(KIYAI ARYA BEBED/ KIYAI ANGLURAH PEMECUTAN I/ KiYAI JAMBE PULE/ NARARYA GEDE RAKA/ COKORDA PEMECUTAN I(1660 - 1683 )
Kiyai jambe Pule adalah mendirikan Puri
Agung Pemecutan tahun 1660 M yang diperolehnya melalui tapa semadi di
Gunung Batur. Beliau mendapat anugrah dari Bhatari Danu yang memberikan
daerah Badung sebagai wilayah yang nantinya menjadi tempat untuk
mendirikan kerajaan. Beliau juga mendapat anugrah berupa senjata sakti Pecut dan Tulupan. Karena senjata sakti pecut tersebut juga maka Kerajaan yang beliau dirikan dinamakan Pemecutan.
Kiyayi Arya Bebed/ Kiyayi Jambe Pule merupakan tonggak awal berdirinya dinasti Pemecutan di Badung. Beliau membangun Puri Agung Nambangan sebelum diganti menjadi Puri Agung Pemecutan. Puri yang dulunya berlokasi disebelah barat jl. Thamrin sekarang berbatasan dengan Jl. Gunung Batur, Jalan Gunung Merapi dan Jl. Gunung Semeru sebagai pusat pemerintahan.
PERLUASAN WILAYAH KEKUASAAN
Setelah mendirikan Puri Pemecutan maka beliau mulai melmperluas wilayah kekuasaannya. Puri Sumerta adalah wilayah pertama yang berhasil dikuasai terbukti salah satu Pura Kahyangan di Sumerta setiap Purnama Kedasa selalu hadir ke Pura Tambangan Badung sebagai prasanak Pura Kerajaan Badung.Kiyayi Arya Bebed/ Kiyayi Jambe Pule sebagai Raja Badung pernah berperang melawan Kiyayi Arya Made Janggaran atau Kiyayi Agung Badeng yaitu Raja yang memerintah kerajaan Karangasem. Perang tersebut dipicu oleh pemberontakan yang dilakukan oleh Patih Agung Kerajaan Gelgel yaitu I Gusti Agung Maruti terhadap kekuasaan Raja Bali yaitu Dalem Dimade yang memerintah Kerajaan Gelgel tahun 1621 - 1651. Dalem Di Made adalah merupakan menantu dari Kiyai Jambe Pule.
Perang yang berlangsung sangat hebat dan berlangsung lama merupakan pemberontakan yang pertama kali dilakukan oleh I Gusti Agung Maruti tanpa ada pihak yang kalah maupun menang sehingga akhirnya masing masing pihak kembali Purinya masing masing. Kiyai Bebed karena menderita luka yang sangat banyak disekujur tubuhnya sehingga tubuhnya menjadi berwarna merah menyala, karena itu beliau mendapat julukan Kiyayi Jambe Pule.
Kiyai Jambe Pule mengambil istri 3 orang
Kiyayi Arya Bebed/ Kiyayi Jambe Pule merupakan tonggak awal berdirinya dinasti Pemecutan di Badung. Beliau membangun Puri Agung Nambangan sebelum diganti menjadi Puri Agung Pemecutan. Puri yang dulunya berlokasi disebelah barat jl. Thamrin sekarang berbatasan dengan Jl. Gunung Batur, Jalan Gunung Merapi dan Jl. Gunung Semeru sebagai pusat pemerintahan.
PERLUASAN WILAYAH KEKUASAAN
Setelah mendirikan Puri Pemecutan maka beliau mulai melmperluas wilayah kekuasaannya. Puri Sumerta adalah wilayah pertama yang berhasil dikuasai terbukti salah satu Pura Kahyangan di Sumerta setiap Purnama Kedasa selalu hadir ke Pura Tambangan Badung sebagai prasanak Pura Kerajaan Badung.Kiyayi Arya Bebed/ Kiyayi Jambe Pule sebagai Raja Badung pernah berperang melawan Kiyayi Arya Made Janggaran atau Kiyayi Agung Badeng yaitu Raja yang memerintah kerajaan Karangasem. Perang tersebut dipicu oleh pemberontakan yang dilakukan oleh Patih Agung Kerajaan Gelgel yaitu I Gusti Agung Maruti terhadap kekuasaan Raja Bali yaitu Dalem Dimade yang memerintah Kerajaan Gelgel tahun 1621 - 1651. Dalem Di Made adalah merupakan menantu dari Kiyai Jambe Pule.
Perang yang berlangsung sangat hebat dan berlangsung lama merupakan pemberontakan yang pertama kali dilakukan oleh I Gusti Agung Maruti tanpa ada pihak yang kalah maupun menang sehingga akhirnya masing masing pihak kembali Purinya masing masing. Kiyai Bebed karena menderita luka yang sangat banyak disekujur tubuhnya sehingga tubuhnya menjadi berwarna merah menyala, karena itu beliau mendapat julukan Kiyayi Jambe Pule.
Kiyai Jambe Pule mengambil istri 3 orang
- Jero Kame / Jero Tameng dari Tumbakbayuh mempunyai putra Kiyai Anglurah Gelogor - beristana di Gelogor merupakan cikal bakal Arya Gelogor.
- Kiyayi Rara Pucangan ( anak dari Kiyai Arya Pucangan Tabanan) mempunyai putra Kiyai Anglurah Jambe Merik - beristana di Puri Alang Badung Suci merupakan cikal bakal Puri Satriya
- Putri Kiyai Penataran dari Bebandem Karangasem mempunyai putra Kiyai macan Gading/ Kiyai Anglurah Ketut Pemedilan / Kiyai Anglurah Nambangan – Cokorde Pemecutan II yang mewarisi Puri Pemecutan.
Selain mempunyai 3 orang putra, Kiyai Jambe Pule juga mempunyai 3 orang putri
Setelah jatuhnya kekuasaan Arya Tegeh Kori di Tegal maka Kyai Anglurah Jambe Merik menjadi raja di Badung beristana di Alang Badung dengan Pemerajannya bernama Pura Suci, istananya bernama Puri Peken Badung.
Setelah Kyai Jambe Merik meninggal, digantikan oleh puteranya Kyai Anglurah Jambe Ketewel. Beliau masih menempati kediaman ayahnya di Puri Peken Badung. Pada jamannya dibangun bendungan (DAM) raksasa di tukad Sagsag, di mana sepasang suami-istri dari abdi menyerahkan nyawanya (jadi caru) menjadi dasar bendungan tersebut.
PURI AGUNG GELOGOR
Putra tertua dari Kiyayi Jambe Pule yaitu Kiyayi Anglurah Gelogor membuat puri di Gelogor. Beliau merupakan cikal bakal Arya Gelogor. Jero Gelogor berlokasi di Banjar Gelogor disebelah timur Kuburan Badung.
Beliau mempunyai seorang putra yang bernama Kiyai Gde Mangku yang setelah dewasa menggantikan kedudukukan ayahnya sebagai Moncol di Jero Gelogor dan beliau juga diangkat sebagai Manca Agung di Puri Agung Satria dibawah kepemimpinan Kiyai Jambe Haeng.
Pada suatu hari datang ke Jero Glogor Cokorda Gde Rai dengan putrinya Anak Agung Istri Mas dari Puri Mas Peliatan karena adanya perselisihan dengan saudaranya perihal warisan dari orang tuanya yang sudah meninggal. Adapun kedatangannya untuk mengabdi ke Jero Glogor karena sama sekali belum mempunyai tempat tinggal di wilayah Badung. Keinginan Cokorda Gde Rai untuk mengabdi di Jero Glogor diterima dengan baik sehingga mulai saat itu beliau menetap disana.
Kiyai Gde Mangku setelah dewasa mengambil istri dan mempunyai seorang putra yang bernama Kiyai Anglurah Gelogor yang setelah meningkat dewasa menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Moncol Jero Gelogor dan menurunkan putra putra sebagai berikut :
- Putri pertama diambil oleh Kiyai Badeng dari keturunan Kiyai Agung yang menguasai daerah Kapal (keturunan Arya Dhalancang)
- Putri Kedua diambil oleh kesatria Kesiman
- Putri ketiga diambil oleh Dalem Di Made / Sri Maharaja Bali dari Puri Gelgel yang merupakan cikal bakal keturunan kesatria Klungkung.
Setelah jatuhnya kekuasaan Arya Tegeh Kori di Tegal maka Kyai Anglurah Jambe Merik menjadi raja di Badung beristana di Alang Badung dengan Pemerajannya bernama Pura Suci, istananya bernama Puri Peken Badung.
Puri Alang Badung berolokasi di di
sebelah timur sungai Badung tepatnya dari barat mulai Masjid besar
kampung Arab terus melajur ke timur sampai di Batan Sabo sedangkan
batas paling selatan sepanjang Jl. Hasanudin sedangkan batas paling
utara sepanjang jalan Masjid kampung Arab.
Kyai Jambe Merik dapat dikatakan sebagai
pendiri kerajaan Badung. Pada jamannya beliau mengirim adiknya Kyai
Anglurah Pemecutan II ( Kiyayi Macan Gading ) untuk membebaskan Kerajaan
Gelgel dari pendudukan I Gusti Agung Maruti sejak tahun 1686.
Kyai Anglurah Pemecutan II gugur dalam
pertempuran di desa Batu Klotok. Sebagaimana diketahui salah seorang
isteri Dhalem Di Made adalah saudara dari Kyai Jambe Merik, yang
menurunkan Dewa Agung Jambe Raja Klungkung I.
Setelah Kyai Jambe Merik meninggal, digantikan oleh puteranya Kyai Anglurah Jambe Ketewel. Beliau masih menempati kediaman ayahnya di Puri Peken Badung. Pada jamannya dibangun bendungan (DAM) raksasa di tukad Sagsag, di mana sepasang suami-istri dari abdi menyerahkan nyawanya (jadi caru) menjadi dasar bendungan tersebut.
Suami-istri tersebut menceburkan diri di
tempat sekitar 75 meter ke Utara dari lokasi bendungan sekarang,
disaksikan oleh raja Badung, pejabat-pejabat kerajaan, dan rakyat. Oleh
karena itu bendungan tersebut diberi nama Oongan.
PURI AGUNG GELOGOR
Putra tertua dari Kiyayi Jambe Pule yaitu Kiyayi Anglurah Gelogor membuat puri di Gelogor. Beliau merupakan cikal bakal Arya Gelogor. Jero Gelogor berlokasi di Banjar Gelogor disebelah timur Kuburan Badung.
Beliau mempunyai seorang putra yang bernama Kiyai Gde Mangku yang setelah dewasa menggantikan kedudukukan ayahnya sebagai Moncol di Jero Gelogor dan beliau juga diangkat sebagai Manca Agung di Puri Agung Satria dibawah kepemimpinan Kiyai Jambe Haeng.
Pada suatu hari datang ke Jero Glogor Cokorda Gde Rai dengan putrinya Anak Agung Istri Mas dari Puri Mas Peliatan karena adanya perselisihan dengan saudaranya perihal warisan dari orang tuanya yang sudah meninggal. Adapun kedatangannya untuk mengabdi ke Jero Glogor karena sama sekali belum mempunyai tempat tinggal di wilayah Badung. Keinginan Cokorda Gde Rai untuk mengabdi di Jero Glogor diterima dengan baik sehingga mulai saat itu beliau menetap disana.
Kiyai Gde Mangku setelah dewasa mengambil istri dan mempunyai seorang putra yang bernama Kiyai Anglurah Gelogor yang setelah meningkat dewasa menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Moncol Jero Gelogor dan menurunkan putra putra sebagai berikut :
- Sirakian Made Agung diterima di Puri Agung Denpasar kemudian membangun Jero Oka.
- Sirakian Made Raka
- Sirakian Anom
- Sirakian Panji
- Sirakian Patilik
- Sirakian Sakah
- Sirakian Gaduh
- Sirakian Batuwan
- Sirakian Wayahan Kepisah
- Anak Agung Ayu Rai
- Anak Agung Ayu Cepaka
- Anak Agung Ayu Raka
Dalam menjalankan pemerintahannya Kiyai jambe Pule pernah berperang melawan Kiyai Arya Made Janggaran yang juga disebut Kiyai Agung Badeng yaitu Raja Karangasem yang memberontak kepada Dalem Di Made dari Puri Gelgel.
BERAKHIRNYA KEKUASAAN PURI TEGEH KORI TEGAL
Pada tahun 1750 ada sebuah konflik internal di dalam kerajaan Arya Tegeh Kori yang berujung dengan berakhirnya kekuasaan beliau. Masalahnya adalah perebutan seorang gadis putri dari Arya Tegeh Kori XI yang bernama I Gusti Ayu Mimba Sundari (Ratu Istri Tegeh). Persiapan upacara pernikahan antara putri raja dengan Kyai Jambe Merik putera dari Kyai Jambe Pule sudah dilakukan oleh keluarga raja dan rakyat.
Pada tahun 1750 ada sebuah konflik internal di dalam kerajaan Arya Tegeh Kori yang berujung dengan berakhirnya kekuasaan beliau. Masalahnya adalah perebutan seorang gadis putri dari Arya Tegeh Kori XI yang bernama I Gusti Ayu Mimba Sundari (Ratu Istri Tegeh). Persiapan upacara pernikahan antara putri raja dengan Kyai Jambe Merik putera dari Kyai Jambe Pule sudah dilakukan oleh keluarga raja dan rakyat.
Tiba-tiba ada permintaan dari raja Mengwi
I Gusti Agung Made Agung Alang Kajeng, agar sang putri diserahkan ke
Mengwi. Oleh karena kerajaan Mengwi pada waktu itu sedang mengalami masa
kejayaan dengan reputasi laskarnya yang hebat. Arya Tegeh Kori tidak
berani menolak permintaan tersebut, sang putripun diserahkan ke kerajaan
Mengwi.
Penyerahan gadis ini menimbulkan amarah
yang besar dari pihak keluarga Kyai Jambe Pule karena dinilai sebagai
penghinaan. Dengan mendapat dukungan dari rakyat pihak keluarga Jambe
Pule memberontak terhadap kekuasaan Arya Tegeh Kori XI. Terjadilah
perang di intern kerajaan Arya Tegeh Kori. Laskar yang masih setia
dengan raja terdesak sampai ke desa Kaliungu, kemudian terdesak lagi
sampai di sebelah Barat Banjar Taensiat, yang disebut dusun Tegal Tebuk.
Sementara raja Arya Tegeh Kori XI
bertahan di desa Tanguntiti sambil menunggu datangnya bala bantuan dari
menantunya I Gusti Agung Made Agung Alang Kajeng. Setelah lama menunggu,
datang bala bantuan dari Mengwi. Raja Arya Tegeh Kori sangat kecewa,
karena jumlah anggota laskar yang didatangkan amat sedikit, dan itupun
dimasudkan hanya untuk mengawal sang menantu.
Raja Arya Tegeh Kori XI akhirnya menyerah
dan meminta peperangan di hentikan agar tidak menimbulkan korban lebih
banyak. Demikianlah perang dihentikan dengan kekalahan pada keluarga
raja.
Atas usulan dari raja Mengwi,
permasalahan diselesaikan dengan pertemuan keluarga yang dilaksanakan di
desa Kapal wilayah kerajaan Mengwi. Pertemuan
keluarga ini melahirkan beberapa kesepakatan, diantaranya Arya Tegeh
Kori XI menyerahkan kekuasaan. Laskar dan pengikut Arya Tegeh Kori
diampuni dan dibebaskan memilih tempat tinggal. Sedangkan Kyai Tegeh
Kori XI beserta keluarga menuju suatu desa yang kemudian disebut desa
Tegaltamu (wilayah Gianyar), karena ada tamu dari Tegal .Jero Tegeh Kuri kemudian dibangun disebelah barat jalan tikungan menuju Desa Celuk .
Akhirnya para pimpinan laskar dan putra-putranya memilih jalan sesuai dengan keinginan masing-masing, seperti:
- Ki Gusti Tegeh Gara, Ki Gusti Tegeh Kebek, Ki Gusti Tegeh Tegal dan keluarga menuju ke Jimbaran, Klungkung dan Jembrana.
- Ki Gusti Tegeh Dawuh, Ki Gusti Tegeh Tengah, Ki Gusti Tegeh Tambun beserta keluarga menuju Penarungan, Carangsari, Petang, Pelaga, Tinggan, dam Penulisan.
- Ki Gusti Tegeh Kandil, Ki Gusti Tengah Dogol, Ki Gusti Tegeh Jero, Ki Gusti Tegeh Degeng beserta keluarga menuju desa Beratan, Candikuning dan seterusnya.
- Rombongan ke empat mengambil jalan yang paling singkat menuju kota Tabanan, dipimpin oleh Kyai Gusti Tegeh Wayahan, Kyai Gusti Tegeh Made Segara beserta keluarganya. Dua orang saudaranya Ki Gusti Tegal Agung dan Ki Gusti Tegal Dawuh gugur dalam menghadapi laskar Ki Pucangan. Sebagian rombongan ini menuju dan menetap di desa Bongan sekarang, sambil mundut pasasti dengan busana keraton yang lengkap.
Dengan demikian usai sudah kekuasaan
Ksatrya Dhalem dinasti Kyai Arya Tegeh Kori di Badung yang berlangsung
selama 350 tahun. Kemudian Badung memasuki jaman Kejambean.
SUSUNAN PEMERINTAHAN DI KERAJAAN BADUNG
Setelah jatuhnya pemerintahan Puri Tegeh
Kori di Kerajaan Badung maka kekuasaan untuk wilayah Badung diambil alih
oleh putra putra dari Kyayi Jambe Pole dengan susunan pemerintahan
sebagai berikut :
- Kyayi Jambe Merik menjadi Raja di Kerajaan Badung dengan pusat pemerintahan di Puri Alang Badung
- Kyayi Anglurah Pemedilan/ Kiyayi Macan Gading sebagai Wakil Raja Badung beristana di Puri Agung Pemecutan
- Kiyayi Anglurah Gelogor sebagai Adipati Agung beristana di Puri Agung Gelogor
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar