Minggu, 29 Desember 2013

Kerajaan Yehuda

Hizkia

Hizkia
(Hizqiyyahu ben Ahaz) Raja Yehuda
(Melekh Yehudah)
 
Masa kekuasaan Pemerintahan bersama dengan Ahas 729,
Memerintah sendiri
716 – 697 SM
bersama Manasye 697 - 687
Lahir ~739 SM
Tempat lahir mungkin Yerusalem
Wafat ~687 SM
Tempat wafat Yerusalem
Pendahulu Raja Ahas
Manasye
Pengganti Manasye
Anak Manasye
Wangsa Keturunan Daud
Ayah Raja Ahas
Ibu Abi, juga disebut Abia

Hizkia (bahasa Ibrani: חִזְקִיָּ֫הוּ atau יְחִזְקִיָּ֫הוּ, bahasa Yunani: Ἐζεκίας, Ezekias, dalam Septuaginta; bahasa Latin: Ezechias; 739-687 SM) yang artinya "Yahwe adalah kekuatanku" adalah raja kerajaan Yehuda (memerintah 729 SM sampai 687 SM) yang ke-14 dan anak dari Raja Ahas (2 Raja-raja 18:1) Ia berumur 25 tahun pada waktu ia menjadi raja dan 29 tahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Abi anak Zakharia[1] atau Abia[2]. Ia mulai memerintah pada tahun ke-3 zaman Hosea bin Ela, raja Israel.

Sisa-sisa tembok pertahanan Yerusalem yang dibangun oleh Hizkia untuk melawan pengepungan Sanherib.

Hizkia menyaksikan pengasingan paksa Kerajaan Israel Utara oleh Kerajaan Asyur pada tahun 721 SM (menurut sejarah di bawah pimpinan Sargon II). Dia menjadi raja Yehuda selama invasi dan pengepungan Yerusalem oleh Sanherib pada 700 SM. Ia diharuskan membayar upeti. Alkitab mencatat bahwa pengepungan dihentikan oleh Tuhan dengan membunuh tentara-tentara Sanherib sebanyak 185.000 orang. (2 Raja-raja 19:35)
Hizkia adalah seorang raja yang kuat dan secara internasional diakui bijaksana. Di dalam soal politik luar negerinya ia berhadapan dengan persoalan, apakah ia harus menggabungkan diri pada Asyur ataukah pada Mesir. Setelah ia bersikap netral selama 10 tahun, kemudian ia menggabungkan dirinya pada suatu persekutuan yang memusuhi Asyur pada tahun 712 di bawah pimpinan Asydod. Tepat pada waktunya ia dapat mengundurkan diri. Pada tahun 702 ia menggabungkan diri pada Mesir untuk melawan Asyur dan dikalahkan oleh Sanherib di dekat Elteko. Ia diharuskan membayar upeti. Hizkia lalu memperkuat Yerusalem (Yesaya 22:10) memperkuat persediaan air kota dengan membangun terowongan untuk mengalirkan air ke kolah Siloam. Politik dalam negerinya ditandai suatu pembaharuan religius dengan menghancurkan kebaktian di bukit, tugu peringatan Asyera, bahkan kebaktian ular tembaga Arad (Nehustan). Nabi Yesaya bernubuat pada zamannya.

Catatan Alkitab

Sumber: Kitab 2 Raja-raja, Kitab 2 Tawarikh, Kitab Yesaya.

Bukti Arkeologi

"Shebna lintel", dari makam pengurus istana yang ditemukan di Siloam, bertarikh abad ke-7 SM.
Bulla stempel dari salah satu hamba raja Hizkia (disimpan di Redondo Beach, California) koleksi antik
Seorang anak di dalam terowongan Siloam yang dibangun Hizkia (foto tahun 2010).
 
  • Stempel, ada 2 macam:
    • Stempel LMLK, pada pegangan bejana penyimpanan, digali dari lapisan tanah pada zaman raja Senaherib, menunjukkan penggunaan sampai tahun ke-29 pemerintahan Hizkia[4]
    • Bullae dari dokumen bersegel, sebagian milik Hizkia sendiri[5]), sisanya milik hamba-hambanya (ah-bah-deem dalam bahasa Ibrani, ayin-bet-dalet-yod-mem; "para abdi"), semua dari pasar barang antik.
  • Prasasti di terowongan Siloam
Saluran air ini digali sepanjang 533 meter (1750 kaki) menembus batu karang padat [6] untuk menyalurkan air bagi kota Yerusalem dari mata air Gihon yang terletak di luar tembok kota, ke kolam Siloam di dalam tembok kota. Prasasti yang ditemukan di terowongan Siloam sekarang disimpan di Istanbul Archeological Museum. Dalam terowongan Siloam ditemukan prasasti untuk memperingati bertemunya dua tim penggali yang mulai dari sisi berlawanan di dalamnya.[6] Prasasti ini dianggap sebagai salah satu inskripsi Ibrani yang paling penting yang pernah ditemukan,[6] Finkelstein dan Mazar menyebut terowongan ini sebagai contoh kekuatan pemerintahan di Yerusalem pada zaman itu.
  • William G. Dever menemukan bukti arkeologi dari pembersihan berhala pada zaman Hizkia, antara lain dari penggalian bekas-bekas ruang pemujaan utama dalam kuil di kota Arad, salah satu kota benteng di Yudea, yang dengan sengaja dan cermat dibongkar, "meja altar dan massebot" dikuburkan "di bawah lantai plaster dari lapisan (stratum) ke-8" dari akhir abad ke-8 SM. Dever menyimpulkan bahwa "pembongkaran kuil dengan disengaja dan pendirian bangunan pengganti pada zaman Hizkia merupakan fakta arkeologis. Tidak ada alasan untuk dipandang skeptis."[7]
  • Pada batu berukir di Lakhis (Lachish Relief) terdapat catatan Asyur bahwa tahun pengepungan kota Lakhis oleh Sanherib adalah sama dengan tahun 701 SM menurut perhitungan para arkeolog.[8] Di sana digambarkan peperangan dan jatuhnya kota Lakhis, termasuk para pemanah Asyur berbaris naik satu tangga darurat dan orang-orang Yahudi ditusuk dengan tombak secara bertumpuk. “Ukiran pada bongkahan batu” ini ditemukan di istana Asyur di Niniwe “asalnya membentuk satu kesatuan karya berukuran 8 kaki (2,7 meter)...tingginya dan 80 kaki (27 meter)... panjangnya, yang disusun mengelilingi ruangan”.[6] Pengunjung “akan sangat terkesan bukan saja oleh kehebatan karya seni itu sendiri tetapi juga kekuatan mesin perang Asyur.”[6]
  • Prisma Sanherib ditemukan terkubur dalam landasan istana Niniwe. Ditulis dalam huruf paku kuneiform, dengan bentuk tulisan Mesopotamia pada zamannya. Prisma ini mencatat kemenangan atas 46 kota kuat [9] dan “tidak terhitung tempat-tempat kecil,” termasuk pengepungan Yerusalem di mana hanya ditulis bahwa Sanherib “mengurungnya... seperti burung dalam sangkar,”[6] selanjutnya memaksa mendapatkan upeti besar untuknya. Tidak ada keterangan kejatuhan Yerusalem (berbeda dengan kota-kota lain) maupun gagalnya Sanherib merebut Yerusalem. Dalam sejarah Asyur , “[prisma semacam itu] dimaksudkan untuk dibaca raja berikutnya, sehingga tidak pernah dilaporkan kekalahan atau hal buruk tentang raja”.[10] Dapat dimengerti, bahwa tidak ada tulisan yang menguatkan catatan Alkitab tentang kekalahan Sanherib dalam peninggalan orang Asyur.[10]
    • Dalam Kitab 2 Raja-raja ditulis bahwa Hizkia membayar upeti sebanyak 300 talenta perak, sedangkan di dalam Prisma Sanherib dicatat 800 talenta.[6] “Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan cara penimbangan talenta perak di Asyur dan Israel, atau karena orang Asyur memang dikenal suka membesar-besarkan angka”.[6]
  • Sejarawan Yahudi-Romawi Flavius Yosefus mencatat bahwa sakitnya Hizkia terjadi beberapa saat setelah serangan Sanherib, pada tahun ke-14 pemerintahannya, dan kemudian Hizkia hidup sampai usia 54 tahun setelah memerintah 29 tahun. Ia juga menulis bahwa ketika sakit, Hizkia belum mempunyai anak.[11]
  • Talmud (Bava Batra 15a) mencatat bahwa Hizkia berjasa mengusahakan kompilasi kitab-kitab suci Kitab Yesaya, Kitab Amsal, Kidung Agung dan Kitab Pengkhotbah.
  • Ada tradisi Yahudi bahwa kemenangan atas orang Asyur dan pulihnya Hizkia dari sakit terjadi pada malam pertama Perayaan Paskah.
  • Sejarawan Yunani, Herodotus (~ 484 – 425 SM), menuliskan dan mengakui banyaknya korban jiwa dari tentara Asyur saat gagal merebut Yerusalem, yang dianggapnya karena wabah tikus dan ia melihat "bukti" berupa patung peringatan di Pelusium, kota perbatasan Mesir. Sejarawan Yahudi-Romawi dari abad ke-1 M, Flavius Yosefus, setuju dengan tulisan Herodotus.[12] Satu teori mengatakan bahwa kekalahan itu diakibatkan oleh “pecahnya wabah penyakit pes (bubonic plague)”.[10] Para sejarawan ini memastikan tanpa bisa dibantah bahwa Sanherib memang gagal merebut Yerusalem.[12] Kisah peperangan Hizkia dengan Asyur itu juga dianggap satu peristiwa sejarah yang paling jelas dapat dihubungkan dari berbagai sumber.[12]

Perhitungan waktu

  • Hizkia bin Ahas memerintah Kerajaan Yehuda di Yerusalem selama 29 tahun sejak usia 25 tahun.[13] ~726-698 SM
  • Ayahnya, Ahas, wafat pada usia 36 tahun,[14] ketika Hizkia berusia 25 tahun.[13]
  • Hizkia meninggal pada usia 54 tahun, ketika Manasye, putranya, berusia 12 tahun.[15]

Menurut tahun Kerajaan Yehuda

Menurut perhitungan waktu pemerintahan raja Asa, Yosafat dan seterusnya, maka tahun-tahun kehidupan Hizkia dapat dihitung sejak berdirinya Kerajaan Yehuda (mulai dari pecahnya Kerajaan Israel).
  • Tahun ke-235 (tahun ke-9 Pekah (raja Israel), tahun ke-7 Yotam (32 tahun), Ahas 11 tahun): Hizkia dilahirkan oleh Abi (atau Abia) anak Zakharia bagi Ahas raja Yehuda.[13]
  • Tahun ke-243 (tahun ke-17 Pekah, tahun ke-16 Yotam, Hizkia 9 tahun): Yotam (41 tahun, mati. Ahas (20 tahun) anak Yotam menjadi raja dan memerintah atas Yehuda selama 16 tahun.[16]
  • Tahun ke-247 (tahun ke-20 Pekah, tahun ke-20 Yotam, tahun ke-4 Ahas (24 tahun), Hizkia 13 tahun): Hosea bin Ela mengadakan persepakatan melawan Pekah bin Remalya; dibunuhnyalah dia, kemudian dia menjadi raja menggantikannya.[17]
  • Tahun ke-255 (tahun ke-12 Ahas (32 tahun), Hizkia 21 tahun): Hosea bin Ela menjadi raja di Samaria atas Israel. Ia memerintah 9 tahun lamanya.[18]
  • Tahun ke-258 (tahun ke-3 Hosea, tahun ke-16 Ahas): Ahas (36 tahun) mati, maka Hizkia (25 tahun), anak Ahas raja Yehuda menjadi raja. Ia memerintah 29 tahun lamanya.[19] Waktu itu Salmaneser V menjadi raja di Kerajaan Asyur (727-722 SM).[13]
  • Tahun ke-259 (tahun ke-4 Hosea, tahun ke-1 Hizkia):
    • Bulan ke-1: Hizkia memperbaiki Bait Allah dan memulihkan ibadah.[20] Pekerjaan ini berlangsung mulai hari ke-1 sampai hari ke-16 bulan pertama.[21]
    • Bulan ke-2: Dirayakan perayaan Paskah atau hari raya Roti Tidak Beragi.[22] ~726 SM.
  • Tahun ke-262 (tahun ke-7 Hosea, tahun ke-4 Hizkia): Salmaneser, raja Asyur, menyerang Samaria dan mengepungnya.[23] ~723 SM
  • Tahun ke-264 (tahun ke-9 Hosea, tahun ke-6 Hizkia): Samaria direbut sesudah lewat tiga tahun pengepungan.[24] Raja Asyur (=Sargon) mengangkut orang Israel ke dalam pembuangan ke Asyur.[25] ~ 721 SM[26]
  • Tahun ke-272 (tahun ke-14 Hizkia): (~ 713/712 SM)
    • Hizkia sakit dan disembuhkan secara ajaib oleh Allah. Dalam Firman Allah yang disampaikan melalui nabi Yesaya, Hizkia ditambah usianya 15 tahun lagi.[27]
    • Merodakh-Baladan bin Baladan, menjadi raja Babel, dan mengirim utusan membawa surat dan pemberian kepada Hizkia yang pulih dari sakit secara ajaib.[28] (tidak diketahui pasti, antara tahun 721-710 SM atau 703-702 SM)
  • Tidak diketahui pasti, Esarhadon menjadi raja Asyur; menggantikan Sanherib, ayahnya (dibunuh oleh anak-anaknya Sanherib sendiri, Adramelekh dan Sarezer).[29] (menurut Rawlison ~681 SM?)[26]
  • Tahun ke-275 (tahun ke-17 Hizkia): Manasye dilahirkan oleh Hefzibah bagi Hizkia (berusia 42 tahun).[15] ~709 SM
  • Pada tahun ke-14 kesembuhan Hizkia (~701 SM) [30]
    • Sanherib, raja Asyur, menyerang dan merebut segala kota berkubu negeri Yehuda[31] serta kemudian mengepung Yerusalem, tetapi tiba-tiba tentaranya binasa pada satu malam, dan ia terpaksa kembali ke negerinya.[32] (menurut Rawlinson: ~700 SM?)[26]
  • Tahun ke-287 (tahun ke-29 Hizkia): Hizkia wafat pada usia 54 tahun, digantikan oleh putranya, Manasye menjadi raja atas Kerajaan Yehuda. Saat itu Manasye berusia 12 tahun.[15] ~687 SM.[33][34]

Pemerintahan bersama

Sejumlah peneliti berpendapat bahwa Hizkia memerintah bersama dengan ayahnya, Ahas, selama 14 tahun, sejak tahun 729 SM. Ia mulai memerintah sendiri, menurut Albright tahun 715 – 687 SM, menurut Thiele 716 – 687 SM, di mana sepuluh tahun terakhir memerintah bersama dengan putranya, Manasye.[33][34] Gershon Galil mengusulkan masa pemerintahannya dari 697–642 SM.

Matinya Sanherib

Dari catatan Asyur (terutama Daftar Eponim Asyur) diyakini bahwa Sanherib dibunuh pada tahun 681 SM (20 tahun setelah penyerangan ke Yehuda pada tahun 701-700 SM).[35] Surat dari zaman Kekaisaran Babilonia Baru menguatkan catatan Alkitab, bahwa ia dibunuh oleh putra-putranya sendiri dan oleh pakar Assyriolog diakui sebagai riwayat sejarah. Dalam surat itu putra Sanherib, Ardi-Mulishi, disebutkan membunuh orang-orang yang bermaksud membongkar rencananya, berhasil membunuh ayahnya diperkirakan pada tahun 681 SM.[36] and kemungkinan besar sama dengan Adramelekh yang disebut dalam Kitab 2 Raja-raja, meskipun nama Sarezer tidak disinggung sama sekali.[6] Para pakar menduga bahwa pembunuhan ini dilakukan karena Sanherib tidak memilih Ardi-Mulishi, melainkan Esarhadon, putranya yang lain menjadi calon penggantinya. Catatan Asyur, Babel dan Ibrani memperkuat catatan Alkitab bahwa Esarhadon akhirnya menjadi raja menggantikan Sanherib.

Referensi

  1. ^ 2 Raja-raja 18:2
  2. ^ 2 Tawarikh 29:1
  3. ^ Bilangan 21:9
  4. ^ Grena, 2004, p. 338
  5. ^ Grena, 2004, p. 26, Figs. 9 and 10
  6. ^ a b c d e f g h i Archaeological Study Bible. Grand Rapids: Zondervan, 2005. Print.
  7. ^ Dever, William G. (2005) "Did God Have a Wife? Archaeology and Folk Religion in Ancient Israel" (Eerdmans), pp. 174, 175.
  8. ^ “Hezekiah.” The Family Bible Encyclopedia. 1972. Print.
  9. ^ James B. Pritchard, ed., Ancient Near Eastern Texts Related to the Old Testament (Princeton, NJ: Princeton University Press, 1965) 287-288.
  10. ^ a b c Zondervan Handbook to the Bible. Grand Rapids: Lion Publishing, 1999.
  11. ^ Flavius Josephus. Antiquities 10.2.1ff.
  12. ^ a b c “Hezekiah.” The Anchor Bible Dictionary. 1992. Print.
  13. ^ a b c d 2 Raja-raja 18:2; 2 Tawarikh 29:1
  14. ^ 2 Raja-raja 16:2
  15. ^ a b c 2 Raja-raja 21:1; 2 Tawarikh 33:1
  16. ^ 2 Raja-raja 16:1-2; 2 Tawarikh 28:1
  17. ^ 2 Raja-raja 15:30
  18. ^ 2 Raja-raja 17:1
  19. ^ 2 Raja-raja 18:1-2
  20. ^ 2 Tawarikh 29:3-4
  21. ^ 2 Tawarikh 29:17
  22. ^ 2 Tawarikh 30:15
  23. ^ 2 Raja-raja 18:9
  24. ^ 2 Raja-raja 18:10
  25. ^ 2 Raja-raja 18:11
  26. ^ a b c Berdasarkan perhitungan penanggalan dari Daftar Eponim Asyur. Rawlinson, Henry Creswicke, "The Assyrian Canon Verified by the Record of a Solar Eclipse, B.C. 763", The Athenaeum: Journal of Literature, Science and the Fine Arts, nr. 2064, 660-661 [18 May 1867].
  27. ^ 2 Raja-raja 20:6
  28. ^ 2 Raja-raja 20:12
  29. ^ 2 Raja-raja 19:37
  30. ^ Dan Bruce. Synchronized Chronology. The Prophecy Society. 2013.
  31. ^ 2 Raja-raja 18:13
  32. ^ 2 Raja-raja 19:36
  33. ^ a b Lihat William F. Albright
  34. ^ a b Edwin R. Thiele, The Mysterious Numbers of the Hebrew Kings (3rd ed.; Grand Rapids, MI: Zondervan/Kregel, 1983) 217
  35. ^ J. D. Douglas, ed., New Bible Dictionary (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1965) 1160.
  36. ^ The New Oxford Annotated Bible. 4th ed. New York: Oxford Press, 2010.




Sumber

Kerajaan Asyur (3)

Esarhadon

Tugu kemenangan (Victory Stele) Esarhaddon terhadap Taharqa
Masa kekuasaan 681 – 669 SM
Akadia Aššur-ahhe-iddina
Yunani Ασαραδδων (Asaraddon)
Wafat 669 SM
Pendahulu Sanherib
Pengganti Asyurbanipal
Ayah Sanherib
Ibu Naqi'a

Esarhadon (bahasa Akkadia: Aššur-ahhe-iddina "Asyur telah memberiku saudara laki-laki"; bahasa Aram: ܐܵܫܘܿܪ ܐܵܗܐܹ ܐܝܼܕܝܼܢܵܐ; bahasa Ibrani: אֵסַר חַדֹּן, esar hadon; [1] bahasa Yunani: Ασαραδδων;[2] bahasa Latin: Asor Haddan[3]), adalah raja Asyur dan Babilonia yang memerintah tahun 681 – 669 SM. Ia adalah putra bungsu raja Sanherib dan ratu Naqi'a (Zakitu) yang berasal dari Aram, istri kedua Sanherib.

Masa muda dan penobatan sebagai raja

Esarhadon diangkat menjadi calon pengganti raja Sanherib ketika putra mahkota Ashur-nadin-shumi digulingkan dari kedudukannya sebagai penguasa Babilon oleh pemberontak. Esarhadon bukan putra dari permaisuri Sanherib, Tashmetum-sharrat, tapi dari "perempuan istana" Semitik Barat/dari Aram, Zakutu ("yang murni"), dikenal dengan nama aslinya, Naqi'a.
Sebagai putra bungsu yang diangkat menjadi calon pengganti ayahnya, ini menyebabkan saudara-saudaranya berusaha menjatuhkannya. Para peramal menyebutkan Esarhadon sebagai orang yang akan memerdekakan orang buangan dan membangun kembali Babilon, yang dihancurkan oleh Sanherib dan dianggap melanggar kesucian dewa-dewa. Esarhadon tetap menjadi putra mahkota, tetapi dipaksa untuk diasingkan ke tempat tak dikenal di seberang Hanilgalbat (Mitanni), yaitu di seberang sungai Efrat, kemungkinan di wilayah tenggara Turki sekarang ini.
Sanherib sewaktu menjadi putra mahkota membangun istana kecil yang disebut bit reduti (rumah penerus; bahasa Inggris: "House of Succession"), di kuadran utara kota Niniwe.[4] Setelah pada tahun 694 SM, Sanherib menyelesaikan pembangunan "Istana Tanpa Tanding" ("Palace Without Rival") di sudut barat daya kota utama (acropolis), bit reduti menjadi istana Esarhadon, sang putra mahkota. Di rumah inilah, di dalam kuil dewanya, Sanherib dibunuh pada tahun 681 SM oleh putra-putranya, Adramelekh dan Sarezer, yang kemudian melarikan diri ke wilayah Ararat, menurut catatan Alkitab.[5]
Esarhadon kembali ke ibukota Niniwe dan mengalahkan saudara-saudaranya dalam perang saudara selama 6 minggu. Ia secara resmi dinobatkan sebagai raja pada musim semi tahun 681 SM. Saudara-saudaranya melarikan diri ke luar negeri, pengikut dan keluarga mereka dihukum mati. Pada tahun yang sama ia mulai membangun kembali Babilon, termasuk Esagila dan Ekur di Nippur (bangunan yang sering diidentifikasi sebagai Menara Babel).[6] Patung-patung dewa-dewa Babilon dikembalikan ke kota. Supaya tidak tampak terlalu bias ke Babilon, ia memerintahkan pembangunan kuil dewa Esharra di Assur juga. Orang asing dilarang memasuki kuil ini. Kedua bangunan ini diresmikan hampir pada tanggal yang sama, pada tahun ke-2 pemerintahannya.
Pada tahun 680 SM Esarhadon membangun rumahnya sendiri bit masharti (rumah senjata; bahasa Inggris: weapons house atau arsenal). Bit reduti, rumah masa mudanya, ditinggali oleh ibunya dan putra-putranya yang masih kecil, termasuk, Asyurbanipal. Satu-satunya ratu yang dicatat sebagai istri Esarhadon adalah Ashur-hamat, yang meninggal pada tahun 672 SM.

Tugu kemenangan (Victory stele).

Serangan militer

Serangan militer oleh Esarhadon ditujukan terhadap suku-suku nomadik di Mesopotamia selatan, orang Dakkuri dan Gambulu, yang sering mengganggu para petani. Pada tahun 679 SM orang Kimmria, yang membunuh kakeknya, Sargon II, muncul kembali di Silisia dan Tabal di bawah kekuasaan Teushpa. Esarhadon mengalahkan mereka dekat Hubushna, dan juga mengalahkan penduduk Hilakku. Orang Kimeria mundur ke barat dan kemudian dengan bantuan orang Scythia dan Urartu menghancurkan Kerajaan Phrygia pada tahun 676 SM.
Raja Sidon, Abdi-Milkutti, yang memberontak terhadap Asyur, dikalahkan pada tahun 677 SM dan dipenggal kepalanya. Kota Sidon dihancurkan dan dibangun kembali sebagai Kar-Ashur-aha-iddina ("Pelabuhan Esarhaddn"). Penduduknya dibuang ke Asyur. Sebagian jarahan dibagikan kepada kerajaan tetangga yang setia kepada Asyur, raja Tirus, Baal I, yang merupakan raja boneka Asyur. Ada teks yang sebagiannya rusak mengenai perjanjian dengan Tirus menyebut raja-raja Kerajaan Yehuda, Edom, Moab, Gaza, Askelon, Ekron, Byblos, Arvad, Samsi-muruna, Amon (bani) Amon, Asdod, sepuluh raja dari pantai laut, dan sepuluh raja dari tengah laut (biasanya diidentifikasikan dengan Siprus), sebagai sekutu Asyur.
Pada tahun 672 SM, putra mahkota Sin-iddina-apla meninggal. Sebenarnya sebagai putra tertua, ia diharapkan menjadi raja Asyur, sedangkan putra kedua Shamash-shum-ukin akan menjadi raja Babel. Maka dari itu, putra yang lebih muda Asyurbanipal diangkat menjadi putra mahkota, tetapi tidak populer dengan istana dan para imam. Dibuatlah kontrak dengan pejabat-pejabat tinggi, anggota keluarga istana dan pemimpin negara lain, untuk memastikan kesetiaan mereka terhadap putra mahkota.
Pada tahun 671 SM Esarhadon berperang melawan Firaun Taharqa dari Mesir. Setengah tentaranya tinggal untuk melawan pemberontakan di Tirus dan mungkin Askelon. Sisanya pergi ke selatan ke Rapihu, kemudian menyeberangi semenanjung Sinai, padang pasir yang dihuni oleh binatang-binatang buas yang menyeramkan, akhirnya memasuki Mesir. pada musim panas ia memasuki Memphis, dan Taharqa lari ke Mesir Hulu. Esarhadon menyebut dirinya "raja Mesir", Patros dan Kerajaan Kush", serta pulang dengan jarahan yang banyak dari kota-kota di delta; ia mendirikan tugu kemenangan pada waktu ini, menunjukkan putra Taharqa yang diikat, Pangeran Ushankhuru. Hampir segera setelah raja pulang, Mesir memberontak terhadap kekuasaan Asyur.

Kematian

Esarhadon harus mengatasi pertentangan di istana Niniwe yang mengakibatkan sejumlah bangsawan dihukum mati. Ia mengirimkan jendralnya Sha-Nabu-shu, untuk mengatasi kerusuhan di lembah sungai Nil. Pada tahun 669 SM, ia pergi sendiri ke Mesir, tetapi mendadak meninggal di tengah perjalanan pada musim gugur di tahun yang sama, di Harran. Ia digantikan oleh putranya Asyurbanipal sebagai raja Asyur dan Shamash-shum-ukin sebagai raja Babilon.

Referensi
  1. ^ http://www.mechon-mamre.org/p/pt/pt35a04.htm
  2. ^ http://www.newadvent.org/bible/ezr004.htm
  3. ^ http://www.newadvent.org/bible/ezr004.htm
  4. ^ "World Biography 1998", pp. 141-142"
  5. ^ Kitab 2 Raja-raja pasal 19, yaitu: 2 Raja-raja 19:37
  6. ^ Barbara N. Porter (1993). Images, power, and politics: figurative aspects of Esarhaddon's Babylonian policy. American Philosophical Society. hlm. 62–. ISBN 978-0-87169-208-5. Diakses 8 June 2011.

Sumber

Kerajaan Asyur (2)

Sanherib

Sanherib (dalam bahasa Akkadia Śïn-ahhe-eriba "(Dewa Bulan) Śïn telah menggantikan saudara-saudara (yang hilang) untukku") adalah anak laki-laki Sargon II, yang digantikannya di takhta Asyur (705 SM681 SM).
Sahnerib dalam perang Babilonia, relief dari istananya di Niniwe

Naik takhta

Sebagai putra mahkota, Sanherib sudah diberikan kepercayaan di kerajaan Asyur sementara ayahnya, Sargon II sedang pergi berperang. Berbeda dengan para pendahulunya, pemerintahan Sanherib tidak ditandai oleh banyak peperangan, melainkan lebih oleh proyek-proyek pembangunan. Setelah tewasnya Sargon dengan cara yang menyedihkan, Sanherib menghadapi sejumlah masalah dalam menegakkan kekuasaannya. Namun demikian ia masih mampu melaksanakan sejumlah proyek pembangunan. Ia memindahkan ibukota negara dari ibukota ayahnya yang baru Dur-Sharrukin ke ke kota lama Niniwe. Bukan hanya itu, Sanherib juga tidak meninggalkan nama ayahnya dalam prasasti resmi manapun.

Perang dengan Babilonia

Pada masa pemerintahannya Sanherib banyak mengalami masalah dengan Babilonia. Peperangannya yang pertama terjadi pada 703 SM melawan Merodakh-Baladan orang Kasdim yang merebut takhta Babilonia dan mengumpulkan sekutu yang didukung oleh orang-orang Khaldea, Aram, dan Elam. Kunjungan utusan-utusan Babilonia ke Hizkia dari Yehuda terjadi pada masa ini. Para sekutunya itu ingin menggunakan pergolakan yang terjadi karena naik takhtanya Sanherib. Sanherib membagi dua pasukannya dan membiarkan satu kelompok menyerang musuh yang ditempatkan di Kish sementara ia bersama sisa pasukannya pergi untuk merebut kota Kutha. Setelah itu, raja kembali dengan segera untuk membantu sisa pasukannya. Pemberontakan dikalahkan dan Merodakh-Baladan melarikan diri. Babilonia direbut, dan istananya dijarah, namun warga negeri itu tidak diapa-apakan. Orang-orang Asyur mencari Merodakh-Baladan, khususnya di rawa-rawa di selatan, tetapi ia tidak ditemukan. Pasukan-pasukan pemberontak di kota-kota Babilonia dibasmi dan di takhta negeri itu ditempatkan seorang Babilonia yang dibesarkan di istana Asyur yang bernama Bel-Ibni.[1]
Ketika orang-orang Asyur pergi, Merodakh-Baladan bersiap-siap untuk melakukan pemberontakan lagi. Pada 700 SM pasukan Asyur kembali memerangi para pemberontak di rawa-rawa lagi. Tidak mengherankan, Merodakh-Baladan melarikan diri lagi ke Elam dan meninggal di sana. Bel-Ibni ternyata adalah seorang pengkhianat dan dibawa kembali ke Asyur sebagai tahanan. Sanherib mencoba memecahkan masalah para pemberontak Babilonia dengan menempatkan seseorang yang setia kepadanya di takhta Babilonia, yakni anaknya sendiri, yaitu Ashur-Nadin-Shumi. Namun hal itu tidak menolong.
Enam tahun kemudian, pada 694 SM, Sanherib melakukan peperangan lagi, untuk menghancurkan basis orang-orang Elam di pesisir Teluk Persia. Untuk maksud ini, Sanherib mengambil kapal-kapal Fenisia dan Suriah yang berlayar dengan sisa pasukannya di Tigris menuju ke laut. Bangsa Fenisia tidak terbiasa dengan gelombang di Teluk Persia, sehingga perjalanan ini terhambat. Pasukan Asyur memerangi orang-orang Khaldea di sungai Ulaya dan menang. Ketika pasukan-pasukan Asyur sibuk di Teluk Persia, bangsa Elam menyerang Babilonia utara dalam suatu serangan yang sangat mengejutkan. Anak Sanherib tertangkap dan dibawa ke Elam. Takhtanya direbut oleh Nergal-Ushezib. Pasukan Asyur berperang dalam perjalanan mereka kembali ke utara dan merebut sejumlah kota.
Sementara itu, setahun telah berlalu, dan kini tahun 693 SM. Suatu pertempuran hebat terjadi melawan para pemberontak Babilonia di Nippur, raja mereka ditawan dan kini gilirannya dibawa ke Niniwe.
Atas kehilangan anaknya, Sanherib mengadakan peperangan ke Elam. Pasukan-pasukannya mulai menjarahi kota-kota. Raja Elam melarikan diri ke gunung-gunung dan Sanherib terpaksa pulang ke rumahnya karena datangnya musim dingin. Seorang pemimpin pemberontak lainnya yang bernama Mushezib-Marduk mengklaim takhta Babilonia dan didukung oleh orang-orang Elam. Pertempuran besar terakhir terjadi pada 691 SM dengan hasil yang tidak jelas yang memungkinkan Mushezib-Marduk tetap bertahan di takhtanya selama 2 tahun lagi. Ini hanyalah masa antara yang singkat, karena tak lama setelah itu Babel dikepung dan mengakibatkan jatuhnya pada 689 SM. Sanherib mengklaim telah menghancurkan kota dan memang kota itu tidak dihuni selama beberapa tahun.

Perang dengan Yehuda, bagian 1: pengantar

Pada 701 SM, terjadi sebuah pemberontakan yang didukung oleh Mesir dan Babilonia di Yehuda yang dipimpin oleh Hizkia. Sanherib berhasil menjarah banyak kota di Yehuda. Ia mengepung Yerusalem, tetapi segera kembali ke Niniwe, sementara Yerusalem selamat. Kejadian terkenal ini dicatat oleh Sanherib sendiri, oleh Herodotus, dan oleh sejumlah penulis Alkitab.
Menurut Alkitab, pengepungan ini gagal, karena Malaikat TUHAN datang ke perkemahan orang Asyur, dan membunuh 185.000 orang prajurit. Keesokan harinya pagi-pagi mayat-mayat mereka bertebaran. (Kitab 2 Raja-raja 19:35). Beberapa catatan sejarah Asyur, seperti batu berukir prisma Taylor yang kini disimpan di British Museum, berasal pada waktu yang sangat dekat dengan waktu ini.
Laporan-laporan Asyur tidak menganggap hal ini sebagai bencana, melainkan sebagai suatu kemenangan besar, namun mereka tidak menceritakan hasil akhirnya. Mereka hanya menyatakan bahwa pengepungan itu begitu berhasil sehingga Hizkia terpaksa memberikan upeti, dan dengan demikian Asyur memperoleh kemenangan, tanpa sedikitpun menyebutkan tentang tewasnya ribuan orang. Bagian ini dikukuhkan oleh laporan di dalam Alkitab, namun masih diperdebatkan oleh banyak sejarahwan. Dalam Prisma Taylor, Sanherib menyatakan bahwa ia harus mengunci Hizkia orang Yehuda di dalam kota Yerusalem, di kota kerajaannya sendiri, seperti seekor burung dalam sangkar, meskipun tidak seperti kota-kota lainnya yang dikalahkan, tidak ditulis bahwa Yerusalem berhasil direbut.

Perang dengan Yehuda, bagian 2: Laporan Sanherib

Sanherib dan pasukan Asyur berperang di Lakhis melawan Yudea

Sanherib pertama-tama mengisahkan sejumlah kemenangannya sebelumnya, dan bagaimana lawan-lawannya telah ketakutan melihat kehadirannya. Ia dapat melakukan hal ini kepada Sidon Besar, Sidon Kecil, Bit-Zitti, Zaribtu, Mahalliba, Ushu, Akzib dan Akko. Setelah merebut masing-masing kota ini, Sanherib menempatkan seorang pemimpin boneka yang bernama Ethbaal sebagai penguasa dari seluruh wilayah. Sanherib kemudian mengalihkan perhatiannya kepada Beth-Dagon, Yope, Banai-Barqa, dan Azjuru, kota-koat yang dipimpin oleh Sidqia dan juga jatuh ke tangan Sanherib.
Mesir dan Nubia kemudian datang membantu kota-kota yang diserang. Sanherib mengalahkan Mesir dan, menurut laporannya sendiri, dengan sendirian ia menangkap pasukan-pasukan berkereta perang dari Mesir dan Nubia. Sanherib merebut dan menjarah beberapa kota lainnya, termasuk Lakhis. Ia menghukum warga negara yang "kriminal" dari kota-kota itu, dan menempatkan Padi, pemimpin mereka, yang telah ditawan sebagai sandera di Yerusalem.
Setelah ini, Sanherib berpaling kepada Raja Hizkia dari Yehuda, yang bersikeras menolak untuk takluk kepadanya. Empat puluh enam kota Hizkia (kota-kota menurut kategori pada milenium pertama SM merentang dari kota-kota sekarang hingga ke desa-desa) ditaklukkan oleh Sanherib, tetapi Yerusalem tidak jatuh. Laporannya sendiri tentang invasi ini, seperti yang diberikan dalam Prisma Taylor, adalah sebagai berikut:
Karena Hizkia, raja Yehuda, tidak mau takluk kepada bebanku, aku datang memeranginya dan dengan kekuatan senjata dan dengan keperkasaan kekuatanku, aku merebut 46 dari kota-kotanya yang dilindungi dengan kuat, dan dari kota-kota yang lebih kecil yang tersebar di mana-mana, aku merebut dan menjarah tidak terhitung banyaknya. Dari tempat-tempat ini aku membawa 200.156 orang tahanan, tua dan muda, laki-laki dan perempuan, bersama-sama dengan kuda dan bagalnya, keledai dan unta, sapi dan domba, yang jumlahnya tidak terhitung, dan Hizkia sendiri kutawan di Yerusalem, ibukotanya, bagaikana burung dalam sangkar, membangun menara-menara di sekeliling kota untuk menjepitnya, dan meninggikan tanah di sekeliling pintu-pintu gerbang untuk mencegahnya melarikan diri… Kemudian terbitlah rasa takut pada diri Hizkia terhadap kekuatan persenjataanku, dan ia mengutus kepadaku para kepala dan tua-tua Yerusalem, dengan 30 talenta emas dan 800 talenta perak, dan sejumlah besar harta kekayaan, jarahan yang kaya dan tidak terhitung banyaknya…. Semuanya ini dibawa kepadaku di Niniwe, pusat pemerintahanku.

Perang dengan Yehuda, Bagian 3: Laporan Alkitab

Laporan Alkitab tentang pengepungan Sanherib atas Yerusalem dicatat dengan terinci. Namun laporan ini dimulai dengan penghancuran Kerajaan Utara yaitu Israel dan Samaria, ibukotanya. Beginilah asal-usul Sepuluh Suku yang Hilang, karena seperti yang dicatat dalam Kitab 2 Raja-raja 17, mereka diboyong dan dicampurkan dengan bangsa-bangsa lain seperti yang menjadi kebiasaan Asyur. Kitab 2 Raja-raja 18-19 (dan bagian yang sejajar 2 Tawarikh 32:1-23) menulis secara rinci serangan Sanherib terhadap Yehuda dan ibukotanya Yerusalem. Hizkia telah memberontak melawan orang-orang Asyur, sehingga mereka kemudian merebut semua kota di Yehuda. Hizkia menyadari kekeliruannya dan mengirimkan upeti yang besar kepada Sanherib, jelas sekali upeti ini disebutkan dalam Prisma Taylor. Tetapi orang-orang Asyur tetap pergi menuju Yerusalem. Sanherib mengutus panglima tertingginya dengan suatu pasukan untuk mengepung Yerusalem sementara ia sendiri pergi memerangi Mesir. Sang panglima tertinggi menemui para perwira Hizkia dan mengancam mereka agar menyerah, sementara menyerukan hinaan-hinaan dengan keras sehingga rakyat yang ada di dalam kota dapat mendengarnya. Mereka menghujat Yehuda dan khususnya Allah mereka. Ketika Raja Hizkia mendengarnya, ia merobekkan jubahnya (sebagaimana kebiasaan waktu itu untuk memperlihatkan kesedihan yang dalam) dan berdoa kepada Allah di Bait Suci. Nabi Yesaya mengatakan kepada raja bahwa Allah akan menangani seluruh masalahnya, dan bahwa ia akan kembali ke negerinya. Malam itu, malaikat Tuhan membunuh seluruh pasukan Asyur yang ada di perkemahkan mereka yang jumlahnya 185.000 orang. Sanherib segera kembali ke Niniwe dalam keadaan malu. Di kemudian hari, ketika Sanherib sedang berdoa di kuil dewanya Nisrokh, dua orang anak lelakinya membunuhnya dan kemudian melarikan diri.[2] Dengan demikian Allah melindungi umat-Nya dan menjatuhkan hukuman kepada Sanherib yang sebelumnya telah menghujat Allah.

Perang dengan Yehuda, bagian 4: Bencana Mesir menurut Herodotus

Sejarawan Yunani Herodotus, yang menulis Sejarah-nya sekitar 450 SM, juga berbicara tentang suatu bencana yang diberikan oleh Tuhan atas pasukan Sanherib dalam peperangan yang sama, sementara pangilma tertingginya dikalahkan di Yerusalem (2:141):
ketika Sanakharib, raja orang-orang Arab dan Asyur, mengirim sejumlah pasukannya yang besar ke Mesir, dan para pahlawannya semua tidak satupun yang datang untuk menolongnya [yakni, Firaun Sethos'] . Oleh karena itu, firaun merasa sangat resah; ia masuk ke tempat ibadahnya dan di hadapan patung dewa, ia meratapi nasib malang yang akan segera menimpanya. Sementara menangis ia jatuh tertidur dan bermimpi bahwa dewa datang dan berdiri di sisinya, menyuruhnya agar tidak khawatir, dan sebaliknya pergi dengan berani untuk menemui pasukan-pasukan Arab, yang tidak akan melukainya, karena dewa sendiri akan mengirim orang-orang yang akan menolongnya. Lalu, sambil mengandalkan mimpinya itu, Sethos mengumpulkan orang-orang Mesir yang mau mengikutnya. Tak satupun dari mereka itu adalah para pahlawannya, melainkan para pedagang, tukang, dan orang-orang di pasar, dan bersama-sama mereka berangkat ke Pelusium, yang merupakan pintu masuk ke Mesir, dan di sana mereka mendirikan tendanya. Sementara kedua pasukan saling berhadapan, datanglah pada malam hari sejumlah besar tikus lading, yang memakan semua tempat anak panah dan busurnya, dan mengganyang bahan yang digunakan sebagai perisai mereka. Esok paginya mereka berperang, dan banyak sekali di antara musuh yang gugur, karena mereka tidak mempunyai senjata untuk mempertahankan diri. Hingga hari ini berdirilah di kuil Vulkan, sebuah patung Sethos dari batu, dengan tikus di tangannya, dan sebuah tulisan yang berbunyi demikian "Lihatlah aku, dan belajarnya untuk menghormati para dewa."

Kematian

Sanherib sewaktu menjadi putra mahkota membangun istana kecil yang disebut bit reduti (rumah penerus; bahasa Inggris: "House of Succession"), di kuadran utara kota Niniwe.[3] Setelah pada tahun 694 SM, Sanherib menyelesaikan pembangunan "Istana Tanpa Tanding" ("Palace Without Rival") di sudut barat daya kota utama (acropolis), bit reduti menjadi istana Esarhadon, sang putra mahkota. Di rumah inilah, di dalam kuil dewanya, Sanherib dibunuh pada tahun 681 SM oleh putra-putranya, Adramelekh dan Sarezer, yang kemudian melarikan diri ke wilayah Ararat, menurut catatan Alkitab.[4]

Proyek-proyek pembangunan

Pada masa pemerintahan Sanherib, Niniwe berkembang menjadi sebuah metropolis terkemuka di seluruh kerajaan. Proyek-proyek pembangunannya dimulai hampir bersamaan dengan diangkatnya ia menjadi raja. Pada 703 SM ia sudah membangun sebuah istana lengkap dengan taman dan irigasi buatan yang disebutnya rumahnya yang baru. ‘Istana ini tidak ada tandingnya’. Untuk proyeknya yang ambisius ini, istana yang lama dihancurkan untuk menambahkan ruangan. Selain taman-tamannya sendiri yang besar, sejumlah taman kecil dibuat untuk warga kota Niniwe. Ia juga membangun saluran air pertama, di Jerwan pada 690 SME[5], yang memasok sejumlah besar kebutuhan air di Niniwe. Lorong-lorong yang sempit dan taman-taman Niniwe dibersihkan dan dibuat lebih besar, dan jalan kerajaan serta jalan raya dibangun, melintasi sebuah jembatan di dekat pintu gerbang taman dan yang kedua sisinay dihiasi dengan batu-batu berukir. Kuil-kuil diperbaiki dan dibangun pada masa pemerintahannya, karena itu adalah tugas raja. Yang paling menonjol adalah pekerjaannya di kuil Assur (dewa) dan kuil tahun baru (Akitu). Ia juga memperluas pertahanan kota dengan membangun selokan-selokan yang dalam di sekeliling tembok-tembok kota. Beberapa dari tembok kotanya ini telah direstorasi dan masih dapat dilihat sekarang. Pekerjaan untuk proyek pembangunan raksasanya ini dilakukan oleh orang-orang dari Que, Kilikia, Filistia, Tirus, dan orang-orang Khaldea, Aram, dan Manea yang dibawa ke sana dengan paksa.

Dalam budaya populer

Kejatuhan Sanherib, sebuah karya awal Rubens.

Puisi Lord Byron The Destruction of Sennacherib ("Bangsa Asyur datang seperti kawanan serigala ...") adalah pengisahan kembali cerita yang terdapat dalam Kitab 2 Raja-raja.
Entri ini memadukan teks dari Easton's Bible Dictionary, sebuah ranah publik, aslinya diterbitkan pada 1897.
Sanherib juga dapat ditemukan dalam "Terrace of Pride" dalam karya Dante, Purgatorio.

Referensi

  1. ^ Tawarikh Babilonia, khususnya Tawarikh Nabonassar sampai Shamash-shum-ukin
  2. ^ (2 Raja-raja 19:37)
  3. ^ World Biography 1998, pp. 141-142
  4. ^ Kitab 2 Raja-raja pasal 19, yaitu: 2 Raja-raja 19:37
  5. ^ von Soden, Wolfram. (1985). The Ancient Orient: An Introduction to the Study of the Ancient Near East. (hlm.58). Grand Rapids: Erdman's Publishing Company.


Sumber

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.