Pintu Gerbang Donopratopo, Kraton Yogyakarta
Bangsal Kencono, bagunan utama dalam kompleks Keraton Yogyakarta, di belakangnya terdapat nDalem Ageng Proboyakso.
Ukiran kepala Kala di Bangsal Manis
Kamagangan
Di sisi selatan kompleks Kedhaton terdapat Regol Kamagangan
yang menghubungkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kemagangan. Gerbang
ini begitu penting karena di dinding penyekat sebelah utara terdapat
patung dua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton
Yogyakarta[48]. Di sisi selatannya pun terdapat dua ekor ular di kanan dan kiri gerbang yang menggambarkan tahun yang sama.
Dahulu kompleks Kemagangan digunakan untuk penerimaan calon pegawai (abdi-Dalem Magang), tempat berlatih dan ujian serta apel kesetiaan para abdi-Dalem magang. Bangsal Magangan yang terletak di tengah halaman besar digunakan sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, pertunjukan wayang kulit yang menandai selesainya seluruh prosesi ritual di Keraton. Bangunan Pawon Ageng (dapur istana) Sekul Langgen berada di sisi timur dan Pawon Ageng Gebulen berada di sisi barat. Kedua nama tersebut mengacu pada jenis masakan nasi Langgi dan nasi Gebuli. Di sudut tenggara dan barat daya terdapat Panti Pareden. Kedua tempat ini digunakan untuk membuat Pareden/Gunungan pada saat menjelang Upacara Garebeg. Di sisi timur dan barat terdapat gapura yang masing-masing merupakan pintu ke jalan Suryoputran dan jalan Magangan.
Di sisi selatan halaman besar terdapat sebuah jalan yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan Regol Gadhung Mlati. Dahulu di bagian pertengahan terdapat jembatan gantung yang melintasi kanal Taman sari
yang menghubungkan dua danau buatan di barat dan timur kompleks Taman
Sari. Di sebelah barat tempat ini terdapat dermaga kecil yang digunakan
oleh Sultan untuk berperahu melintasi kanal dan berkunjung ke Taman
Sari.[49]
Kamandhungan Kidul
Di ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kamagangan terdapat
sebuah gerbang, Regol Gadhung Mlati, yang menghubungkan kompleks
Kamagangan dengan kompleks Kamandhungan Kidul/selatan. Dinding penyekat
gerbang ini memiliki ornamen yang sama dengan dinding penyekat gerbang
Kamagangan. Di kompleks Kamandhungan Kidul terdapat bangunan utama Bangsal Kamandhungan. Bangsal ini konon berasal dari pendapa desa Pandak Karang Nangka di daerah Sokawati yang pernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono I bermarkas saat perang tahta III. Di sisi selatan Kamandhungan Kidul terdapat sebuah gerbang, Regol Kamandhungan,
yang menjadi pintu paling selatan dari kompleks cepuri. Di antara
kompleks Kamandhungan Kidul dan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang
disebut dengan Pamengkang.[50]
Siti Hinggil Kidul
Arti dari Siti Hinggil yaitu tanah yang tinggi, siti : tanah dan
hinggil : tinggi. Siti Hinggil Kidul atau yang sekarang dikenal dengan Sasana Hinggil Dwi Abad
terletak di sebelah utara alun-alun Kidul. Luas kompleks Siti Hinggil
Kidul kurang lebih 500 meter persegi. Permukaan tanah pada bangunan ini
ditinggikan sekitar 150 cm dari permukaan tanah di sekitarnya[6]. Sisi timur-utara-barat dari kompleks ini terdapat jalan kecil yang disebut dengan Pamengkang, tempat orang berlalu lalang setiap hari. Dahulu di tengah Siti Hinggil terdapat pendapa sederhana yang kemudian dipugar pada 1956 menjadi sebuah Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai tanda peringatan 200 tahun kota Yogyakarta.
Siti Hinggil Kidul digunakan pada zaman dulu oleh Sultan untuk
menyaksikan para prajurit keraton yang sedang melakukan gladi bersih
upacara Garebeg, tempat menyaksikan adu manusia dengan macan (rampogan)[6] [?] dan untuk berlatih prajurit perempuan, Langen Kusumo.
Tempat ini pula menjadi awal prosesi perjalanan panjang upacara
pemakaman Sultan yang mangkat ke Imogiri. Sekarang, Siti Hinggil Kidul
digunakan untuk mempergelarkan seni pertunjukan untuk umum khususnya
wayang kulit, pameran, dan sebagainya.[51]
Kompleks belakang
Alun-alun Kidul
Alun-alun Kidul (Selatan) adalah alun-alun di bagian Selatan Keraton Yogyakarta. Alun-alun Kidul sering pula disebut sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal dari kata pengker (bentuk krama) dari mburi
(belakang). Hal tersebut sesuai dengan keletakan alun-alun Kidul yang
memang terletak di belakang keraton. Alun-alun ini dikelilingi oleh
tembok persegi yang memiliki lima gapura, satu buah di sisi selatan
serta di sisi timur dan barat masing-masing dua buah. Di antara gapura
utara dan selatan di sisi barat terdapat ngGajahan sebuah kandang guna memelihara gajah milik Sultan. Di sekeliling alun-alun ditanami pohon mangga (Mangifera indica; famili Anacardiaceae), pakel (Mangifera sp; famili Anacardiaceae), dan kuini (Mangifera odoranta; famili Anacardiaceae). Pohon beringin hanya terdapat dua pasang. Sepasang di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang (harfiah=capit udang) dan sepasang lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang dinamakan Wok(dari kata bewok, harfiaf=jenggot). Dari gapura sisi selatan terdapat jalan Gading yang menghubungkan dengan Plengkung Nirbaya.[52]
Plengkung Nirbaya
Plengkung Nirbaya merupakan ujung selatan poros utama keraton. Dari
tempat ini Sultan HB I masuk ke Keraton Yogyakarta pada saat perpindahan
pusat pemerintahan dari Kedhaton Ambar Ketawang[53].
Gerbang ini secara tradisi digunakan sebagai rute keluar untuk prosesi
panjang pemakaman Sultan ke Imogiri. Untuk alasan inilah tempat ini
kemudian menjadi tertutup bagi Sultan yang sedang bertahta.
Bagian lain Keraton
Pracimosono
Kompleks Pracimosono merupakan bagian keraton yang
diperuntukkan bagi para prajurit keraton. Sebelum bertugas dalam upacara
adat para prajurit keraton tersebut mempersiapkan diri di tempat ini.
Kompleks yang tertutup untuk umum ini terletak di sebelah barat
Pagelaran dan Siti Hinggil Lor.[54]
Roto Wijayan
Kompleks Roto Wijayan merupakan bagian keraton untuk menyimpan
dan memelihara kereta kuda. Tempat ini mungkin dapat disebut sebagai
garasi istana. Sekarang kompleks Roto Wijayan menjadi Museum Kereta Keraton.
Di kompleks ini masih disimpan berbagai kereta kerajaan yang dahulu
digunakan sebagai kendaraan resmi. Beberapa diantaranya ialah KNy Jimat, KK Garuda Yaksa, dan Kyai Rata Pralaya. Tempat ini dapat dikunjungi oleh wisatawan.[54]
Kawasan tertutup
Kompleks Tamanan merupakan kompleks taman yang berada di barat
laut kompleks Kedhaton tempat dimana keluarga kerajaan dan tamu
kerajaan berjalan-jalan. Kompleks ini tertutup untuk umum. Kompleks Panepen
merupakan sebuah masjid yang digunakan oleh Sultan dan keluarga
kerajaan sebagai tempat melaksanakan ibadah sehari-hari dan tempat
Nenepi (sejenis meditasi). Tempat ini juga dipergunakan sebagai tempat
akad nikah bagi keluarga Sultan[55]. Lokasi ini tertutup untuk umum. Kompleks Kraton Kilen dibangun semasa Sultan HB VII. Lokasi yang berada di sebelah barat Keputren menjadi tempat kediaman resmi Sultan HB X dan keluarganya. Lokasi ini tertutup untuk umum.[56]
Taman Sari
Kompleks Taman Sari merupakan peninggalan Sultan HB I. Taman Sari (Fragrant Garden)
berarti taman yang indah, yang pada zaman dahulu merupakan tempat
rekreasi bagi sultan beserta kerabat istana. Di kompleks ini terdapat
tempat yang masih dianggap sakral di lingkungan Taman Sari, yakni Pasareyan Ledoksari tempat peraduan dan tempat pribadi Sultan. Bangunan yang menarik adalah Sumur Gumuling
yang berupa bangunan bertingkat dua dengan lantai bagian bawahnya
terletak di bawah tanah. Di masa lampau, bangunan ini merupakan semacam
surau tempat sultan melakukan ibadah. Bagian ini dapat dicapai melalui
lorong bawah tanah. Di bagian lain masih banyak lorong bawah tanah yang
lain, yang merupakan jalan rahasia, dan dipersiapkan sebagai jalan
penyelamat bila sewaktu-waktu kompleks ini mendapat serangan musuh.
Sekarang kompleks Taman Sari hanya tersisa sedikit saja.[18]
Kolam Pemandian Umbul Binangun, Taman Sari, Kraton Yogyakarta
Kadipaten
Kompleks nDalem Mangkubumen merupakan Istana Putra Mahkota
atau dikenal dengan nama Kadipaten (berasal dari gelar Putra Mahkota:
"Pangeran Adipati Anom". Tempat ini terletak di Kampung Kadipaten
sebelah barat laut Taman Sari dan Pasar Ngasem. Sekarang kompleks ini
digunakan sebagai kampus Univ Widya Mataram. Sebelum menempati nDalem Mangkubumen, Istana Putra Mahkota berada di Sawojajar, sebelah selatan Gerbang Lengkung/Plengkung Tarunasura (Wijilan). Sisa-sisa yang ada antara lain berupa Masjid Selo yang dulu berada di Sawojajar.[57]
Benteng Baluwerti
Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta merupakan sebuah dinding
yang melingkungi kawasan Keraton Yogyakarta dan sekitarnya. Dinding ini
didirikan atas prakarsa Sultan HB II ketika masih menjadi putra mahkota pada tahun 1785-1787. Bangunan ini kemudian diperkuat lagi sekitar 1809
ketika beliau telah menjabat sebagai Sultan. Benteng ini memiliki
ketebalan sekitar 3 meter dan tinggi sekitar 3-4 meter. Untuk masuk ke
dalam area benteng tersedia lima buah pintu gerbang lengkung yang
disebut dengan Plengkung, dua diantaranya hingga kini masih dapat
disaksikan. Sebagai pertahanan di keempat sudutnya didirikan bastion,
tiga diantaranya masih dapat dilihat hingga kini.[58]
Bagian lain yang terkait
Keraton Yogyakarta juga mempunyai bangunan-bangunan yang berada di
luar lingkungan Keraton itu sendiri. Bangunan-bangunan tersebut memiliki
kaitan yang erat dan boleh jadi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan.
Tugu Golong Gilig
Tugu golong gilig atau tugu pal putih (white pole) merupakan
penanda batas utara kota tua Yogyakarta. Semula bangunan ini berbentuk
seperti tongkat bulat (gilig) dengan sebuah bola (golong) diatasnya.
Bangunan ini mengingatkan pada Washington Monument di Washington DC.
Pada tahun 1867 bangunan ini rusak (patah) karena gempa bumi yang juga
merusakkan situs Taman Sari. Pada masa pemerintahan Sultan HB VII bangunan ini didirikan kembali. Namun sayangnya dengan bentuk berbeda seperti yang dapat disaksikan sekarang (Januari 2008).
Ketinggiannya pun dikurangi dan hanya sepertiga tinggi bangunan
aslinya. Lama-kelamaan nama tugu golong gilig dan tugu pal putih semakin
dilupakan seiring penyebutan bangunan ini sebagai Tugu Yogyakarta.[18]
Panggung Krapyak
Panggung krapyak dibangun oleh Sultan HB I
dan saat ini merupakan benda cagar budaya. Gedhong panggung, demikian
disebut, merupakan sebuah podium dari batu bata dengan tinggi 4 m, lebar
5 m, dan panjang 6 m. Tebal dindingnya mencapai 1 m. Bangunan ini
memiliki 4 pintu luar, 8 jendela luar, serta 8 pintu di bagian dalam.
Atap bangunan dibuat datar dengan pagar pembatas di bagian tepinya.
Untuk mencapainya tersedia tangga dari kayu di bagian barat laut.
Bangunan bertingkat ini disekat menjadi 4 buah ruang. Dahulu tempat ini
digunakan sebagai lokasi berburu menjangan (rusa/kijang) oleh keluarga
kerajaan. Berlokasi dekat Ponpes Krapyak, konon tempat Gus Dur
(presiden IV) pernah menimba ilmu, bangunan di sebelah selatan Keraton
ini menjadi batas selatan kota tua Yogyakarta. Namun demikian, bangunan
ini lebih mirip dengan gerbang kemenangan, Triumph d’Arc.
Kondisinya sempat memprihatinkan akibat gempa bumi tahun 2006 sebelum
akhirnya direnovasi. Setelah renovasi bangunan ini diberi pintu besi
sehingga orang-orang tidak dapat masuk kedalamnya.[19]
Kepatihan
nDalem Kepatihan merupakan tempat kediaman resmi (Official residence) sekaligus kantor Pepatih Dalem.
Di tempat inilah pada zamannya diselenggarakan kegiatan pemerintahan
sehari-hari kerajaan. Sejak tahun 1945 kantor Perdana Menteri Kesultanan
Yogyakarta ini menjadi kompleks kantor Gubernur/Kepala Daerah Istimewa
dan PemProv DIY. Selain Pendopo Kepatihan, sisa bangunan lama tempat ini
juga dapat dilihat pada Gedhong Wilis (kantor gubernur), Gedhong Bale
Mangu (dulu digunakan sebagai gedung pengadilan Bale Mangu, sebuah badan
peradilan Kesultanan Yogyakarta dalam lingkungan peradilan umum), dan
Masjid Kepatihan. Sekarang tempat ini memiliki pintu utama di Jalan
Malioboro.[59]
Pathok Negoro
Mesjid Pathok Negoro[60]
yang berjumlah empat buah menjadi penanda batas wilayah ibukota (?).
Lokasi masjid ini berada di Ploso Kuning (batas utara), Mlangi (batas
barat), Kauman Dongkelan (batas selatan), dan Babadan (batas timur).
Pendirian masjid ini juga memiliki tujuan sebagai pusat penyiaran agama
Islam selain masjid raya kerajaan. Kedudukan masjid ini adalah setingkat
dibawah masjid raya kerajaan. Ini dapat dilihat dari kedudukan para
imam besar/penghulu (jw=Kyai Pengulu) masjid ini menjadi anggota Al-Mahkamah Al-Kabirah,
badan peradilan Kesultanan Yogyakarta dalam lingkungan peradilan agama
Islam, dimana imam besar masjid raya kerajaan (Kangjeng Kyai Pengulu)
menjadi ketua mahkamah.[56]
Bering Harjo
Pasar Bering Harjo merupakan salah satu pusat ekonomi Kesultanan
Yogyakarta pada zamannya. Berlokasi di sisi timur jalan Jend. A Yani,
pasar Bering Harjo sampai saat ini menjadi salah satu pasar induk di
Yogyakarta. Sekarang pasar ini jauh berbeda dengan aslinya. Bangunannya
yang megah terdiri dari tiga lantai dan dibagi dalam dua sektor barat
dan timur yang dibatasi oleh jalan kecil. Namun demikian pasar yang
berada tepat di utara benteng Vredeburg ini tetap menjadi sebuah pasar
tradisional yang merakyat.[54]
(Bersambung)