Peta yang menunjukkan invasi Persia tahun 490 SM
|
|||||||
Pihak yang terlibat | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Eretria | Kekaisaran Persia | ||||||
Komandan | |||||||
Tak diketahui | Datis, Artaphernes |
||||||
Kekuatan | |||||||
Tak diketahui | 20.000 – 25.000 infantri dan 1.000 kavaleri (perkiraan modern) 600 kapal, 200.000 – 600.000 infantri, dan 10.000 kavaleri (sumber-sumber kuno) |
||||||
Korban | |||||||
Tak diketahui | Tak diketahui |
Lokasi Pengepungan Eretria
Pengepungan Eretria adalah konflik militer pada tahun 490 SM, dalam invasi pertama Persia ke Yunani. Dalam peristiwa ini, kota Eretria di Euboia dikepung oleh pasukan Persia di bawah komando Datis dan Artaphernes.
Invasi pertama Persia adalah tanggapan terhadap keterlibatan Yunani dalam Pemberontakan Ionia, ketika Eretria dan Athena mengirim pasukan untuk membantu kota-kota di Ionia dalam usaha mereka untuk melepaskan diri dari kekuasaan Persia. Pasukan Eretria dan Athena berhasil menaklukkan dan membakar Sardis, tapi kemudian terpaksa mundur dengan kerugian yang besar. Kaisar Persia, Darius I, marah besar dan bersumpah akan menghukum Eretria dan Athena.
Setelah pemberontakan di Ionia berhasil dihentikan oleh Persia melalui kemenangan pada Pertempuran Lade, Darius pun mulai menyerang Yunani. Pada tahun 490 SM, dia mengirim armada laut di bawah komando Datis dan Artaphernes untuk menjelajahi Laut Aigea dan menaklukkan Kyklades, dan kemudian untuk menyerang Athena dan Eretria. Persia meraih kesuksesan di Aigea dan pada pertengahan musim panas mereka mencapai Euboia. Pasukan Persia selanjutnya melakukan pengepungan terhadap Eretria. Pengepungan berlangsung selama enam hari sebelum akhirnya muncul dua orang bangsawan Eretria yang berkhianat dan membiarkan pasukan Persia memasuki Eretria. Kota Eretria dijarah dan dibakar sedangkan penduduknya dijadikan budak, atas perintah Darius. Para tawanan Eretria pada akhirnya dibawa ke Persia dan ditempatkan di Kissia.
Setelah menaklukkan Eretria, pasukan Persia berlayar ke Athena dan berlabuh di pantai Marathon. Pasukan Athena, yang dibantu pasukan Plataia, melawan mereka di sana dan berhasil menang melalui Pertempuran Marathon, yang sekaligus mengakhiri invasi pertama Persia.
Sumber
Sumber utama untuk Perang Yunani-Persia adalah sejarawan Yunani Herodotos. Herodotos, yang disebut sebagai 'Bapak Sejarah',[1] lahir pada tahun 484 SM di Halikarnassos, Asia Kecil (ketika itu dikuasai oleh Persia). Dia menulis karyanya yang berjudul Historia sekitar tahun 440–430 SM, berusaha untuk melacak asal usul Perang Yunani-Persia, yang ketika itu merupakan peristiwa yang belum terlalu lama berlalu (perang itu berakhir pada tahun 450 SM).[2][3] Pendekatan Herodotos sepenuhnya baru, dan setidaknya di masyarakat Barat, dia nampaknya menciptakan 'sejarah' seperti yang kini diketahui.[3] Seperti dinyatakan oleh Holland:[3]“ | Untuk pertama kalinya, seorang penulis kronik memutuskan untuk melacak asal usul suatu konflik bukan ke masa silam yang begitu jauh demi terlihat menjadi sangat menakjubkan, bukan juga kepada tingkah laku dan keinginan dewa tertentu, bukan kepada klaim orang demi mewujudkan takdir, namun lebih kepada penjelasan yang dapat dia verifikasi secara pribadi. | ” |
Banyak sejarawan kuno di kemudian hari yang, meskipun mengikuti jejak penulisan Herodotos, mengkritiknya, bermula dari Thukydides.[4][5] Meskipun demikian, Thukydides memilih untuk memulai catatan sejarahnya pada peristiwa di mana Herodotos menyelesaikan catatannya sendiri, yaitu pada Pengepungan Sestos, dan dengan demikian Thukydides mungkin merasa bahwa tulisan Herodotos sudah cukup akurat sehingga tak perlu dikoreksi atau ditulis lagi.[2][5] Plutarkhos mengkritik Herodotos dalam esainya "Mengenai Kejahatan Herodotos", menggambarkan Herodotos sebagai "Philobarbaros" (pencinta orang barbar), karena menurutnya Herodotos kurang memihak Yunani. Ini menunjukkan bahwa Herodotos kemungkinan telah melakukan penulisan sejarah yang cukup netral dan tidak terlalu berat sebelah.[6]
Pandangan negatif tentang Herodotos berlanjut hingga Eropa Renaisans, meskipun karyanya tetap banyak dibaca.[7] Akan tetapi, sejak abad ke-19 reputasinya secara dramatis mengalami perbaikan akibat temuan-temuan arkeologis yang berulang kali menunjukkan bahwa catatan sejarahnya memang akurat.[8] Pandangan modern yang kini berlaku adalah bahwa Herodotos secara umum melakukan pekerjaan yang baik dalam karyanya Historia, namun beberapa rincian spesifiknya (terutama mengenai jumlah pasukan dan tanggal kejadian) harus dicermati dengan skeptisisme.[8] Meskipun demikian, masih ada beberapa sejarawan yang menganggap bahwa banyak bagian dari catatan Herodotos dikarang oleh dirinya sendiri.[9]
Sejarawan Sisilia Diodoros Sikolos, yang menulis pada abad pertama SM dalam karyanya Bibliotheka Historika, juga membuat catatan sejarah mengenai Perang Yunani-Persia, sebagian diambil dari sejarawan Yunani yang lebih awal, Ephoros. Catatan ini cukup konsisten dengan tulisan Herodotos.[10] Perang Yunani-Persia juga diceritakan secara kurang rinci oleh sejumlah sejarawan kuno lainnya termasuk oleh Plutarkhos, Ktesias dari Knidos, dan disinggung oleh beberapa penulis lainnya, misalnya penulis drama Aiskhylos. Bukti arkeologis, misalnya Tiang Ular, mendukung beberapa klaim spesifik Herodotos.[11]
Latar belakang
Invasi pertama Persia ke Yunani berakar langsung pada Pemberontakan Ionia, yang merupakan fase pertama pada Perang Yunani-Persia. Akan tetapi, invasi itu juga merupakan akibat dari hubungan jangka panjang antara orang Yunani dan Persia. Pada tahun 500 SM Kekaisaran Persia masih relatif muda dan amat ekspansionistik, namun rawan terhadap pemberontakan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa taklukannya.[12][13][14] Lagipula, raja Persia, Darius, adalah seorang perebut takhta,[15] dan telah menghabiskan banyak waktu untuk memadamkan pemberontakan terhadap kekuasaannya.[12][16] Bahkan sebelum Pemberontakan Ionia, Darius telah mulai memperluas Kekaisaran Persia ke Eropa, menaklukkan Thrakia, dan memaksa Makedonia menjadi sekutu Persia.[17][18] Upaya ekspansi lebih jauh ke dunia Yunani kuno yang terpecah-pecah kemungkinan tidak dapat terhindarkan.[13] Akan tetapi, Pemberontakan Ionia telah secara langsung megancam kebersatuan Kekaisaran Persia, dan negara-negara kota di Yunani daratan tetap menjadi ancaman yang potensial terhadap kestabilan Persia di masa depan.[19] Ini membuat Darius bertekad untuk menguasai dan menenangkan Yunani dan Aigea, serta menghukum negara kota yang terlibat dalam Pemberontakan Ionia.[19][20]Pemberontakan Ionia bermula dari ekspedisi ke Naxos pada 499 SM yang berakhir dengan kegagalan.[21] Upaya tersebut merupakan kerjasama antara satrap Persia Artaphernes dan tiran Miletos, Aristagoras.[22][23] Mereka melakukan kesepakatan dengan beberapa orang yang pernah terusir dari Naxos dan berniat menjadikan orang-orang itu kembali berkuasa di Naxos dengan syarat bahwa Naxos akan menjadi negara bawahan Persia.[24] Ekspedisi itu sendiri mulai mengalami kekacauan ketika di perjalanan terjadi pertikaian antara Aristagoras dengan laksamana Persia, Megabates[25] Kegagalan ekspedisi itu membuat Artaphernes memutuskan untuk melengserkan Aristagoras dari jabatannya, namun sebelum itu sempat dilakukan, Aristagoras telah lebih dulu mundur dan memproklamirkan Miletos sebagai negara demokrasi.[23][26] Kota-kota Ionia lainnya mengikuti langkah ini, menumbangkan para tiran mereka yang ditunjuk oleh Persia, dan menyatakan bahwa mereka adalah negara demokrasi.[23][27][28] Artistagoras kemudian memohon dukungan dari negara-negara kota di Yunani daratan. Pertama-tama ia mendatangi raja Kleomenes I di Sparta namun tidak memperoleh dukungan.[29] Hanya Athena dan Eretria yang bersedia mengirim pasukan.[30][31] Eretria mengirimkan lima kapal trireme sedangkan Athena mengirimkan dua puluh trireme.[32]
Alasan Eretria mengirim bantuan kepada orang Ionia tak sepenuhnya jelas. Kemungkinan faktornya adalah alasan perdagangan; Eretria adalah kota dagang, yang perniagaannya terancam oleh dominasi Persia di Aigeia.[30] Herodotos berpendapat bahwa Eretria mendukung pemberontakan sebagai balasan karena dulu orang Miletos pernah membantu kota ini dalam perang melawan Khalkis.[33]
Pasukan Eretria membantu pasukan Athena dan Ionia dalam pengepungan Sardis, namun setelah mereka meninggalkan kota itu, pasukan Persia berhasil mengalahkan pasukan Ionia dalam Pertempuran Ephesos sehingga pasukan Eretria dan Athena harus meninggalkan Asia Kecil dan kembali ke Yunani.[34] Pada tahun 492 SM, Pemberontakan Ionia berhasil dihentikan sepenuhnya setelah armada Ionia dikalahkan dalam Pertempuran Lade.[35] Sementara itu Aristagoras terbunuh dalam pertempuran melawan Thrakia setelah melarikan diri dari wilayah Ionia ke Thrakia.[36]
Kejadian awal
Setelah Ionia berhasil dikendalikan lagi, Darius ingin membalas Eretria, Athena, dan Naxos karena membantu Ionia. Namun kampanyenya harus tertunda sampai ia berhasil memadamkan pemberontakan di Thrakia dan Makedonia.[37] Pada 492 SM, Darius mengirim menantunya, Mardonios, yang juga adalah keponakannya, dalam suatu ekspedisi untuk menaklukan wilayah sebelah utara Yunani, dan kemudian menaklukan Eretria dan Athena. Ini akan memberi Persia posisi yang bagus untuk menyerang Peloponnesos. Ekspedisi ini sukses menaklukkan kembali Thrakia dan memaksa Alexandros I dari Makedonia untuk menjadikan Makedonia sebagai kerajaan klien Persia. Namun ekspedisi ini dihentikan setelah armada Persia dihantam badai di dekat Gunung Athos, yang membuat armada Persia kehilangan sebagian besar kapalnya.[27][38]Setelah kawasan sebelah uatra Yunani berhasil dikuasai, Darius mengirimkan utusan ke semua negara kota Yunani, meminta hadiah "tanah dan air" (simbol dari ketundukan). Karena Persia nampak begitu kuat, sebagian besar negara-kota Yunani menyatakan ketundukannya. Akan tetapi, di Athena, utusan Persia dilempar ke dalam lubang dan disuruh mencari sendiri tanah yang mereka minta. Hal serupa terjadi di Sparta, ketika utusan Persia dilempar ke dalam sumur dan disuruh untuk mengambil sendiri air yang mereka minta. Ini adalah terakhir kalinya Darius berupaya menaklukan Yunani melalui diplomasi.[39]
Akhirnya pada tahun 490 SM, Darius memutuskan untuk mengirim suatu ekspedisi militer yang dipimpin oleh Datis, seorang laksamana Mede, dan Artaphernes. Artaphernes adalah putra dari satrap yang mendukung serangan ke Naxos sepuluh tahun sebelumnya dan yang didatangi oleh Hippias dari Elis, seorang mantan tiran Athena yang digulingkan dan diusir pada 508 SM. Hippias mendatangi Artaphernes untuk mencari suaka dan mencari peluang untuk kembali berkuasa. Ia pun membuat kesepakatan dengan Persia bahwa ia akan membantu Persia asalkan kelak ia boleh memimpin Athena.[40] Sementara itu Mardonios sendiri terluka pada kampanye sebelumnya dan kehilangan dukungan sehingga tak disertakan dalam ekspedisi kali ini.[41]
Ekspedisi ini bertujuan menjadikan Kyklades sebagai bagian dari Kekaisaran Persia, menghukum Naxos (yang memukul mundur serangan Persia pada tahun 499 SM) dan kemudian meneruskan perjalanan ke Yunani untuk memaksa Eretria dan Athena agar tunduk kepada Darius atau dihancurkan.[42] Armada Persia terdiri atas 600 kapal, dengan sebagian besar marinir dan kapalnya berasal dari Fenisia dan Ionia. Sementara tentaranya diambil dari Levant, Persia, Media, Suriah, Kilikia, Ionia dan Siprus.[43]
Armada ini mengangkut tentara di Kilikia lalu pergi ke Samos.[44] Dari sana mereka melintasi Laut Aigea dan berlayar ke Ikaria sebelum kemudian menyerang Naxos. Rakyat Naxos tidak siap menghadapi serangan ini sehingga ketika pasukan Persia tiba, banyak orang Naxos melarikan diri ke perbukitan. Pasukan Persia menaklukan dan membumihangsukan kota itu, serta memperbudak orang Naxos yang berhasil mereka tangkap.[43]
Setelah menghancurkan Naxos, armada Persia menjelajahi pulau-pulau di Kyklades hingga akhirnya tiba di Euboia. Di kota Karystos di pesisir Euboia, pasukan Persia meminta tentara namun rayat Karystos menolak memenuhi permintaan Persia karena tidak ingin terlibat dengan kampanye militer melawan Eretria dan Athena, yang merupakan tetangga mereka sendiri. Pasukan Persia pun mengepung Karystos hingga kota itu bersedia memberikan sejumlah tentara.[45] Dari Karystos, pasukan Persia bersiap untuk melaksanakan tujuan besar lainnya, yakni menghukum Eretria.[46]
Trireme, jenis kapal utama yang digunakan oleh Persia danYunani pada masa Perang Yunani-Persia
(Bersambung)