Diceritakan
beliau raja membuat seperangkat gamelan kerajaan, penuh dengan
perlengkapannya, terompong di depan dan di belakang, diberi nama Juruh
Satukad, oleh karena suaranya sangat manis, bagaikan banjir aliran madu,
memenuhi sungai umpamanya
Gongnya
dua buah, diberi nama Bentar Kadaton, sebab bagaikan belah Keraton itu
saat ditabuh (ginuwal) suaranya mendengung. Dan lagi disebut Ki Gagak
Ora waktu berbunyi, bagaikan suara gagak beribu-ribu. Serta petuk
kajarnya, terkenal bernama Ki Tundung Musuh mengagumkan diberi nama
Glagah Katunuwan, suaranya seperti pohon gelagah yang kering terbakar,
suaranya luar biasa bagaikan membelah telinga manusia, dan lagi gong
kecilnya, suaranya sangat gemuruh, bagaikan guruh bertebaran umpamanya,
itulah sebabnya diberi nama Gelap Kasangka, sebab bagaikan pergantian
suara tatit pada saat bulan Kasanga (Maret/April) perumpamaannya,
demikianlah keterangan gamelan kerajaan Sri Anglurah Panji Sakti, itulah
sebabnya musuh dan pengacau menjadi takut, , tidak berani melihat
kesaktian beliau, tidak diceritakan selanjutnya.
Diceritakan
ada seorang brahmana, sangat hebat kesaktiannya, beliau sudah mencapai
tingkat astaiswarya , Mpu Nirartha nama beliau, anak Dang Hyang
Asmaranatha, Beliau Mpu Nirartha pergi ke Bali, setelah beliau tiba di
Bali, beliau tinggal di Kemenuh wilayah Bala Batuh, ada anak beliau
beribu brahmani dari Yawadwipa, yang tertua perempuan beliau lenyap ke
alam gaib, tinggal di Melanting Mpu Laki sebagai Dewa di sana sampai
sekarang, yang laki bernama Pedanda Kemenuh, banyak saudaranya lain ibu,
brahmani dari Pasuruhan, ada yang beribu dari kesatria Blambangan, ada
saudaranya beribu dari Bendesa Mas. Ada juga beribu Sudra, abdi dari Ki
Bendesa Mas.
Beliau
Pedanda Kemenuh sebagai putra laki-laki tertua, beliau pindah ke Ler
Gunung, desa Kayu Putih, beliau memiliki pengetahuan yang tinggi sangat
pandai dalam hal ilmu weda, sangat mahir membuat keris, keluhuran ilmu
Pasupatinya, beliau sangat terkenal di masyarakat, oleh karenanya ada
sebutan keris buatan Kayu Putih, demikianlah keutamaan beliau, lalu
dimintalah beliau, oleh Ki Gusti Panji Sakti, beliau diberi kedudukan
sebagai bagawanta, dinobatkan menjadi pendeta kerajaan, dan beliau
disuruh mengalih ke banjar Ambengan, beliau diberi pengikut/abdi sebatas
barat sungai Bok-Bok, lebih kurang, 3000 banyaknya, selanjutnya Pedanda
Sakti Ngurah sebutan beliau di masyarakat, oleh karena sangat kasih
sayang serta taat hati beliau ( Ki Gusti Panji Sakti ) kepada pendeta
gurunya, dibuatkan rumah di Sukasada, sehingga saling berdekatan tempat
tinggalnya, disebut Griya Romarsana,
Setelah
saatnya tiba, akhirnya beliau dipanggil menuju alam baka, berada di
pertapaan Kayu Putih, sebab beliau tidak menyadari akan tibanya ajal,
ada putra beliau yang menggantikan, seperti kedudukan bapaknya, sebagai
bagawanta baginda raja, lalu mengumpulkan rakyat, Pedanda Sakti Ngurah
juga namanya oleh baginda raja, beliau tak mengenal lelah meniru
keahlian ayahnya untuk menyenangkan baginda raja, selanjutnya mempunyai
kegemaran membuat keris, sangat luar biasa keris buatannya, itulah
sebabnya ada sebutan keris buatan Banjar, senjata tajam mengandung
kesaktian, demikian Pedanda Sakti Ngurah sangat cintanya, sebab beliau
ingat akan leluhurnya, tidak ada lain asalnya memang bersaudara, pada
saat masih berada di daerah Yawadwipa, itulah sebabnya ada perjanjian
beliau berdua ada di desa Romarsana, agar tidak berpisah, saling
menjaga, dalam suka duka, sama-sama senasib dan seperjuangan, satu
bersenang semuanya bersenang, satu bersedih semuanya bersedih, sehingga
bagaikan tingkah laku persaudaraan, lalu ditiru oleh masyarakat,
demikianlah perjanjiannya, semua sudah bahagia.
Itulah
sebabnya desa Romarsana disebut Sangket, sebab dipakai sebagai tempat
mengikat perjanjian, Ki Gusti Ngurah Panji Sakti dengan beliau yang
dihormati Pedanda Sakti Ngurah, lanjut serta anak cucu beliau, agar
meniru kebiasaan baik leluhurnya. dari putra yang tertua Sri Bagawan
Dwijendra, Pedanda Sakti Wawu Rawuh nama lain beliau, sebab beliau
mengawali datang ke Pulau Bangsul / Bali.
Kembali
diceritakan, putra Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, lahir dari I Dewa Ayu
Juruh, kedudukannya sebagai putra mahkota, yang tertua bernama Ki Gusti
Ngurah Panji, seperti nama ayah beliau, dan yang kedua bernama Ki Gusti
Ngurah Panji Made, serta yang bungsu bernama Ki Gusti Ngurah Panji Wala,
sama-sama tampan tak tercela keadaannya, amat tenteram hati beliau
raja, ada terbetik dalam hati, bersiap untuk menyerang menuju daerah
Brambangan, daerah Yawadwipa, sebab beliau ingat akan anugerah Ki Panji
Landung, pada saat dulu, lalu beliau membuat akal-upaya selengkapnya,
seluruh prajurit pemberani dipanggil, yang sudah sering menyerang musuh,
Semuanya prajurit yang perwira sebagai pimpinan, dua puluh jumlahnya,
sama-sama keturunan pemberani, diajak bermain gagak-gagakan, oleh
baginda Raja Panji Sakti, dan mereka semua bergilir menjadi burung
gagak, ditanya oleh baginda Raja,
"Gagak
apa yang kamu harapkan?" Si gagak kemudian menjawab, ada yang meminta
makanan, minuman, anak gadis, mas permata, busana, serta manikam,
bermacam-macam permintaannya masing-masing, semua sudah dipenuhi
permintaan goak itu, sama-sama senang hati gagak itu menikmati makanan
dan minuman, sandang, pakaian dan pangan, tidak jemu-jemu sama-sama
memenuhi keinginan, setelah demikian, selanjutnya beliau Raja menjadi
gagak, ditanya oleh para patih semua, "Gagak apa keinginanmu?", Si gagak
lalu menjawab, "gagak, goak, gak, keinginanku menundukkan Brambangan",
semua prajurit bersorak, sebab penuh sesak para prajurit yang menonton.
Setelah selesai, bersiap-siap mengatur para prajurit itu, penuh dengan
persiapan, beserta perahu sudah banyak disiapkan, sudah siap ditambatkan
tinggal menunggu komando baginda Raja, berayun-ayun dalam samudera
sampai ke sungai pelepasan.
Pada
saat hari yang baik, yang disarankan oleh Sri Bagawanta, beliau Sri
Bupati berangkat, dengan menaiki perahu, diiring oleh rakyatnya banyak,
adapun jalur yang dilalui perahu itu, menuju Candi Gading daerah
pinggiran pantai Tirta Arum, selanjutnya menyerang ke daerah Banger,
disergap oleh Dalem Brambangan, luar biasa ramainya pertempuran itu,
jenazah bagaikan gunung, berlautan darah, di medan pertempuran,
selanjutnya beliau bertemu dengan Dalem Brambangan, yang berada di
tengah medan laga, selanjutnya satu demi satu mengadu kekuatan di medan
laga, sama-sama ikhlas berani dan tangkas bertarung, entah berapa lama
perang itu berlangsung, lalu terjebak Dalem Brambangan , dadanya ditikam
oleh beliau Sri Panji Sakti, dengan keris Ki Semang, lalu beliau Dalem
Brambangan terjerembab, selanjutnya menghembuskan nafasnya yang
terakhir, akhirnya kekuasaan Brambangan jatuh menjadi tunduk, Semuanya
tunduk memohon supaya tetap hidup.
Didengarlah
oleh Baginda Raja Solo, akan kehebatan Sri Panji Sakti, lalu beliau
menjalin persahabatan berdua, selanjutnya beliau Sri Panji Sakti diberi
gajah tunggangan, setelah Semuanya selesai, Sri Panji Sakti kembali
pulang ke Bali, dengan membawa panji-panji hasil rampasan, segala macam
yang utama, akan tetapi ada yang disakitkan dalam hati, sebab anaknya
yang masih muda, yang bernama Ngurah Panji Nyoman, Danudresta nama
lainnya, sudah gugur dalam medan pertempuran di Brambangan, tak lama
berduka cita kemudian beliau kembali sukacita, seperti keadaan semula,
sebab dihibur oleh Sri Maha Rsi Bagawanta, Pedanda Sakti Ngurah.
Demikian kehebatan beliau Sri Panji Sakti terdengar
Diceritakan
Sri Panji Sakti, merintis membangun kota (pura), di pategalan daerah
Balalak, tempat orang menanam Buleleng, ada dijumpai di sana, ibu
leleng, banyak orang-orang yang tinggal di sana, tempat tanah lapang
itu, di bagian utara wilayah Sukasada, setelah menjadi besar tempat kota
itu, banyak orang berbondong-bondong pergi pindah ke sana, akhirnya
penuh dengan rumah tempat tinggal, selanjutnya diberi nama Kota
Buleleng, dan istana tempat tinggal baginda raja, diberi nama Singaraja,
sebab jelas bagaikan singa keberanian baginda Raja, serta gajah beliau
yang bagaikan gajah Nirwana, dibuatkan kandang di bagian utara kota,
itulah sebabnya bernama Petak desa itu, dan yang menggembalakan gajah,
adalah tiga orang dari Jawa, pemberian raja Solo, dua orang bertempat di
daerah bagian utara Petak, itu selanjutnya bernama Kampung Jawa, serta
yang seorang lagi, bertempat di Lingga dekat dengan pesisir Toya Mala,
sebab asalnya dari Prabulingga Yawadwipa, di antara desa Petak dan desa
(Kampung) Jawa, bernama desa Paguyangan, sebab tempat gajah beliau
berguling-gulingan digembalakan di sana, demikianlah ceritanya dahulu.
Setelah
lama-kelamaan, orang Jawa di Kampung Jawa, mengembangkan keturunan,
kemudian dibagi atas perintah baginda Raja, ditempatkan di hutan
Pagatepan, selanjutnya juga diberi nama Pagayaman, sebagai penjaga
benteng di daerah pegunungan.
Entah
berapa lama, kembali Sri Panji Sakti, pergi menyerang Jaranbana, oleh
karena kehebatan keris Ki Semang, akhirnya hancur daerah Jaranbana,
dapat ditaklukan oleh Sri Panji Sakti.
Tak
terhitung berapa lama kemudian, Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, mendengar
berita, ada seorang putri yang sangat cantik bernama Ki Gusti Ayu Rai,
saudara dari Ki Gusti Ngurah Made Agung, yang berkuasa di Mengwi, beliau
sekarang ingin melamarnya, akan dipakai sebagai istri, utusan pun sudah
berjalan, lalu ditolak mas kawin beliau, akhirnya main beliau Ki Gusti
Ngurah Panji, timbullah kemarahannya, ingin untuk menghancurkan wilayah
Mengwi, oleh karena kewibawaannya dijadikan kebanggaan, setelah mampu
menguasai daerah Banger, selanjutnya beliau mengirim utusan, menantang
wilayah Mengwi untuk bertempur. Keinginan beliau untuk mengadu, prajurit
andalan beliau yang berupa gagak-gagak itu, bersama prajurit Mengwi,
sebab terkenal bernama Teruna Batan Tanjung, beserta Teruna Munggu,
disanggupi oleh penguasa Mengwi, sama-sama mendorong prajurit beliau
untuk bertempur, ramai pertempuran itu, saling amuk, sama-sama tikam,
menikam, sama-sama pemberani, dilihat oleh beliau berdua, lalu
disuruhnya untuk mengakhiri perang itu, oleh karena keinginan beliau Ki
Gusti Ngurah Made Agung, mencoba keberanian dan kehebatan orang-orang
Ler Gunung, sekarang telah beliau ketahui benar-benar keberaniannya
dalam pertempuran, ikhlas hatinya memberikan adiknya, pada Ki Gusti
Ngurah Panji Sakti, tidak diceritakan perundingan beliau berdua, setelah
sama-sama sepakat, maka sebagai raja yang berwibawa, baginda di atas
singasana,
Selanjutnya
Ki Gusti Ngurah Panji Sakti beserta Ki Gusti Ayu Rai dinikahkan,
setelah demikian keadaannya, kembali beliau penguasa Den Gunung,
diiringi istri beliau Ki Gusti Ayu Rai, sebagai balas jasa cinta kasih
beliau kepada raja Mengwi, diserahkan daerah Brambangan, beserta
Jaranbana, oleh baginda penguasa Ler Gunung.
Setelah
beliau tenteram berada di daerah Buleleng, tidak ada yang berani
menentang atau melawan keinginannya, sehingga Ki Ngurah Panji Sakti
memikirkan ingin menghadapi dengan alasan untuk bertempur, maka Ki Gusti
Ngurah Panji Sakti, pergi ke gunung Batukaru, daerah kekuasaan Bandana,
diiringi banyak prajuritnya, dilengkapi dengan senjata, setiba beliau
di sana, segera beliau merusak parahyangan Agung Batukaru, semua
bangunan suci dirusaknya, dipindahkan dari tempatnya, tiba-tiba ada
lebah berpuluh-puluh jumlahnya, masing-masing segenggam besarnya,
tidak
diketahui dari mana asal mulanya, bagaikan kehendak dewata, berhamburan
menyerang beliau Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, bagaikan bencana dari
Dewata pikirnya, tidak tertahan oleh beliau Ki Gusti Ngurah Panji Sakti,
selanjutnya beliau lari beserta dengan prajuritnya, tidak melihat lagi
ke belakang, sebab beliau sudah merasa dalam hati, bahwasanya itu
kutukan Dewata pada dirinya.
Lama-kelamaan,
kembali Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, menantang perang, datang ke
wilayah Badeng, beserta dengan prajurit serta perlengkapannya, dengan
menunggangi gajah besar, setiba beliau di daerah bagian utara tempat
suci ( pura Satria ) Badeng, dihadang oleh banyak prajurit dari daerah
Badeng, perangpun terjadi , tikam-menikam, namun akhirnya berdamai juga
dengan penguasa daerah Badeng, daerah tempat pertempuran itu selanjutnya
diberi nama Taensiat, sampai sekarang, oleh karena tempat permulaan
terjadinya perang antara prajurit Den Bukit, melawan prajurit Badeng.
Selanjutnya Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, mengambil istri dari golongan
Wesya dari Banjar Ambengan Badung.
Beberapa
lama kemudian, ada terdengar berita, oleh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti,
bahwa cucunya Ki Gusti Ngurah Jarantik, di daerah Jarantik dikecewakan
oleh Dalem Bali, di daerah Gelgel, kesalahannya karena tidak memberikan
keris pusakanya, yang diinginkan oleh Dalem, itu yang menyebabkan beliau
sedih dalam hati, beliau ingin meninggalkan daerah Jarantik, berusaha
menyelamatkan diri, oleh karena terpikir pasti mati, jika tidak pergi
dari daerah Jarantik, pergi jauh, terdorong atas kejengkelannya Ki Gusti
Ngurah Agung, yang begitu iri hati ke hadapan Ki Gusti Ngurah Jarantik,
oleh karena demikian keadaannya, beliau Ki Gusti Ngurah Panji Sakti
segera, pergi ke daerah Jarantik, didapatkan orang-orang yang berada
dalam istana sangat sedih dalam hati, terutama Ki Gusti Ngurah Jarantik,
menceriterakan kesusahannya, setelah selesai daya upayanya, akhirnya
mereka serempak pergi dari daerah Jarantik, mencari tempat menuju ke
desa Tojan daerah Bala Batuh, atas perintah Ki Gusti Ngurah Panji Sakti,
selanjutnya beliau mengantarkan, lalu beristirahat di daerah utara desa
Beng Gianyar,
ada
tanaman-tanaman penduduk di sana berupa kacang tanah, dimakan oleh
gajah tunggangan beliau Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, karenanya ada
wilayah yang bernama Kacang Bedol, sampai sekarang, oleh karena gajah
tunggangan beliau memakan kacang yang ada di sana, tidak diceritakan
perjalanan beliau yang mengungsi, lalu tiba di daerah Tojan, dijemput
oleh Ki Bendesa Wayan Karang, yang menguasai daerah Tojan, selanjutnya
beliau membangun istana, tunggangan beliau Ki Gusti Ngurah Panji Sakti,
digembalakan di daerah bagian barat laut daerah Tojan, itulah sebabnya
bernama daerah Angon Liman, Bangun Liman nama lainnya sampai sekarang,
dan di bagian timurnya ada semak belukar, tempat beliau Panji Sakti
berburu, dinamakan Buruwan sampai sekarang.
Entah
berapa lama beliau Ki Gusti Ngurah Panji Sakti berada di Tojan, oleh
karena sudah handal kedudukan Ki Gusti Ngurah Jarantik, bukan main
senangnya beliau berdua dalam hubungan keluarga, sama-sama
memperingatkan perjanjian, sehingga tidak luntur rasa cinta kasih dan
keteguhan ikatan kekeluargaannya, serta keturunannya, suatu kedudukan
untuk cucunya kemudian, sesudah sama-sama menyepakati ikrar itu, Ki
Gusti Ngurah Panji Sakti, menunjukkan kebesarannya, lalu menghadiahkan
tombak Ki Pangkajatatwa, kepada cucunya Ki Gusti Ngurah Jarantik,
sebagai pemberian resmi kepada cucu, tujuannya sebagai tanda sampai di
kemudian hari, setelah beliau selesai memberikan wejangan kepada anak
cucunya tentang ajaran Kamahayanikan, serta tata cara memimpin wilayah,
lalu beliau kembali pulang ke Den Gunung, demikian ceritanya.
Entah
berapa lamanya, oleh karena sudah kehendakNya, terjadilah kehancuran di
daerah Gelgel, ketika itu Sri Dalem Dewa Agung Jambe masih kecil, oleh
karena sifat loba dan durhakanya Kyayi Agung Maruti, mengharap-harapkan
akan menggantikan raja Gelgel, serta sudah banyak para menteri dan
rakyat yang senang menghamba kepadanya ( Kyayi Agung Maruti ), oleh
karena kelicikan Kyayi Agung, merangkul semua orang, perkataannya sangat
manis, dan lembut, akan tetapi banyak juga para Arya kesatria bujangga,
tidak menyenangi tingkah laku Kyayi Agung, menyebabkan pikiran orang
menjadi berbeda-beda, sama-sama mencari pemimpinnya yang disenangi
sendiri-sendiri, sehingga terjadi keributan di wilayah Gelgel, Sri Dalem
Cili, dilarikan oleh para menterinya, dibawa bersembunyi ke Singharsa,
disangga selengkapnya oleh beliau Ngurah Singarsa, berkat baktinya
bertuan.
Tidak
lama kemudian, terjadilah persidangan para punggawa agung, yang masih
tetap setia kepada Dalem, sebagai pemimpin beliau Ngurah Singharsa,
setelah selesai memberikan surat kepada para manca semua, sampai ke Ler
Gunung serta ke daerah Badung, semua menyetujui dan satu tujuan dengan
Ngurah Singharsa, hendak menghancurkan Kyayi Agung Maruti, setelah
mufakat sama-sama berangkat dari daerahnya masing-masing, seperti Ki
Gusti Ngurah Panji Sakti sudah berangkat, lengkap dengan segala macam
senjata, tak terhingga banyaknya, memenuhi jalan dengan riuhnya,
bermarkas di desa Panasan sebelah barat Toya Jinah, oleh karena sangat
kesusahan masyarakat di sana, oleh senjata dari Ler Gunung, oleh
karenanya disebut Desa Panasan sampai sekarang,
kemudian
bertemu dengan prajurit Kyayi Agung dari Gelgel, sebagai senapati Ki
Dukut Kerta, dihadapi oleh Ki Tamlang, patih beliau Ki Gusti Ngurah
Panji Sakti, luar biasa ramai pertempuran itu, saling sergap, kemudian
kalah pertahanan Ki Padang Kerta, dadanya tertikam, kepalanya dipenggal,
matilah Ki Padang Kerta, oleh Ki Tamlang, kacau balau prajurit Ki Gusti
Agung Maruti menjadi bubar, tak mampu bertahan, sehingga Ki Gusti Agung
terpengaruh, ikut lari, melarikan diri dari pertempuran, seraya dikejar
oleh prajurit dari Ler Gunung,
seperti
Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, dengan mengacungkan keris yang terbuat
dari baja, bergagang kayu pelet berbentuk babodolan, yang sudah dihunus
dari sarungnya, seberapa jauhnya Ki Gusti Agung Maruti lari, terus juga
dikejar, lalu dibanjiri kanan kiri oleh prajurit dari Ler Adri, sehingga
beliau ibarat anjing terpukul, oleh karena tidak ada jalan, sehingga
beliau berbalik bersama prajuritnya, keinginannya untuk sekaligus dengan
bertempur habis-habisan, mencari jalan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti yang
ditujunya, beliau Ki Gusti Ngurah Panji Sakti penguasa dari Ler Adri
sangat hati-hati, keinginannya untuk menandingi dalam pertempuran,
ketika bersikap akan berbuat, kemudian tangkai keris itu pecah menjadi
dua, tangkai keris yang berbentuk babodolan, rusak pukuh kerisnya,
sehingga Ki Gusti Ngurah Panji Sakti kaget terhenti, selanjutnya
mengganti senjata, mengambil keris pusaka Ki Semang, saat itu Ki Gusti
Agung Maruti dapat kesempatan menghindar bersama prajuritnya, haripun
menjelang malam, maka tidak dapat dikejar oleh Ki Gusti Panji Sakti,
selanjutnya menuju Gelgel, di sana beliau mengutarakan sumpahnya, semua
keturunannya sampai kemudian hari, tidak boleh mempergunakan senjata
yang berkepala/berbentuk babodolan, oleh karena sangat tidak berguna,
demikian ceritanya.
Entah
berapa lamanya, pemerintahan Sri Panji Sakti, beliau tetap tinggal di
istana Sukasada, beliau menurunkan banyak putra serta cucu, tidak ada
yang berani menentang perintah beliau raja, Semuanya diam tunduk dan
setia, masing-masing melakukan kegiatannya, dan entah berapa lamanya,
setelah tiba ajalnya, akhirnya beliau Ki Gusti Ngurah Panji moksah,
menuju alam Nirwana, meninggalkan sanak keluarga, meninggalkan banyak
putra laki perempuan, masing-masing namanya, yang tertua Ki Gusti Ngurah
Panji Gede, yang berhasil menggantikan menjadi raja Den Bukit, beliau
tinggal di istana Sukasada, adiknya bernama Ki Gusti Ngurah Panji Made,
satu ibu lahir dari I Dewa Ayu Juruh.
I
Gusti Alit Oka, I Gusti Made Padang, satu ibu lahir dari golongan Wesya
yang berasal dari Banjar Ambengan Badung. Beliau I Gusti Made Padang,
mengambil istri I Gusti Luh Abyan Tubuh, anak Ki Gusti Sakti, raja
Tabanan.
Ki Gusti Wayan Padang, Ki Gusti Made Banjar, satu ibu berasal dari desa Panji. Dan lagi I Gusti Ayu Panji, beribu Ki Gusti Ayu Rai, putri raja dari Mangwi, dipakai istri oleh Ki Gusti Anom dari Kapal Mangwi.
Ki Gusti Wayan Padang, Ki Gusti Made Banjar, satu ibu berasal dari desa Panji. Dan lagi I Gusti Ayu Panji, beribu Ki Gusti Ayu Rai, putri raja dari Mangwi, dipakai istri oleh Ki Gusti Anom dari Kapal Mangwi.
I
Gusti Ngurah Panji Cede, mempunyai seorang putri, bernama I Gusti Ayu
Jelantik Rawit, I Gusti Ngurah Panji Made, berputra I Gusti Ngurah Panji
Bali, beristri I Gusti Ayu Jelantik Rawit, I Gusti Panji Tahimuk, I
Gusti Made Munggu, I Gusti Nyoman Panji, I Gusti Oka paling kecil.
I
Gusti Alit Oka, mempunyai seorang putri, bernama I Gusti Ayu Nambangan
Mas, nama lain beliau I Gusti Ayu Den Bukit, dipakai istri oleh beliau
Dalem Dewa Agung Made, yang berhasil melahirkan Dewa Agung Panji beserta
keturunannya.
I
Gusti Made Padang berputra Ki Gusti Gede Jelantik, beliau pindah ke
Jineng Dalem. I Gusti Wayan Padang, berputra Ki Gusti Lanang Jelantik, I
Gusti Panji Dalugdag. I Gusti Made Banjar, berputra tiga laki-laki,
Semuanya ikut mengiringkan Ki Gusti Ayu Nambangan Mas Den Bukit, ke
Klungkung. I Gusti Ayu Panji, kawin ke Mangwi daerah wilayah Kapal.
Sesudah
sama-sama pergi ke alam baka, seperti Ki Gusti Ngurah Panji Gede,
beserta Ki Gusti Ngurah Panji Made, lalu digantikan oleh Ki Gusti Ngurah
Panji Bali, menjadi raja di daerah Den Bukit, selanjutnya beliau
beristana di Sukasada, akan tetapi istana di Singaraja dipelihara
sebagai tempat bersenang-senang, karena dibuat oleh leluhurnya, supaya
tidak hilang dan hancur, tetap handal selama pemerintahan beliau, tidak
ada yang berani berbuat durhaka.
Ada
putranya Ki Gusti Ngurah Panji Bali, dua orang laki-laki berlainan ibu,
yang tertua bernama Ki Gusti Ngurah Panji, beliau sebagai raja di
istana Sukasada. Adiknya, bernama Ki Gusti Ngurah Jelantik, beliau yang
menjadi raja di Singaraja, oleh karena sudah dibagi daerah Lor Adri oleh
dua bersaudara itu, sama-sama lahir dari permaisuri.
Adapun
I Gusti Made Munggu, berputra Ki Gusti Wayan Panji. Ki Gusti Wayan
Gulyang, sama-sama berada di Singaraja, I Gusti Made Ksatra, I Gusti
Made Ino, serta I Gusti Ketut Intaran Kawan, yang pergi ke Patemon, dan
lagi I Gusti Nyoman Patandakan, yang pergi ke Bon Tihing. I Gusti Nyoman
Panji, berputra I Gusti Wayan Ksatra; I Gusti Made Ino, dan I Gusti
Ketut Intaran Kawan, sama-sama di Sukasada. I Gusti Oka, beliau tidak
berputra. Adapun Ki Gusti Gede Jelantik, beliau mempunyai dua orang
putri, bernama I Gusti Ayu Raka yang tertua, dipakai istri oleh beliau
yang berkuasa di Sukasada, dan yang kedua, I Gusti Ayu Rai, dipakai
istri oleh beliau yang berkuasa di Singaraja.
Adapun
tiga orang yang mengikuti I Gusti Ayu Nambangan Mas, di Klungkung,
pindahnya dari Banyuning, mereka menetap tinggal di Banjar Lebah
Klungkung, mereka menurunkan banyak keturunan di sana, tunduk setia
kepada beliau yang diikutinya. Ki Gusti Lanang Jelantik, berputra Ki
Gusti Alit Ksatra. Ki Gusti Panji Dalugdag, berputra Ki Gusti Bagus
Panji Celuk, beserta saudaranya di Banyuning. Demikian beliau pergi
mencari tempat tinggal, sebab rakyatnya sama-sama bakti menghamba.
Lama-kelamaan,
sebagai manusia yang tidak luput dari kesulitan dan penyakit, tak
terduga takdir Yang Maha Kuasa, terjadilah perselisihan di dalam
keluarga, yang berkuasa di Sukasada, dengan yang berkuasa di Singaraja,
semakin lama semakin keras bentrok mereka, tidak ada yang berani
menghalanginya, sebab sama-sama sangat mempercayai fitnah, sehingga yang
berkuasa di Singaraja, meminta bantuan kepada Ki Gusti Ngurah Ketut
Karangasern, Raja di Amlapura, sebagai pengatur siasat I Gusti Nengah
Sibetan Wiweka, sebagai penguasa desa Selat, apa yang dikatakan, Raja di
Singaraja Ki Gusti Ngurah Jelantik, membuat perjanjian imbalan terlebih
dahulu, jika sudah mencapai tujuan, menyebabkan tunduk kakaknya, yang
berkuasa di Sukasada, bersedia akan membagi pajak bumi Den Gunung,
sama-sama memimpin bumi Buleleng, sebagai pemimpin hanya Ki Gusti Ngurah
Jelantik, sebagai lambang adapun Sri Bupati dari Amlapura sebagai raja
muda (iwaraja), sebagai pemimpin taktik dan strategi pemerintahan
(makocering niti), maka perjanjiannya disetujui oleh beliau yang
memimpin Karangamla, segera berkemas prajurit itu lengkap dengan
senjata, lengkap dengan segala perlengkapan, seluruh pasukan
Karangasern, siap untuk berangkat ke Den Gunung, menuju kota Singaraja.
Tidak
lama kemudian, didengar oleh kakaknya, jika adiknya meminta bantuan
dari Karangasern, telah semua prajuritnya sampai di sana, luar biasa
marahnya kepada adiknya, sehingga semua prajuritnya dipanggil
dikumpulkan, disertai dengan senjata yang bertubi-tubi tan
putus-putusnya, dengan maksud mendahului menyerang kota Singaraja, para
prajurit menyebar menyerbu riuh rendah, hal itu diketahui oleh beliau
penguasa Singaraja, sehingga sama-sama bersiaga, kemudian terjadilah
perang, antara kedua istana itu, menjadi medan perang, setelah kedua
belah pihak sama-sama melakukan pertempuran, saling berguguran. dorong
mendorong, tikam-menikam, saling tombak, adapun sebagai pimpinan I Gusti
Ngurah Jelantik, sehingga prajurit Sukasada menjadi terdesak, oleh
karena kebanyakan musuh, dengan dibanjiri keberanian, tiba-tiba
sama-sama melarikan diri bubar serta mundur,
ada
yang dirasakan dalam hati, akan hal kematiannya hampir tiba, itulah
sebabnya Ki Gusti Ngurah Panji menjadi marah, menerobos ke tengah-tengah
medan laga, ke depan dengan membawa keris pusaka Ki Semang, mengamuk
dengan sangat hebatnya, banyak musuh beliau yang terbunuh, oleh karena
kebanyakan lawan, sama-sama tidak hendak mundur, akhirnya kedua belah
pihak Karangasern dan Singaraja berkumpul, menyerang mengurung, sehingga
Ki Gusti Ngurah Panji dapat dikerubut, diusahakan merebut kerisnya,
sehingga dapat diambil oleh musuhnya, akhirnya setelah lepas senjatanya
beliau pun ditikam, darah beliau memancur, sehingga gugurlah beliau yang
beristana di Sukasada, prajurit beliau semuanya tunduk memohon
perlindungan, akhirnya semua prajurit Ler Gunung berkumpul menghamba
kepada Ki Gusti Ngurah Jelantik, sebagai pemimpin daerah Den Bukit,
beristana di Singaraja, sebagai raja muda beliau yang bergelar I Gusti
Nyoman Karangasern, keturunan Arya Patandakan, sama-sama beristana di
Singaraja, yang pindah dari Karangasern, atas perintah beliau Ki Gusti
Ngurah Ketut Karangasern.
Lama-kelamaan,
setelah tiba ajalnya, beliau I Gusti Ngurah Jelantik wafat, namun
karena liciknya daya upaya beliau raja Amlapura, akhirnya tersebar pula
diketahui oleh rakyat, timbul pikiran loba dan tamak pada kawan, dengan
mengandalkan kekuatan senjata dan rakyat, serta kereta perang dan
perbekalan, di balik isi perundingan dulu, I Gusti Nyoman Karangasern
dinobatkan menjadi raja Singaraja.
Adapun anak beliau I Gusti Ngurah Jarantik, yang tertua bernama Ki Gusti Bagus Jelantik Banjar, berkedudukan sebagai patih di istana Bangkang, di bagian barat We Mala.
Adapun anak beliau I Gusti Ngurah Jarantik, yang tertua bernama Ki Gusti Bagus Jelantik Banjar, berkedudukan sebagai patih di istana Bangkang, di bagian barat We Mala.
Tak
lama kemudian, Ki Gusti Nyoman Karangasern, memerintah sebagai raja
wilayah Den Bukit, beliau meninggal karena diserang oleh penyakit,
kemudian digantikan oleh Ki Gusti Agung Made Karangasern Sori, keturunan
Karangasern, lebih kurang selama tiga tahun lamanya beliau berkuasa,
beliau turun dari singgasana, oleh karena beliau tidak tegas memerintah
rakyat, sehingga beliau memilih muka, tidak adil kepada rakyat.
Adapun
yang menggantikan beliau, bergelar Ki Gusti Ngurah Agung, mulanya juga
dari Karangasern, sejak lama mengembara di Jembrana, sehingga beliau
meninggal di Pangambengan Jambrana, diserang oleh prajurit penuh dengan
senjata, oleh karena rakyat Jambrana tidak setuju menghamba kepada
beliau.
Kembali
diceritakan, Ki Gusti Ngurah Panji, raja di Sukasada, yang meninggal di
medan pertempuran dahulu, karenanya ada bernama desa Baratan, sampai
sekarang, adalah bekas dua orang saudara bertempur, yang meninggal dalam
pertempuran, meninggalkan putra, bernama Ki Gusti Ketut Panji, yang
kalah dalam pertempuran dan masih hidup, selanjutnya beristana di
Sukasada.
Adapun
yang menang dalam pertempuran, mempunyai putra bernama Ki Gusti Bagus
Jlantik Banjar, beliau berkedudukan sebagai patih di istana Bangkang,
ketiganya sama-sama meninggal karena tanah longsor, pada Isaka 1737
(1815 M), sebab lumpur dari gunung mengalir melaju ke wilayah Sukasada
serta Bangkang, banyak rakyat yang meninggal terbenam oleh lumpur itu.
Ada
adik beliau Ki Gusti Bagus Jlantik Banjar, bernama Ki Gusti Ketut
Jlantik, tidak meninggal oleh banjir lumpur itu, sebab beliau sudah
pindah ke daerah Kubutambahan, serta adiknya yang bernama Ki Gusti Made
Jlantik, mengungsi desa Pereyan Tabanan, beliau meninggal di sana,
adapun yang bungsu bernama Ki Gusti Ketut Panji, beliau masih tetap
tinggal di Singaraja.
Adapun
anaknya Ki Gusti Wayan Ksatra, yang bernama Ki Gusti Wayan Panji, Ki
Gusti Wayan Panebel, serta Ki Gusti Nyoman Panarungan, sama-sama masih
di Sukasada, Semuanya meninggal terbenam dalam lumpur pada tahun Isaka
1737 (1815 M).
Adapun
Ki Gusti Ayu Den Bukit, yang diambil sebagai istri oleh beliau Dalem
Smarapura, berputra Dewa Agung Panji, beliau yang menurunkan Cokorda
Agung Mangwi, beserta Dewa Agung Putu di daerah Getakan, serta Cokorda
Mayun Giri, di daerah Nyalian.
Adapun
sanak saudaranya, beliau Ki Gusti Ayu Den Gunung, yang mengikuti beliau
di Klungkung dahulu, yang paling tua menurunkan mereka yang berada di
Gunung Rata, adiknya berputra yang menurunkan mereka yang berada di
Sampyang Gianyar, sedangkan yang paling kecil berputra yang berada di
daerah Lebah Klungkung.
Kembali
diceritakan, Ki Gusti Ketut Panji, berputra Ki Gusti Gede Panji, Ki
Gusti Made Clagi, serta Ki Gusti Nyoman Pinatih, sama-sama berada di
Sukasada. Ki Gusti Bagus Jlantik Banjar, berputra Ki Gusti Bagus Suwi,
serta Ki Gusti Made Akeh, sama-sama berada di Bangkang.
Adapun
Ki Gusti Made Panji Muna, berputra Ki Gusti Bagus Jlantik Kalyanget. Ki
Gusti Ketut Jlantik, berputra Ki Gusti Wayan Ksatra, berada di
Kubutambahan, adiknya Ki Gusti Made Jlantik, berada di Panarukan.
Adapun
Ki Gusti Made Jlantik, yang meninggal di Pereyan, berputra Ki Gusti
Wayan Jlantik, berada di Sasak. Sedangkan Ki Gusti Ketut Panji di
Singaraja., sama-sama berada di Singaraja.
Ada
saudara beliau pergi ke Patemon, serta ke Bon Tihing, dan ke Depaha.
Adapun Ki Gusti Wayan Panji, Ki Gusti Wayan Panebel, dan Ki Gusti Nyoman
Panarungan, sama-sama menurunkan keluarga, selanjutnya dari Sukasada
pindah ke Singaraja.
iceritakan
Ki Gusti Gede Panji, berputra Ki Gusti Putu Panji, Ki Gusti Made Kari,
dan Ki Gusti Ketut Panji, sama-sama berada di Sukasada. Ki Gusti Made
Celagi beliau banyak menurunkan putra. Ki Gusti Nyoman Pinatih,
mempunyai seorang putri bernama I Gusti Ayu Rai, serta saudara
laki-lakinya. Ki Gusti Bagus Suwi, di Bangkang, mempunyai seorang putri
Ki Gusti Ayu Made Ayu, beserta saudara laki-laki. Ki Gusti Made Akeh, di
Bangkang, berputra I Gusti Nyoman Panji, I Gusti Ketut Jlantik Sangket,
beserta saudaranya di Bangkang. Ki Gusti Bagus Jlantik Kalyanget,
pindah dari Tukad Mungga, putra beliau Ki Gusti Bagus Jlantik Batupulu,
adiknya Ki Gusti Made Batan, sama-sama di Tukad Mungga. Adapun Ki Gusti
Wayan Ksatra di Kubutambahan, berputra I Gusti Putu Kari, Ki Gusti Putu
Kebon nama lainnya, ada adiknya seorang wanita bernama Ki Gusti Ayu Made
Batan.
Adapun
Ki Gusti Made Jlantik, di Panarukan, berputra Ki Gusti Ayu Putu Puji,
Ki Gusti Ayu Jlantik, Ki Gusti Ayu Rai, dan Ki Gusti Ayu Putu Intaran
Rudi. Selanjutnya I Gusti Wayan Jlantik yang berada di Sasak, berputra
Ki Gusti Made Jlantik Jwala, serta Ki Gusti Ketut Jlantik Jwali. Adapun
Ki Gusti Bagus Ksatra, di Singaraja, berputra Ki Gusti Bagus Rai, serta
saudaranya, tidak diceritakan selanjutnya.
Kembali
diceritakan. setelah beliau Ki Gusti Ngurah yang wafat di Pangambengan ,
beliau digantikan, oleh yang bernama Ki Gusti Agung Pahang, pada saat
Isaka 1751 (1829 M), beliau memindahkan istana Singaraja, ke sebelah
barat jalan, entah berapa lamanya menjadi raja, terdorong oleh karena
sudah kehendakNya, akhirnya keluar sifat angkara beliau, diduga tidak
ada menandingi kewibawaannya, bertingkah laku tidak senonoh, sehingga
melanggar tata susila yang sudah ada, gamya-gamana, serta berselingkuh
dengan saudara perempuan beliau, hal itu diketahui oleh para menterinya,
serta rakyatnya semua, akan tetapi Semuanya memendam dalam hati, tidak
ada yang berani membuka mulut, akan kejahatan tuannya, akan tetapi semua
sudah kentara bahwa semua mengetahui namun pura-pura tidak tahu,
sehingga beliau Ki Gusti Ngurah Pahang menjadi was-was, mengira bukan
mustahil rakyatnya semua akan menentang kekuasaannya, tetapi tetap
niatnya berbuat ganas pada rakyatnya, terhadap tindak-tanduknya, belum
pantas dihukum mati, dibunuhnya juga selalu memegang pentungan, tidak
sedikit menyakiti rakyatnya, karena curiga pada diri atas perilakunya
yang tidak senonoh. Kira-kira tiga tahun lamanya beliau menjadi raja,
ada para arya bernama Ki Gusti Bagus Ksatra dari Singaraja, saudara
beliau Ki Gusti Made Singaraja, anak beliau Ki Gusti Ketut Panji,
beliau
Ki Gusti Bagus Ksatra, disuruh membunuh oleh Ki Gusti Agung Pahang,
sebab memberikan hidangan ikan udang kepada beliau, disangka oleh beliau
raja, akan menjadi sebab berhenti menjadi raja Den Bukit, ada pula yang
bernama Wayan Rumyani, Pan Apus nama lainnya, ia rakyat yang dipercayai
menjadi perbekel, ikut juga dibunuhnya, oleh karena kelihatan sebagai
raja gila, disangkanya jelas akan mencelakakan.
Selanjutnya
jenazah Ki Gusti Bagus Ksatra, ditambatkan di lapangan, telinganya
kiri-kanan diberi bunga kembang sepatu merah, mayatnya menjadi tontonan
orang banyak, dan adiknya Ki Gusti Made Singaraja, menghadap raja,
memohon belas kasihan, memohon jenazah kakaknya, ternyata tidak
diijinkan oleh beliau raja, setelah sore hari, barulah mayatnya
diserahkan kepada sanak saudaranya.
Oleh
karena demikian keadaannya, luar biasa marahnya Ki Gusti Made
Singaraja, beserta sanak keluarganya semua, semua keturunan pemberani
Sri Panji Sakti, lalu bersama-sama mengadakan perundingan, setelah
memperoleh keputusan, memaksa menerobos masuk istana.
Pada
saat hari baik, beliau raja < > Pahang mengadakan keramaian di
istana, mengadakan pertunjukan wayang kulit, adapun sebagai Dalangnya
bernama Ki Gulyang, dari desa Banjar, itulah kesempatan para arya
semuanya, bermaksud ikut mengamuk di istana, sudah siap dengan senjata,
hanya menunggu keluarnya beliau sang raja, menonton, sampai tengah
malam, juga Ki Gusti Agung Pahang belum keluar, menonton wayang, adapun
Ki Dalang Gulyang sedang memainkan perang wayang, akhirnya semua para
arya kepayahan menunggu, akhirnya mereka menyebar mengacau, mengamuk
orang-orang yang menonton wayang, ada yang menikam ke arah Dalang yang
sedang memainkan wayang, layarnyapun robek, adapun sang dalang saat itu
sedang memegang wayang Bima, serta wayang Tuwalen, serta membawa Capala,
oleh karena kagetnya, lalu segeralah ia melompat mencari perlindungan,
membawa wayang Bima dan Tuwalen, beserta capalanya.
Tidak
diceritakan banyaknya yang mati dan terluka di tempat orang menonton,
kacau balau, mencari perlindungan, sehingga hiruk-pikuk mondar-mandir,
di halaman kedua istana, disambut dengan suara kentongan bertalu-talu,
luar biasa riuhnya orang-orang, seisi istana, sama-sama keluar dengan
membawa senjata, sama-sama menunggu di jalan raya, sebab tidak ada yang
berani masuk ke istana, oleh karena sangat gelapnya.
Diceritakan
ada yang bernama Ketut Karang, sebagai kepala penjaga istana, bertempat
tinggal di Panataran, ia berbicara, mengingatkan Ki Gusti Made
Singaraja, beserta pengikutnya, menyuruh untuk kembali pulang, sebab
beliau raja sudah pergi mengungsi meninggalkan istana, tidak akan
berhasil jika langsung masuk ke dalam istana, mungkin tujuannya akan
menemui bahaya, demikian cegahan Ketut Karang, lalu mereka yang
menyerang kembali pulang semuanya, menuju rumahnya masing-masing.
Keesokan
harinya, Ki Gusti Agung Pahang, dihadapkan dalam persidangan,
dihadapkan oleh semua para manca, akan tetapi para arya Den Bukit tidak
ikut, melakukan persidangan, tentang pemberontakan para arya Buleleng,
durhaka mengamuk dalam istana, setelah kesepakatan raja selesai, sesudah
disepakati oleh para arya keturunan Karangasern, bahwa akan membunuh
semua para arya Buleleng, laki perempuan, tua muda, supaya tidak ada
tersisa, sebab sangat besar dosanya terhadap sang raja, setelah demikian
keadaannya, tidak menunggu sehari, seketika mendadak dikerahkan para
prajuritnya lengkap dengan senjata, disuruh untuk menghancurkan para
arya yang ada di Ler Adri, ternyata lamban tindakan para arya itu kurang
cepat mengelak, sehingga hancur beserta dengan anak-anaknya (arare
cili), oleh karena angkatan bersenjatanya sangat hebat jitu melaksanakan
perintah sang raja, itu sebabnya berpuluh bahkan sampai ratusan mereka
yang dapat ditikam dengan keris, serta tombak, segala yang mengakibatkan
kematian, bagaikan bergunung mayat dan berlautan darah kenyataannya,
demikian diceritakan.
Kenyataannya,
sebab kehendakNya tidak dapat dilawan, untuk menciptakan kebesaran
keturunan beliau Ki Gusti Ngurah Panji, walaupun beberapa banyaknya
prajurit beliau, memporak-porandakan para arya Den Bukit, tetapi
didorong oleh kekuatan suci beliau yang sudah mendahuluinya ( wafat),
mereka tak mungkin sampai habis dihancurkan, ada juga yang tersisa, yang
berhasil menurunkan keturunan sampai sekarang, bagaikan dilindungi oleh
dewata persembunyiannya, sehingga terlepas dari kematian, siapakah itu
yang masih hidup?, demikian kira-kira pertanyaannya, di antaranya, Ki
Gusti Made Kari, Ki Gusti Ketut Panji, sama-sama ada di Sukasada, beliau
sama-sama pindah ke wilayah Desa Kapal Mangwi, beliau yang menurunkan
keturunan di Sukasada sampai sekarang. Adapun Ki Gusti Nyoman Panji,
beserta saudaranya Ki Gusti Ketut Jlantik Sangket, sama-sama pergi
menyelinap di hutan-hutan wilayah desa Panji, beliau yang menurunkan
para arya di istana Bangkang sampai sekarang.
Adapun
Ki Gusti Bagus Ketut Jlantik Batupulu, serta adiknya Ki Gusti Made
Batan, sama-sama mengungsi menuju wilayah desa Soka Tabanan, beliau yang
menurunkan sanak keluarga para arya Tukad Mungga, sampai sekarang.
Selanjutnya
Ki Gusti Putu Kebon, Ki Gusti Putu Kari nama lain beliau, pergi ke desa
Pakisan, dan berhasil menurunkan yang di istana Kubutambahan. Adapun Ki
Gusti Ketut Jlantik Jwali, menurunkan keturunan di Karang Buleleng
Sasak sampai sekarang.
Pendeknya,
apa sebab sama-sama masih hidup, karena ditolong oleh rakyatnya
masing-masing, yang masih bakti menghamba, berusaha menyelamatkan diri.
Kembali
diceritakan, tidak menyimpang akan titah Nya, perbuatan semasa hidup
didorong oleh perbuatannya dahulu, sebabnya Ki Gusti Ngurah Pahang,
semakin bertambah angkara murkanya, bagaikan malapetaka dari-Nya, segera
semakin diketahui oleh rakyatnya semua, perbuatannya gamya-gamana
dengan adik, menyebabkan panas pada saat musim hujan, hasil panen tidak
berhasil, kebutuhan sehari-hari jarang, negara menjadi terpecah,
sehingga orang-orang menjadi ribut, bertengkar berperang dengan sanak
keluarga, sama-sama tidak tertahankan oleh para manca serta semua rakyat
, selanjutnya K-i Gusti Agung Pahang dikepung oleh rakyat bersenjata,
akhirnya lari ke wilayah Karangasern, setibanya beliau di sana, akhirnya
beliau dibunuh oleh rakyat Karangasern.
Digantikan
oleh beliau yang bernama Ki Gusti Ngurah Made, yang menggantikan
kedudukan raja Buleleng, beliau juga keturunan Karangasern, dibantu oleh
beliau yang bernama Ki Gusti Ketut Jlantik Gingsir, kedudukannya
sebagai patih, diberi mandat memerintah negara Buleleng, keberanian
beliau Ki Gusti Patih terkenal ke mana-mana sampai ke pelosok Pulau
Bali, sebab beliau mengalahkan desa-desa yang ada di wilayah pegunungan
Bangli, seperti Payangan, sangat luar biasa pujian rakyat, akan
keberanian beliau menggempur musuhnya yang sakti.
Entah
berapa tahun lamanya, tiba-tiba ada perbedaan pendapat Ki Gusti Patih
Ketut Jlantik, berselisih dengan pemerintahan Belanda, menyebabkan
terjadinya permusuhan, perangpun terjadi sangat hebat, antara Belanda
dengan rakyat Bali, lamanya perang hingga tiga tahun, akhirnya rakyat
Den Bukit mengalami kekalahan, oleh pemerintahan Belanda, pada Isaka
1768 ( 1846 M), adapun raja Ngurah Made, serta Ki Gusti Ketut Jlantik,
disertai prajuritnya, lari pergi menuju wilayah Karangasern.
Setelah
demikian, tidak ada lagi keturunan raja Karangasern yang memerintah di
Buleleng, dan pemerintahan Belanda yang berhasil menang di Buleleng,
untuk menjalankan pemerintahan, kembali mengangkat raja, memilih raja
keturunan Den Bukit seperti dulu kala, setelah pembicaraan selesai,
disetujui oleh para manca dan punggawa semua, diusahakan mencari yang
benar-benar keturunan para arya, keturunan Sri Panji Sakti dahulu, yang
memerintah di Den Gunung, sebab dipilih oleh semua orang yang
menginginkan, sehingga dinobatkan bergelar Ki Gusti Made Rai di
Sukasada, menjadi penguasa Den Bukit, beliau adalah putra dari Ki Gusti
Made Kari, yang pergi ke daerah Kapal Mangwi, pada saat diserang oleh Ki
Gusti Agung Pahang dahulu.
Ada
saudara tertua beliau Ki Gusti Made Rai seorang wanita, bernama Ki
Gusti Ayu Pakisan, adiknya bernama Ki Gusti Ayu Rai, yang laki bernama
Ki Gusti Made Panji, serta Ki Gusti Nyoman Panarungan.
Adapun
adik beliau Ki Gusti Made Kari, yang bernama Ki Gusti Ketut Panji,
beliau berputra Ki Gusti Ayu Griya, Ki Gusti Agung, serta Ki Gusti Ayu
Bulan, sama-sama berada di Sukasada.
Adapun
Ki Gusti Nyoman Panji, yang pergi menuju desa Alas Panji, berputra Ki
Gusti Ayu Sekar, Ki Gusti Made Banjar, Ki Gusti Nyoman Banjar, serta Ki
Gusti Ketut Tangkeban.
Adapun
adik beliau Ki Gusti Nyoman Panji, yang bernama Ki Gusti Ketut Jlantik
Sangket berputra Ki Gusti Wayan Jlantik, Ki Gusti Nyoman Oka, Ki Gusti
Ketut Rai serta yang lain ibu dengan Ki Gusti Ayu Kompyang Panji, Ki
Gusti Ayu Nyoman Rai, Ki Gusti Ketut Ksatra, Ki Gusti Ketut Banjar,
serta Ki Gusti Ayu Kaler, sama-sama kembali ke Bangkang.
Adapun
Ki Gusti Bagus Jlantik Batupulu, yang pergi ke desa pegunungan di
daerah Soka Tabanan, berputra Ki Gusti Putu Panji, Ki Gusti Ayu Mas, Ki
Gusti Ketut Ksatra, serta Ki Gusti Ketut Jlantik, semua kembali ke
wilayah Desa Tukad Mungga.
Juga
adik beliau yang bernama Ki Gusti Made Batan, berputra Ki Gusti Putu
Batan, Ki Gusti Ayu Made Taman, Ki Gusti Nyoman Jlantik, Ki Gusti Ketut
Kaler, Ki Gusti Ayu Rai, Ki Gusti Ayu Panji, Ki Gusti Bagus Jlantik, Ki
Gusti Made Karang, Ki Gusti Ketut Banjar, serta Ki Gusti Ayu Nyoman Soka
nama beliau, sebab lahir di desa Soka, pada saat mengungsi dahulu, itu
Semuanya lalu bertempat tinggal di Tukad Mungga. Selanjutnya membangun
tempat pemujaan di rumahnya di Tukad Mungga, meniru yang ada di istana
Bangkang.
Adapun
Ki Gusti Putu Kari, Putu Kebon nama lain beliau, yang pergi ke Desa
Pakisan, beliau berputra Ki Gusti Bagus Panji Cuwag, Ki Gusti Ketut
Kaler, Ki Gusti Ketut Jlantik, serta Ki Gusti Ayu Putu, Semuanya kembali
ke Kubutambahan.
Juga beliau Ki Gusti Ketut Jlantik Jwali, berputra Ki Gusti Bagus Jlantik, Ki Gusti Made Rai, serta Ki Gusti Nyoman Jlantik, sama-sama bertempat tinggal di Sasak.
Juga beliau Ki Gusti Ketut Jlantik Jwali, berputra Ki Gusti Bagus Jlantik, Ki Gusti Made Rai, serta Ki Gusti Nyoman Jlantik, sama-sama bertempat tinggal di Sasak.
Yang
lainnya, ketika diserang oleh beliau Ki Gusti Agung Pahang, dahulu,
oleh karena para Arya Buleleng sama-sama mencari keselamatannya
masing-masing, ada para arya yang berbudi ingkar lupa akan leluhurnya,
tidak mengetahui asal-usulnya, menuruti jalan hidupnya, sehingga tinggal
di rumah orang yang beragama Islam di pesisir Singaraja, yang sudah
jelas tidak setia pada agamanya, menjadi beragama Islam, ada
keturunannya sampai sekarang, setelah bercampur dengan orang-orang yang
beragama Islam.
Entah
beberapa lamanya, lebih kurang tiga tahun lamanya, Ki Gusti Made Rai
menjadi raja Buleleng, akhirnya beliau turun dari singgasana, oleh
karena tidak menghiraukan rakyat, didorong oleh nafsu, tenggelam dalam
sabungan ayam, tidak ingat akan kewajibannya sebagai raja, beberapa
bulan meninggalkan istana, tinggal diam di desa Panji, diiring oleh para
penjudi, sangat keras mengikuti keinginan berjudi.
Setelah
mendapat kata sepakat oleh pemerintahan Belanda, dibantu oleh para
menteri, punggawa semuanya, sehingga dipilih beliau Ki Gusti Ketut
Jlantik di Kubutambahan, putra beliau I Gusti Putu Kari, dinobatkan
menjadi raja di Buleleng, sebab beliau memang benar-benar keturunan Sri
Agung Panji Sakti, keturunan keempat dari Ki Gusti Agung Rai.
Kemudian
dari hasil keputusan pemerintahan Belanda, pindah dari Kubutambahan
beristana di Singaraja, bergelar Ki Gusti Nglurah Ketut Jlantik, dibantu
oleh ayah beliau Ki Gusti Putu Kari, berkedudukan sebagai punggawa di
Kubutambahan.
Adapun
ipar baginda raja, bernama Ki Gusti Putu Batan, raja muda dengan
jabatan sedahan agung kedudukan beliau, dan Ki Gusti Bagus Jlantik,
patih kedudukan beliau, semula berkedudukan di Tukad Mungga, selanjutnya
pindah ke Singaraja, Puri Kanginan, lain dari itu, masih berada di
Tukad Mungga, sama-sama diberi kedudukan oleh baginda raja, demikian
keluarga raja keturunan istana Bangkang, serta yang berada di Sukasada,
menyebabkan tenang dan sempurna baginda raja, dibantu oleh sanak
keluarga dan tanda mantri serta punggawa.
Entah
berapa lamanya, bagaikan kehendak-Nya, sebab sudah tiga giliran
waktunya pembagian takdir Yang Maha Kuasa, disertai dengan perputaran
jaman, menyebabkan keadaan menjadi kacau, menyebabkan banyak yang saling
fitnah, diakibatkan oleh keinginan Belanda untuk menguasai negara,
dengan cara-caranya sendiri, sehingga ada saja alasannya untuk
menghukum, menyalahkan Ki Gusti Ngurah Ketut Jlantik, sehingga beliau
diberhentikan menjadi raja, selanjutnya beliau dijadikan orang buangan
di Pulau seberang yaitu wilayah Padang Pulau Sumatra.
Setelah
keadaan demikian, selanjutnya Belanda sebagai penguasa daerah Buleleng,
tidak ada rajanya lagi, hanya Ki Gusti Bagus Jlantik kedudukannya
sebagai patih, sebagai pemimpin orang-Bali di Buleleng.
Kembali
diceritakan, tentang keturunan beliau Ki Gusti Made Rai di Sukasada,
beliau banyak menurunkan keturunan, yang tertua Ki Gusti Bagus Rai,
adiknya Ki Gusti Made Ksatra, Ki Gusti Nyoman Karang, Ki Gusti Ketut
Tangi, Ki Gusti Ketut Jlantik, Ki Gusti Bagus Dalang, Ki Gusti Ayu Ketut
Rai, Ki Gusti Putu Gunung, Ki Gusti Nyoman Jlantik Ceples, Ki Gusti Ayu
Jlantik, Ki Gusti Ketut Perasi, Ki Gusti Nyoman Jlantik, Ki Gusti Ketut
Rai, Ki Gusti Ayu Putu, beliau dijadikan istri oleh Ki Gusti Putu
Griya, di Singaraja.
Adapun
Ki Gusti Made Panji, berputra Ki Gusti Ayu Turun. Adapun I Gusti Nyoman
Panarungan, berputra Ki Gusti Bagus Bebed, sama-sama berkedudukan di
Sukasada.
Adapun Ki Gusti Agung, pindah ke Depaha, berputra Ki Gusti Ayu Sekar, Ki Gusti Ayu Made Panji, Ki Gusti Ayu Made Rai Kebring, yang dijadikan istri oleh Ki Gusti Made Singaraja, di Singaraja, Ki Gusti Ketut Jlantik, Ki Gusti Putu Canang, Ki Gusti Made Togog, Ki Gusti Ayu Nyoman Tilem, Ki Gusti Ketut Panji, serta Ki Gusti Ayu Jlantik.
Adapun Ki Gusti Agung, pindah ke Depaha, berputra Ki Gusti Ayu Sekar, Ki Gusti Ayu Made Panji, Ki Gusti Ayu Made Rai Kebring, yang dijadikan istri oleh Ki Gusti Made Singaraja, di Singaraja, Ki Gusti Ketut Jlantik, Ki Gusti Putu Canang, Ki Gusti Made Togog, Ki Gusti Ayu Nyoman Tilem, Ki Gusti Ketut Panji, serta Ki Gusti Ayu Jlantik.
Adapun
yang berada di istana Bangkang, Ki Gusti Made Banjar, berputra Ki Gusti
Ayu Dangin, istri beliau Ki Gusti Nyoman Gunung, di Tukad Mungga, Ki
Gusti Ayu Mas, Ki Gusti Nyoman Jlantik, serta KI Gusti Made Panji.
Adapun Ki Gusti Nyoman Banjar, berputra Ki Gusti Ayu Kompyang Panji, Ki
Gusti Made Selat, serta Ki Gusti Ketut Putu. Adapun Ki Gusti Ketut
Tangkeban, beliau tidak mempunyai keturunan.
Adapun Ki Gusti Wayan Jlantik, berputra Ki Gusti Putu Cede, Ki Gusti Made Jlantik, Ki Gusti Ayu Nyoman Ayu, istri beliau Ki Gusti Nyoman Jlantik, Ki Gusti Ayu Kajeng, Ki Gusti Ayu Rai, istri beliau Ki Gusti Putu Intaran, di Bangkang, Ki Gusti Ayu Ketut Panji,, istri beliau Ki Gusti Ketut Putra di Tukad Mungga, serta yang bungsu Ki Gusti Bagus Jlantik.
Adapun Ki Gusti Wayan Jlantik, berputra Ki Gusti Putu Cede, Ki Gusti Made Jlantik, Ki Gusti Ayu Nyoman Ayu, istri beliau Ki Gusti Nyoman Jlantik, Ki Gusti Ayu Kajeng, Ki Gusti Ayu Rai, istri beliau Ki Gusti Putu Intaran, di Bangkang, Ki Gusti Ayu Ketut Panji,, istri beliau Ki Gusti Ketut Putra di Tukad Mungga, serta yang bungsu Ki Gusti Bagus Jlantik.
Adapun
Ki Gusti Nyoman Oka, berputra Ki Gusti Putu Intaran, Ki Gusti Made
Celagi, Ki Gusti Nyoman Jlantik Jebel, Ki Gusti Putu Gianyar, serta Ki
Gusti Made Kaler. Kemudian Ki Gusti Ketut Rai, berputra Ki Gusti Ayu
Jlantik, istri beliau Ki Gusti Bagus Rai dari Tukad Kemudian Ki Gusti
Ketut Panji, berputra Ki Gusti Putu Panji, Ki Gusti Ayu Kompyang Sekar,
istri beliau Ki Gusti Made Jlantik, Ki Gusti Ayu Made Rai, istri beliau
Ki Gusti Nyoman Jlantik Jebel.
Adapun
Ki Gusti Ketut Kaler, berputra Ki Gusti Ayu Kompyang Jlantik, istri
beliau Ki Gusti Bagus Jlantik dari Bangkang, serta adiknya Ki Gusti Made
Raka. Adapun Ki Gusti Ketut Ksatra, berputra Ki Gusti Bagus Jlantik
Dawuh. Kemudian Ki Gusti Ketut Banjar, berputra Ki Gusti Ayu Dalem,
istri beliau Ki Gusti Ketut Putu di Bangkang, Ki Gusti Ayu Made Rai, Ki
Gusti Panji Cuweh, Ki Gusti Ayu Made Ayu, Ki Gusti Ketut Ayu, Ki Gusti
Ayu Selat, Ki Gusti Made Jiwa, Ki Gusti Nyoman Raka, serta Ki Gusti Ayu
Ketut Griya, beliau Semuanya ada di Bangkang, satu tempat suci untuk
pemujaan bagi beliau semua. Adapun yang ada di Tukad Mungga, yang
bernama Ki Gusti Putu Panji, berputra Ki Gusti Bagus Rai, Ki Gusti Ayu
Jlantik, istri beliau Ki Gusti Putu Intaran di Tukad Mungga, Ki Gusti
Made Oka, Ki Gusti Ayu Nyoman Rempeg, istri beliau Ki Gusti Putu Gianyar
di Bangkang, serta Ki Gusti Ketut Cede. Ki Gusti Ketut Ksatra, berputra
Ki Gusti Ayu Kompyang Sekar, istri beliau Ki Gusti Ketut Cede, di Tukad
Mungga, adiknya Ki Gusti Made Jlantik. Adapun Ki Gusti Ketut Jlantik,
berputra Ki Gusti Ayu Kompyang Rai, istri beliau Ki Gusti Ketut Cede di
Tukad Mungga.
Selanjutnya
Ki Gusti Putu Batan, berputra Ki Gusti Ayu Putu Sekar, istri beliau Ki
Gusti Ketut Ksatra di Bangkang, Ki Gusti Ayu Made Jlantik, istri beliau
Ki Gusti Made Celagi di Bangkang, Ki Gusti Ayu Kompyang Ayu, istri
beliau Ki Gusti Putu Griya di Singaraja, Ki Gusti Made Singaraja, Ki
Gusti Ayu Nyoman Ayu, istri beliau Ki Gusti Nyoman Raka, Ki Gusti Ketut
Bagus, serta yang bungsu Ki Gusti Ketut Putu.
Adapun
beliau Ki Gusti Nyoman Jlantik, berputra Ki Gusti Putu Center, Ki Gusti
Ayu Made Rai, istri beliau Ki Gusti Putu Cede di Bangkang, Ki Gusti
Putu Selat, Ki Gusti Ayu Made Sekar, Ki Gusti Nyoman Jlantik Gunung,
serta Ki Gusti Ketut Putra. Adapun Ki Gusti Ketut Kaler, berputra Ki
Gusti Ayu Kompyang Kaler, serta Ki Gusti Ayu Made Griya, sama-sama
diambil sebagai istri oleh Ki Gusti Ketut Jlantik.
Selanjutnya
Ki Gusti Bagus Jlantik Patih, berputra Ki Gusti Putu Intaran. Serta Ki
Gusti Made Karang, beliau tidak mempunyai keturunan. Selanjutnya Ki
Gusti Ketut Banjar, putra beliau tertua bernama Ki Gusti Putu Griya,
adiknya Ki Gusti Ayu Made Panji, istri beliau Ki Gusti Putu Selat di
Tukad Mungga, Ki Gusti Nyoman Raka, Ki Gusti Ketut Jlantik, serta Ki
Gusti Ayu Rai, istri beliau Ki Gusti Putu Intaran di Tukad Mungga.
Demikian keturunan beliau yang ada di Tukad Mungga, Semuanya bersatu
dalam satu tempat pemujaan masing-masing di desa Tukad Mungga.
Adapun
Ki Gusti Ngurah Ketut Jlantik, bekas raja Buleleng yang terakhir,
berasal dari keturunan di Kubutambahan, beliau mempunyai seorang putri,
bernama Ki Gusti Ayu Kompyang, istri beliau Ki Gusti Made Singaraja, di
Singaraja.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar