius Priscus
Tarquinius Priscus merupakan keturunan Etruska. Setelah pindah ke
Roma, dia diadopsi oleh Ancus Marcius. Dalam masa pemerintahannya, dia
memenangkan banyak peperangan melawan kerajaan lain dan membuat Roma
memperoleh banyak harta rampasan perang.
Dia menambahkan 100 anggota dari suku Etruska ke dalam senat. Dia juga menambah jumlah tentara menjadi 6.000 infantri dan 600 kavaleri.[3] Dia membangun kuil Jupiter, Circus Maximus
(arena balap kereta kuda), mendirikan Forum Romawi, mengadakan
kompetisi olahraga Romawi, dan memperkenalkan lambang militer Romawi.
Setelah menjadi raja selama 25 tahun, dia dibunuh oleh anak kandung Ancus Marcius.
Servius Tullius
Tarquinius Priscus digantikan oleh menantunya, Servius Tullius.
Servius adalah raja Roma kedua yang merupakan keturunan Etruska. Servius
mengadakan sensus
penduduk pertama dan membagi-bagi penduduk Roma berdasarkan tingkat
ekonominya dan wilayah geografisnya. Dia mendirikan Dewan Centuria dan
dewan Suku. Dia membangun kuil Diana
dan tembok yang mengelilingi tujuh bukit di Roma. Dia memerintah selama
44 tahun kemudian dibunuh oleh putrinya (Tullia) dan menantunya (Tarquinius Superbus).
Tarquinius Superbus
Tarquinius Superbus anak dari Tarquinius Priscus dan menantu Servius
Tullius. Tarquinius Superbus juga adalah orang Etruska. Tidak seperti
raja-raja sebelumnya, masa pemerintahan Tarquinius Superbus diisi dengan
kekejaman dan teror sehingga rakyat memberontak padanya. Kekuasaan
Tarquinius Superbus berakhir pada 509 SM, sekaligus menandai berakhirnya pengaruh Etruska di Romawi dan pembentukan Republik.[35] Sementara Tarquinius Superbus melarikan diri ke kota Tusculum dan kemudian ke Cumae, di mana ia meninggal dunia pada 496 SM.[36]
Senat
Senat kerajaan Romawi
Romulus mendirikan Senat
setelah dia mendirikan Roma. Dia memilih orang-orang dari kaum
bangsawan (orang-orang yang memiliki kekayaan dan istri serta anak yang
sah) untuk menjabat sebagai dewan kota. Dengan demikian, Senat adalah
dewan penasihat raja. Senat terdiri dari 300 orang Senator, dimana 100
orang Senator mewakili tiga suku kuno di Roma: Ramnes (latin), Tities
(Sabin), dan Lukeres (Etruska). Raja memiliki kekuasaan untuk mengangkat
Senator namun harus disesuaikan dengan adat kebiasaan.
Dalam pemerintahan monarki, Senat hanya memiliki sedikit kekuasaan
dan kewenangan karena sebagian besar kekuasaan dipegang oleh raja,
selain itu raja dapat menjalankan semua kewenangannya tanpa persetujuan
Senat. Fungsi utama Senat adalah melayani raja sebagai penasihat dan
koordinator legislatif. Setelah undang-undang yang diusulkan oleh raja
melewati Comitia Curiata, Senat bisa menolaknya atau menyetujuinya
sebagai hukum. Raja bisa meminta pertimbangan pada Senat mengenai
masalah tertentu namun pada akhirnya rajalah yang memutuskan. Raja
memiliki kewenangan untuk mengadakan rapat Senat kecuali selama interregnum, dimana Senat bisa mengadakan rapatnya sendiri.
Pemilihan raja
Ketika seorang raja mati, Romawi memasuki masa interregnum.
Kekuasaan tertinggi negara akan berpindah ke Senat, yang bertanggung
jawab untuk mencari raja baru. Senat akan berkumpul dan menunjuk salah
satu anggotanya sendiri (interrex)
untuk bertugas selama lima hari dengan tujuan mengusulkan raja
berikutnya. Setelah lima hari, seorang interrex akan menunjuk (dengan
persetujuan Senat) Senator lain sebagai interrex. Proses ini akan terus
berlanjut sampai raja yang baru terpilih. Setelah interrex menemukan
calon yang cocok, ia akan mengusulkannya pada Senat dan Senat akan
meninjau calon tersebut. Jika Senat menyetujuinya, interrex akan
memanggil Majelis Curiate untuk mengadakan sidang.
Setelah diusulkan kepada Majelis Curiate, rakyat Romawi dapat
menerima atau menolaknya. Jika diterima, raja terpilih tidak segera
menjalankan tugas. Dia harus melalui dua proses lagi sebelum mendapatkan
kekuasaan penuh. Pertama, raja harus menjalani upacara keagamaan yang
dipimpin oleh seorang augur. Kedua, pemberian kewenangan dari Majelis Curiate kepada raja terpilih.
Akhir kerajaan
Raja ketujuh Romawi, Tarquinius Superbus, memerintah dengan kejam. Dia menggunakan kekerasan, pembunuhan, dan teror untuk mempertahankan kekuasaannya. Sang raja juga mencabut banyak konstitusi yang telah ditetapkan oleh pendahulunya. Puncaknya adalah peristiwa pemerkosaan Lucretia yang kemudian menyebabkan rakyat memberontak dan menggulingkan kekuasaan raja. Setelah itu, Romawi menjadi sebuah republik.
Romawi pasca-monarki
Untuk menggantikan kepemimpinan raja, dibuatlah lembaga baru bernama konsul.
Konsul terdiri dari dua orang, dipilih untuk masa jabatan selama satu
tahun, dan konsul yang satu dapat membatalkan kebijakan konsul yang
lain. Awalnya, konsul memiliki kekuasaan seperti raja, dalam
perkembangan selanjutnya, kekuasaan konsul dikurangi dengan adanya hakim-hakim yang memegang wewenang tertentu. Yang pertama muncul adalah praetor, yang membuat konsul tak lagi memiliki otoritas yudisial. Kemudian ada censor yang mengambil alih dari konsul hak untuk melakukan sensus.
Rakyat Romawi kemudian menciptakan jabatan yang disebut diktator.
Seorang diktator memiliki wewenang penuh atas masalah-masalah sipil dan
militer. Kekuasaan diktator begitu mutlak sehingga jabatan ini hanya
berlaku pada masa-masa darurat. Walaupun tampaknya mirip dengan raja,
diktator Romawi memiliki masa jabatan yang terbatas yaitu enam bulan.
Berlawanan dengan konsep modern diktator sebagai perampas kekuasaan,
diktator Romawi dipilih secara bebas, biasanya berasal dari jajaran
konsul.
Setelah menjadi republik, kekuasaan keagamaan raja diberikan kepada dua jabatan baru: Rex Sacrorum dan Pontifex Maximus. Rex Sacrorum secara de jure adalah pejabat agama tertinggi di Republik. Tugas utamanya adalah mengadakan pengorbanan tahunan untuk Jupiter, sebelumnya tugas ini dilakukan oleh raja. Sedangkan pejabat agama tertinggi secara de facto
adalah Pontifex Maximus, yang memegang sebagian besar wewenang
keagamaan. Dia memiliki kekuasaan untuk menunjuk dan mengangkat
pejabat-pejabat keagamaan seperti perawan Vesta,
pendeta, dan bahkan Rex Sacrorum. Pada awal abad ke-1 SM, jabatan Rex
Sacrorum dilupakan dan Pontifex Maximus memperoleh hampir seluruh
kewenangan keagamaan Romawi.
Kembalinya monarki
Dengan naiknya Gaius Julius Caesar dan anak angkatnya Gaius Julius Caesar Octavianus
(Kaisar Augustus), Romawi hampir dipimpin kembali oleh raja. Gaius
Julius Caesar terpilih sebagai Pontifex Maximus dan diktator selama
seumur hidup, yang memberinya kekuasaan lebih banyak daripada raja-raja
terdahulu. Namun sebelum berhasil mengubah Romawi, Caesar lebih dulu
terbunuh pada 15 Maret 44 SM. Selama periode antara 28 SM dan 12 SM, Augustus memperoleh konsuler kekaisaran dan kekuasaan Tribun Rakyat, dikombinasikan dengan posisi Pontifex Maximus dan Princeps Senatus.
Semua jabatan tersebut membuat Augustus menjadi sangat berkuasa.
Augustus kemudian mendirikan Kekaisaran Romawi, ini adalah awal dari
masa Principatus. Meskipun telah menjadi kekaisaran, lembaga-lembaga republik masih tetap ada sampai masa Dominatus. Bahkan sampai era Bizantium, kaisar akan berbagi gelar konsul. Ada juga kepausan, yang memerintah Romawi untuk jangka waktu tertentu, bersama dengan Negara Kepausan.
Catatan kaki
- ^ The Roman Kingdom of Italy. 753 - 510 B.C.
- ^ Timeline of the Roman Kingdom
- ^ a b Roldán, J.M. (1995): La República Romana Historia de Roma, Tomo I. Ed. Cátedra, Madrid ISBN 84-376-0307-2
- ^ Plutarch, Life of Romulus 10
- ^ Asimov, Isaac. Asimov's Chronology of the World. New York: HarperCollins, 1991. p. 69.
- ^ Cornell, T., The Beginnings of Rome: Italy and Rome from the Bronze Age to the Punic Wars (c.1000–264 BC), Routledge, 1995. ISBN 978-0-415-01596-7
- ^ Abbott, Frank Frost (1901). A History and Description of Roman Political Institutions. Elibron Classics (ISBN 0-543-92749-0).
- ^ Livius, Ab urbe condita, 1.49
- ^ Livy, Ab urbe condita 1:8
- ^ Plutarch, Life of Romulus 14-15
- ^ Plutarch, Life of Romulus 19-20
- ^ Livy, Ab urbe condita 1:9-13
- ^ Livy, Ab urbe condita 1:14-15
- ^ Plutarch, Life of Romulus 13
- ^ Plutarch, Life of Romulus 20
- ^ Livy, Ab urbe condita 1:8, 13
- ^ Plutarch, Life of Romulus 29
- ^ a b c Smith, William, Dictionary of Greek and Roman Biography and Mythology: Boston, 1867
- ^ Livy, Ab urbe condita 1:17-18
- ^ Plutarch, Life of Numa 5
- ^ Livy, Ab urbe condita 1:21
- ^ a b Livy, Ab urbe condita 1:19
- ^ Plutarch, Life of Numa 20
- ^ Livy, Ab urbe condita 1:20
- ^ Plutarch, Life of Numa 9-11
- ^ Plutarch, Life of Numa 18-19
- ^ Plutarch, Life of Numa 17
- ^ Plutarch, Life of Numa 13
- ^ Plutarch, Life of Numa 21
- ^ Livy, Ab urbe condita 1:22
- ^ Livy, Ab urbe condita 1:29
- ^ Livy, Ab urbe condita 1:31
- ^ Niebuhr, Römische Geschichte, Berlin, 1811
- ^ Cicerón, De Re publica II, 17
- ^ Cary, M.; Scullard, H. H., A History of Rome. halaman 55. Edisi ketiga. 1979. ISBN 0-312-38395-9.
- ^ Plácido, D.; Alvar, J. y González, C. (1991): La formación de los estados en el Mediterráneo occcidental. Ed. Síntesis, Madrid ISBN 84-7738-104-6
Sumber