Sabtu, 12 April 2014
Afghanistan: Karzai dan Pemilu Demokratis
Posted By:
Unknown
on 08.15
Pemilu Demokratis Satu-Satunya Cara Untuk Melegitimasi Serangan Imperialis
Semua media yang bekerja untuk kepentingan Barat, tanpa mengenal lelah dan bosan, terus menerus mempromosikan dan mengatakan bahwa “masyarakat pada hari ini 16/Hamal (5 April) akan memilih calon terbaik mereka yang akan memerintah Afghanistan untuk jangka waktu lima tahun. Dikatakan bahwa presiden baru akan dipilih berdasarkan suara mayoritas melalui proses yang adil dan transparan, dan Afghanistan akan melangkah ke arah yang diinginkan oleh rakyat Afghanistan.”
*** *** ***
Hukum asal pemilu adalah mubah (diperbolehkan), namun yang membuatnya haram adalah tujuannya. Pemilu demokratis yang didasarkan pada suara mayoritas (50 +1) sebenarnya adalah sebuah kebohongan, dan dilarang (haram) dalam hukum Islam, sebab dengan itu mereka memberikan kedaulatan kepada manusia, dan dengan suara mayoritas itu mereka memberikan hak legislasi (membuat undang-undang). Selain itu, jika kita melihat konsep “pemilihan umum yang bebas”, kami tidak akan merasa sulit untuk menyimpulkan bahwa tidak mungkin untuk melakukan pemilihan umum yang bebas dan adil di bawah bayang-bayang pasukan AS dan pasukan NATO di Afghanistan. Namun penjajah menggunakan proses ini sebenarnya untuk memberikan semacam legitimasi bagi kehadiran mereka di negeri ini, seperti halnya yang terjadi di banyak negara Muslim lainnya. Jadi tujuan sebenarlah adalah untuk menciptakan para penguasa boneka, bukan untuk melindungi rakyat, melainkan untuk melindungi kepentingan tuannya. Salah satu contoh yang paling jelas yang membuktikan kebenaran pandangan kami ini adalah referendum yang diadakan baru-baru ini di Krimea, pemilu Afghanistan, dan persaingan internal antara Erdogan dan Ghul di Turki.
Sungguh, jumlah partisipasi pemilih dalam pemilu Afghanistan sebelumnya sangatlah rendah, sehingga hal ini membuat eksistensi seluruh rezim dan proses demokrasi benar-benar dipertanyakan dan diragukan. Dimana dalam pemilu itu hanya 4 juta saja dari 30 juta orang yang memberikan hak suaranya, dan sebagian besar suara adalah direkayasa. Hamid Karzai memenangkan dua juta suara saja dari empat juta suara itu. Dan kalau diperiksa lebih jauh dari dua juta suara itu, niscaya terbukti bahwa mayoritas suara adalah hasil rekayasa, sehingga jumlah suaranya bisa berkurang dan diperkirakan hanya memperoleh kurang dari satu juta suara. Inilah sebabnya mengapa badan-badan intelijen Barat, melalui organisasi bonekanya, perusahaan-perusahaan keamanan dan perlindungan swasta, melancarkan kampanye pemboman yang membuat panik, melakukan wawancara dan mengadakan pertemuan dengan mereka yang disebut para ulama, wartawan, pejabat publik dan perwakilan organisasi masyarakat sipil, agar bergabung bersama dan mendedikasikan semua upaya mereka untuk membangun opini publik yang mendukung pemilihan, dan menampilkannya sebagai satu-satunya kesempatan bagi rakyat untuk mengubah masa depan mereka, dan bahkan mereka tidak akan pernah bisa mengekang pengaruh “kelompok teroris dan ekstrimis” kecuali melalui pemungutan suara dalam pemilihan. Namun kenyataan dan faktanya, bahwa rakyat dengan kampanye negatif ini hanya dijadikan obyek bukan subyek, dan mereka disesatkan dengan ilusi bahwa dengan memberikan suaranya, maka mereka akan mengalahkan orang-orang yang membuat kekacauan di Afghanistan.
Namun masalahnya, bahwa 60 persen dari rakyat di provinsi-provinsi selatan dan timur tidak mau berpartisipasi dalam pemilu, karena semua provinsi itu selain pusat-pusat kota berada di luar kendali pemerintah provinsi. Juga tidak sedikit jumlah rakyat Afghanistan di pusat, utara dan barat laut yang telah mengetahui haramnya pemilu demokratis dalam Islam, sehingga mereka tidak akan pernah berpartisipasi di dalamnya. Namun, instansi-instansi pemerintah yang rusak dan korup, menempatkan suara yang telah direkayasa dalam kotak suara, yang kemudian dibawa ke pusat penghitungan pemilu untuk menunjukkan bahwa pemilu berjalan dengan sukses.
Selain itu, jika kita melihat proses pemilihan dan jumlah orang yang akan memilih dalam pemilihan, maka kita menemukan bahwa hanya sebagian kecil orang saja yang akan ikut memilih, namun kemudian dipublikasikan bahwa itu adalah prestasi besar demokrasi di Afghanistan. Ini yang membuat rakyat melalui penggunaan proses yang direkayasa ini, hingga mereka merasa seolah-olah suara mereka akan mengarah pada pemilihan orang yang akan memenuhi aspirasi mereka.
Sesungguhnya sangat jelas dan terang benderang bahwa rakyat Afghanistan hanya menginginkan Islam, dan inilah yang menyebabkan mereka berkobar untuk melawan Inggris dan Uni Soviet, dan sekarang yang membuat mereka berperang melawan Amerika dan NATO. Selain itu, rakyat Afghanistan telah hidup lama dengan asam garamnya sistem demokrasi sekuler yang penuh dengan kelicikan, penipuan dan korupsinya. Dalam sistem demokrasi ini, kaum Muslim tak berdosa dibantai setiap hari, kehormatan rumah mereka dilanggar, dan agama mereka lecehkan. Apalagi, rakyat Afghanistan tidak pernah melihat dari anggota parlemen yang terpilih secara demokratis ini selain kemiskinan, perilaku tak bermoral, dan penerapan hukum kufur. [Saifullah Mustanir – Kabul, Afghanistan]
Sumber
Langganan:
Postingan (Atom)