Lantas I Gusti Ngurah
Jelantik berkata kepada utusan, agar menyampaikan kepada Dalem, bahwa
perintah akan dilaksanakan oleh I Gusti Ngurah Jelantik, katanya:.
- ,,Eh, kita potusan, pamatur po kita, aturakĕne manirânuhun wacana Dalĕm".(E, engkau utusan, sampaikanlah olehmu, katakan bahwa aku menuruti perintah Dalem).
I Gusti Ngurah Jelantik segera berkemas-kemas. Tidak
diceritakan berapa lama kemudian I Gusti Ngurah Jelantik sudah berada
kembali di kediaman dahulu yaitu di puri Jelantik di Gelgel. Beliau
lantas menghadap Dewa Agug Jambe di puri Gelgel yang sedang penuh sesak
oleh tamu, pada pemuka, para Arya saha wadwa. Tidak lain acara yang
dibahas adalah usaha untuk mengembalikan kerajaan Gelgel seperti dahulu,
sebelum dinodai oleh I Gusti Agung Maruti.
Masalah ini perlu dibahas untuk mendapat dukungan semua pihak.I Gusti Ngurah Jelantik mendapatkan posisi dirinya dalam keadaan yang dirasakan sangat sulit. Apalagi kalau diingat pengalaman kakeknya di puri Gelgel yang penuh dengan pengorbanan dan penderitaan pada waktu I Gusti Agung Maruti sebagai Perdana Menteri. Yang menjadi pikirannya sekarang hanyalah minta bantuan kepada I Gusti Ngurah Panji di Buleleng (Den Bukit) untuk melepaskan diri dari tekanan perasaan seperti sekarang ini.
Kekacauan di Blambangan.Kerajaan Blambangan masih dalam kekuasaan Mataram dan keadaan ini menjadi perhatian yang serius I Gusti Anglurah Panji. Setelah Sultan Agung wafat (tahun 1645) di ujung Jawa Timur muncul Pangeran Tawangalun dengan membangun kekuatan di desa Bayu yang kemudian menjadi ibu kota Blambangan. Adiknya bernama Mas Wila menyerangnya tetapi dapat ditundukkan dan membuat Pangeran Tawangalun menjadi penguasa seluruh wilayah Blambangan menjadi Adipati dari Macan Putih. Istana Macan Putih menjadi pusat atau Ibu kota Blambangan. Dibawah Pangeran Tawangalun Blambangan ingin lepas dari Mataram. Namun Panji Sakti merasa kawatir karena Tawangalun minta bantuan VOC (Belanda) untuk melawan Untung Surapati yang telah melebar kekuasaannya di Jawa Timur.
I Gusti Ngurah Panji menjadi risau karena pihak Belanda sudah bersedia membantu Blambangan untuk menggempur Surapati. Surapati yang bergelar Raden Tumenggung Wironegoro telah menguasai Pasuruan, Probolinggo, Panarukan, Malang, Lumajang, wilayah Puger / Kedawung, Jember.
Masalah ini perlu dibahas untuk mendapat dukungan semua pihak.I Gusti Ngurah Jelantik mendapatkan posisi dirinya dalam keadaan yang dirasakan sangat sulit. Apalagi kalau diingat pengalaman kakeknya di puri Gelgel yang penuh dengan pengorbanan dan penderitaan pada waktu I Gusti Agung Maruti sebagai Perdana Menteri. Yang menjadi pikirannya sekarang hanyalah minta bantuan kepada I Gusti Ngurah Panji di Buleleng (Den Bukit) untuk melepaskan diri dari tekanan perasaan seperti sekarang ini.
Kekacauan di Blambangan.Kerajaan Blambangan masih dalam kekuasaan Mataram dan keadaan ini menjadi perhatian yang serius I Gusti Anglurah Panji. Setelah Sultan Agung wafat (tahun 1645) di ujung Jawa Timur muncul Pangeran Tawangalun dengan membangun kekuatan di desa Bayu yang kemudian menjadi ibu kota Blambangan. Adiknya bernama Mas Wila menyerangnya tetapi dapat ditundukkan dan membuat Pangeran Tawangalun menjadi penguasa seluruh wilayah Blambangan menjadi Adipati dari Macan Putih. Istana Macan Putih menjadi pusat atau Ibu kota Blambangan. Dibawah Pangeran Tawangalun Blambangan ingin lepas dari Mataram. Namun Panji Sakti merasa kawatir karena Tawangalun minta bantuan VOC (Belanda) untuk melawan Untung Surapati yang telah melebar kekuasaannya di Jawa Timur.
I Gusti Ngurah Panji menjadi risau karena pihak Belanda sudah bersedia membantu Blambangan untuk menggempur Surapati. Surapati yang bergelar Raden Tumenggung Wironegoro telah menguasai Pasuruan, Probolinggo, Panarukan, Malang, Lumajang, wilayah Puger / Kedawung, Jember.
Namun
belakangan ini komunikasi sulit untuk bisa bergabung dengan laskar
Surapati yang selalu berpindah.Permainan "Gowak-gowakan".Ki Tamblang
Sampun mendapat perintah dari I Gusti Anglura Panji untuk memanggil
seluruh anggota laskar Teruna Gowak untuk berkumpul dihalaman Puri
Panji. Dalam waktu yang ditentukan semua hadir tanpa kecuali. Acara
dimulai dengan upacara ritual dan disusul pementasan tarian "Baris
Gowak" yang ditarikan oleh 20 orang anggota pasukan. Setelah itu
dimulailah permainan "Magowak-gowakan", yaitu permainan
"Medangdang-dangdangan", yaitu permainan saling isi mengisi keinginan
sadrasa antara anggota dalam permainan.
Masing-masing orang bergiliran menjadi "Gowak" yang boleh meminta apa saja yang diinginkan. Seluruh pemain telah mendapatkan apa yang mereka inginkan, makanan-minuman (boga), pakaian, perabot (upaboga) termasuk perempuan untuk isteri (pariboga). Semua itu diberikan oleh I Gusti Ngurah Panji kepada anggota "Teruna Gowak".
Masing-masing orang bergiliran menjadi "Gowak" yang boleh meminta apa saja yang diinginkan. Seluruh pemain telah mendapatkan apa yang mereka inginkan, makanan-minuman (boga), pakaian, perabot (upaboga) termasuk perempuan untuk isteri (pariboga). Semua itu diberikan oleh I Gusti Ngurah Panji kepada anggota "Teruna Gowak".
Pada
giliran akhir, I Gusti Anglurah Panji menjadi "Gowak". Seluruh pasukan
Teruna Gowak serempak bertanya: "Hai Gowak, apa keinginanmu?" Sang Gowak
menjawab:
- "Guaak, gwaak, gaak, aku ingin menggempur Blambangan.....!!"(... ri uwusiŋ samaŋkana / gumanti sri bupati dadi gowak / tinaňan deniŋ papatih kabeh / gowak apa karĕpmu / sumawur tikaŋ gowak / gowak guwak / wak / arĕp anjayêŋ Braŋbaŋan / asurak tikaŋ wwaŋ kabeh / apan sĕsĕk syuh pĕnuh punaŋ bala ananonton /..)
Seketika
riuh bersorak gemuruh dengan penuh semangat untuk memenuhi keinginan
Sang Gowak, tidak lain I Gusti Anglurah Panji sebagai gowak. Para
hadirin dan penonton semuanya bersorak riuh memberi dukungan semangat
untuk mengempur Blambangan.Penyerangan "Teruna Gowak" ke Blambangan (ke
1).Laskar Den Bukit "Teruna Gowak" harus telah dipersiapkan dengan
segala kemampuan karena I Gusti Anglurah Panji menyadari bahwa prajurit
Blambangan dengan pasukan berpengalaman yang terkenal kebal senjata
dengan ilmu tenung. Oleh karena itu persiapan matang harus dilakukan.
Selain keris, tombak dan panah juga dikembangkan senjata sumpit dengan
panah beracun. Lagi pula letak ibu kota Blambangan berpindah beberapa
kali membuat strategi penyerangan sulit.
Laskar
dibagi empat bagian, termasuk armada kapal laut, pasukan panah, sumpit,
tombak termasuk pasukan senjata api (bedil) dan logistik. Setelah
ditentukan hari yang baik oleh Sang Bagawanta mulailah pasukan bertolak
ke Blambangan dipimpin oleh I Gusti Ngurah Panji berbekal senjata keris
pusaka Ki Semang dengan tulup Ki Pangkajatattwa. Selain itu ada dua
senjata bertuah asli buatan Banjar, Ki Baru Ketug dibawa oleh I Gusti
Tamlang dan Ki Baru Sakoti dibawa oleh I Gusti Batan. Armada kapal
berlayar melalui Segara Rupek menuju pantai Tirta Arum. Sampai di Candi
Gading bergabung dengan pasukan Macan Gading untuk mengempur Adipati
Blambangan.
Penduduk sangat terkejut munculnya pasukan Teruna Gowak yang menyerang tiba-tiba. Banyak penduduk yang lari tanpa arah, ada yang ke utara dan ke selatan. Ada yang lari menuju kota. Sampai di Banger mendapat perlawanan sengit dari pasukan Macan Putih Blambangan. Pertempuran berkecamuk secara membabi buta. Mayat bergelimpangan dan darah membasahi medan pertempuran.
Penduduk sangat terkejut munculnya pasukan Teruna Gowak yang menyerang tiba-tiba. Banyak penduduk yang lari tanpa arah, ada yang ke utara dan ke selatan. Ada yang lari menuju kota. Sampai di Banger mendapat perlawanan sengit dari pasukan Macan Putih Blambangan. Pertempuran berkecamuk secara membabi buta. Mayat bergelimpangan dan darah membasahi medan pertempuran.
Pasukan
Bali sangat ahli mempergunakan senjata sumpit sehingga banyak jatuh
korban dari pihak laskar Macan Putihakan mampu menandingi pasukan Bali
dan memerintahkan agar prajurit akan mampu menandingi pasukan Bali dan
memerintahkan agar prajurit Blambangan mengamankan Istana Blambangan dan
melindungi keluarga raja. Kenyataannya Adipati Blambangan, Pangeran Mas
Sedah dan Pangeran Mas Pahit sudah meninggalkan istana melarikan diri
ke Mataram.sudah meninggalkan istana melarikan diri ke
Mataram.Sesampainya laskar Teruna Gowak di depan Istana Blambangan tanpa
perlawanan yang berarti, I Gusti Ngurah Panji masuk dan memeriksa
istana mendapatkan keadaan istana telah kosong. Beliau duduk dalam
balairung yang disebut Kertagosha.
Dengan
demikian Kerajaan Blambangan dapat dikuasai oleh I Gusti Ngurah Panji.
Ribuan prajurit Blambangan menyerahkan diri kepada Patih I Gusti
Tamblang dan bersumpah setia kepada I Gusti Anglurah Panji Raja Den
Bukit.Setelah beberapa lama berada di Blambangan, beliau mengangkat
putranya tertua I Gusti Ngurah Wayan sebagai Raja Blambangan dengan
pasukan prajurit 600 orang. Dalam perjalanan kembali ke Den Bukit, I
Gusti Ngurah Panji dengan laskar Teruna Gowak menyerang wilayah Jembrana
yang setelah ditaklukkannya menjadi daerah kekuasaannya. Demikianlah
wilayah Jembrana menjadi wilayah kerajaan Den Bukit. Sekarang wilayah
Ben Bukit yang dikenal dengan Buleleng dan wilayah Jembrana disebut Bali
Utara.
Menantu dari Mengwi.I Gusti Ngurah Panji Sakti mempunyai beberapa isteri. Dari para isteri memberikan beliau keturunan beberapa orang putra dan beberapa orang putri.Setelah keinginannya menguasai wilayah Blambangan tercapa I Gusti Ngurah Panji Sakti merasa lega. Beliau telah mempercayakan kepada putranya berkuasa di Blambangan dan telah bisa menjalankan roda pemerintahannya di ujung Jawa Timur. Harapannya adalah agar bisa menyatukan kekuasaannya dengan Untung Surapati yang sudah mengusai wilayah Pasuruhan dan sekitarnya.Sedang dalam menata rencana, tiba-tiba datang seorang utusan menghadap I Gusti Panji. Utusan itu menyampaikan bahwa seseorang dari wilayah Mengwi ingin bertemu. Setelah I Gusti Panji tahu maksud kedatangan tamu tersebut lalu dengan senang akan menerima kedatangannya.
Tidak
berselang waktu lama, datanglah seeorang memperkenalkan diri, bernama I
Gusti Agung Anom dari Puri Kapal dengan iringan beberapa orang. Setelah
memperkenalkan diri, I Gusti Agung Anom mengutarakan maksudnya yang
tidak lain adalah ingin meminang putri I Gusti Ngurah Panji yang bernama
I Gusti Ayu Panji.Setelah perpikir sejenak, I Gusti Ngurah Panji
bertanya kepada I Gusti Agung Anom, apakah sudah mengenal I Gusti Ayu
Panji, siapa dia sebenarnya. Setelah beberapa perbincangan dijelaskan,
bahwa I Gusti Ayu Panji adalah putrinya yang berasal dari keturunan
wangsa kebanyakan, bukan keturunan wangsa tinggi. Demikianlah
penjelelasan I Gusti Ngurah Panji dengan jelas dan jujur tanpa
menyembunyikan dari mana asal beliau sebenarnya.
I
Gusti Agung Anom menjawab dengan tegas bahwa sudah tahu dengan jelas
dan tidak ragu-ragu mencintai dan memperisteri I Gusti Ayu Panji.
Mendapat penjelasan demikian, I Gusti Ngurah Panji bertanya sekali lagi
kepada I Gusti Agung Anom sebelum menyampaikan putusan akhir :
- "Apakah anakku I Gusti Ayu Panji, nantinya dianggap sebagai isteri panawing ataukah selir?"
Pertanyaan
tegas calon metuanya itu membuat I Gusti Agung Anom terpaku sejenak
namun segera menjawab dengan kata maaf bilamana kedatangannya membuat
kesan ragu ketulusan hatinya, bahwa tidak ada maksud lain, hanyalah
bermaksud mohon agar I Gusti Ayu Panji bersedia mendampinginya sebagai
isteri perami atau permaisuri, tidak ada maksud dan arti lain, demikian
kata I Gusti Agung Anom.Suasana hening, hanya terdenganr napas napas
panjang. Kemudian wajah-wajah tegang berangsur lembut menjadi cerah.
I
Gusti Ngurah Panji berkata, bahwa bukan bermaksud mengusut atau curiga
akan tetapi ketegasan perlu agar tidak terjadi kesalah-fahaman
dikemudian hari. Akhirnya, setelah menemui saling pengertian, I Gusti
Ngurah Panji dengan senang hati merelakan puterinya, I Gusti Ayu Panji
dipinang oleh I Gusti Agung Anom dari Puri Kapal, Mengwi. Tidak lama
kemudian, setelah dilangsungkah widiwidana di desa Kapal, terjalinlah
ikatan keluarga antara mereka yang tambah lama makin erat.
Selanjutnya,
para putra I Gusti Ngurah Panji di Den Bukit sudah berkembang sampai
cucu. Semuanya saling mencintai dan rukun. Demikian pula I Gusti Ayu
Panji yang kawin ke desa Kapal juga suda menurunkan beberapa orang putra
dan putri. Pergaulan antara para putra dan para cucu I Gusti Ngurah
Panji di Den Bukit sangat akrab. Berselang beberapa lama setelah mereka
dewasa, di antara apar cucunya diberikan kekuasaan di bagian Barat yaitu
wilayah desa Petemon, wilayah Timur di desa Jagaraga dan dibagian
tengah di desa Buleleng.
Entah berselang berapa lama, ada terdengar berita, oleh I Gusti Anglurah Panji,bahwa cucunya I Gusti Ngurah Jelantik, sudah lama berada kembali ke Gelgel karena diperlukan Dalem di Gelgel. Namun I Gusti Ngurah Jelantik mendapatkan posisi dirinya dalam keadaan yang dirasakan sangat sulit, karena mengingat keadaan sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Kalau saja tidak karena dipanggil oleh Dewa Agung Jambe, mungkin beliau masih berada di Selantik, wilayah Mengwi.Untuk mengembalikan wibawa kerajaan Gelgel kembali seperti dulu sangat sulit. Tugas yang diembannya dirasakan sungguh berat terutama beban pikiran.
Apalagi kalau diingat pengalaman kakeknya di Gelgel dahulu, yang penuh pengorbanan dan penderitaan oleh kedengkian I Gusti Agung Maruti masih terngiang. Yang menjadi pikirannya sekarang hanyalah untuk minta bantuan kepada I Gusti Ngurah Panji, kakeknya, di Buleleng (Den Bukit) untuk melepaskan diri dari tekanan perasaan seperti sekarang ini. Oleh karena demikian keadaannya, I Gusti Ngurah Jelantik melayangkan selembar surat ke Den Bukit minta bantuan kakek beliau, tak lain adalah I Gusti Ngurah Panji. I Gusti Ngurah Panji segera pergi ke puri Jelantik diwilayah Gelgel lengkap dengan pasukan inti Teruna Gowak untuk berjaga-jaga.
Entah berselang berapa lama, ada terdengar berita, oleh I Gusti Anglurah Panji,bahwa cucunya I Gusti Ngurah Jelantik, sudah lama berada kembali ke Gelgel karena diperlukan Dalem di Gelgel. Namun I Gusti Ngurah Jelantik mendapatkan posisi dirinya dalam keadaan yang dirasakan sangat sulit, karena mengingat keadaan sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Kalau saja tidak karena dipanggil oleh Dewa Agung Jambe, mungkin beliau masih berada di Selantik, wilayah Mengwi.Untuk mengembalikan wibawa kerajaan Gelgel kembali seperti dulu sangat sulit. Tugas yang diembannya dirasakan sungguh berat terutama beban pikiran.
Apalagi kalau diingat pengalaman kakeknya di Gelgel dahulu, yang penuh pengorbanan dan penderitaan oleh kedengkian I Gusti Agung Maruti masih terngiang. Yang menjadi pikirannya sekarang hanyalah untuk minta bantuan kepada I Gusti Ngurah Panji, kakeknya, di Buleleng (Den Bukit) untuk melepaskan diri dari tekanan perasaan seperti sekarang ini. Oleh karena demikian keadaannya, I Gusti Ngurah Jelantik melayangkan selembar surat ke Den Bukit minta bantuan kakek beliau, tak lain adalah I Gusti Ngurah Panji. I Gusti Ngurah Panji segera pergi ke puri Jelantik diwilayah Gelgel lengkap dengan pasukan inti Teruna Gowak untuk berjaga-jaga.
Didapatkan
orang-orang yang berada dalam istana sangat sedih dalam hati, terutama
Ki Gusti Ngurah Jelantik, menceriterakan kesusahannya, Setelah selesai
daya upayanya, akhirnya atas perintah I Gusti Anglurah Panji, mereka
serempak pergi dari daerah Gelgel, mencari tempat menuju ke desa Tojan
daerah Blahbatuh.I Gusti Ngurah Panji selanjutnya memandu di perjalanan,
lalu beristirahat di daerah utara desa Beng Gianyar, ada
tanaman-tanaman penduduk di sana berupa kacang tanah, dimakan oleh gajah
tunggangan beliau I Gusti Ngurah Panji, karenanya ada wilayah yang
bernama Kacang Bedol, sampai sekarang, oleh karena gajah tunggangan
beliau memakan kacang yang ada di sana, tidak diceritakan perjalanan
beliau yang mengungsi, lalu tiba di daerah Tojan, dijemput oleh Ki
Bendesa Wayan Karang. Sesampai di Tojan, I Gusti Ngurah Panji berkata
kepada cucunya, I Gusti Ngurah Jelantik:,
- ,Singgih, gusti ngurah, ki bendeça puniki prēsiddha mūla pra menak ing Bali: ipun siddha pagamĕlin manira angibukin gūmi n i gusti iriki. Munggw ing mangkin i gusti jumĕnĕng iriki, i gusti andrĕweni sadagingipun ....''
(Artinya:
Demikian gusti ngurah, ki bendesa Wayan Karang adalah berasal dari pra
menak di Bali yang aku beri memegang wilayah untuk i gusti di sini.
Sekarang, i gusti tinggal menetap di sini dan memiliki segala
isinya...")I Gusti Ngurah Panji memberikan kekuasaan berpenduduk 14000
orang, meliputi daerah Batur, Tihing Ambwa, Sekar-Mukti, Bon Manuk,
Trunyan, Songan, Bayung, Sekar Dadi, Catur dan Batur
seisinya.Selanjutnya I Gusti Ngurah Panji membangun puri lengkap dengan
pura.Gajah tunggangan beliau, digembalakan di daerah bagian barat laut
daerah Tojan, itulah sebabnya bernama daerah Angon Liman, Bangun Liman
nama lainnya sampai sekarang, dan di bagian timurnya ada semak belukar,
tempat beliau I Gusti Anglurah Panji berburu, dinamakan desa Buruwan
sampai sekarang.
I Gusti Ngurah Jelantik membentuk laskar Truna Tojan dengan 200 orang yang berada di Blahbatuh. Kedudukan I Gusti Ngurah Jelantik sudah menetap di Blahbatuh didampingin oleh I Gusti Nyoman Tusan yang membangun puri di Bona, sedangkan I Gusti Pring di wilayah Blahbatuh.
Seorang putranya gugur di BalmbanganPada suatu waktu di ruang balairung puri di desa Panji, I Gusti Ngurah Panji sedang menerima punggawa para bendesa lengkap dengan pasukan Teruna Goak. Tidak terkecuali hadir I Gusti Tamlang Sampun dan I Gusti Made Batan. I Gusti Ngurah Panji mempertanyakan perihal putra beliau yang ada di Blambangan, antara lain beliau berkata:
I Gusti Ngurah Jelantik membentuk laskar Truna Tojan dengan 200 orang yang berada di Blahbatuh. Kedudukan I Gusti Ngurah Jelantik sudah menetap di Blahbatuh didampingin oleh I Gusti Nyoman Tusan yang membangun puri di Bona, sedangkan I Gusti Pring di wilayah Blahbatuh.
Seorang putranya gugur di BalmbanganPada suatu waktu di ruang balairung puri di desa Panji, I Gusti Ngurah Panji sedang menerima punggawa para bendesa lengkap dengan pasukan Teruna Goak. Tidak terkecuali hadir I Gusti Tamlang Sampun dan I Gusti Made Batan. I Gusti Ngurah Panji mempertanyakan perihal putra beliau yang ada di Blambangan, antara lain beliau berkata:
,,E, kita Tamlang, angapa
dadi tan prāpta anak manira, sang adiry eng Barangbangan, an wuwus
ingundang nguni. Pasobyahannya datĕng rakwânglawad manira ring
Weçakhamāsa. Bĕcik lalayar ing palwa. Wus pantaran ing Jyeşthakamāsa,
dadi durung prāpta anak manira. Lah, cĕttanĕn ri idĕpta!’’ (Wahai engkau
Tamlang, mengapa anakku tidak hadir padahal sudah aku undang dulu.
Janjinya menghadap aku pada bulan ke 10.
Baiknya, sekarang sudah masuk bulan ke 11 belum juga datang. Wah apa alasan dirinya!) I Gusti Tamlang segera menjawab:
Baiknya, sekarang sudah masuk bulan ke 11 belum juga datang. Wah apa alasan dirinya!) I Gusti Tamlang segera menjawab:
,,Inggih Gusti Ngurah, manawamangguh kewuh anak I
gusti, siddhânglongi panĕmaya, apan tan ana mātrā ning wrĕttā”. ( Benar
Gusti Ngurah, barangkali menemukan kesulitan putra Gusti, sampai tidak
bisa hadir menepati janji, lagi pula tidak ada kabar berita).Belum
selesai berkata-kata, tiba-tiba ada suara riuh di pasar membuat orang
semua terkejut
.
Delapan
orang mengaku dari Blambangan bergegas masuk kepuri. Orang-orang itu
berpakaian compang camping dan badannya penuh luka berdarah.. Mukanya
pucat karena tidak makan selama dalam perjalanan di laut. Mereka
meloloskan diri untuk bisa melaporkan kepada I Gusti Ngurah Panji, bahwa
putranya telah gugur, wafat dikerubuti musuh dan terbunuh oleh keris Ki
Baru Surya.I Gusti Ngurah Panji sangat kaget dan gusar mendengar
gugurnya putranya di Blambangan.
Setelah mendapat petuah dan petunjuk oleh Bagawanta, I Gusti Ngurah Panji dapat menenagkan diri dan merencakan langkah-langkah yang segera perlu diambil.Laskar Teruna Gowak kalah di Blambangan.Waktu itu warsa Içaka 1618 atau tahum 1696 M. Setelah seluruh laskar inti Teruna Gowak serta seluruh balawadwa dan segala perbekalan senjata dan logistik siap, maka segera serentak pasukan laskar berangkat dibawah pimpinan langsung I Gusti Ngurah Panji.
Setelah mendapat petuah dan petunjuk oleh Bagawanta, I Gusti Ngurah Panji dapat menenagkan diri dan merencakan langkah-langkah yang segera perlu diambil.Laskar Teruna Gowak kalah di Blambangan.Waktu itu warsa Içaka 1618 atau tahum 1696 M. Setelah seluruh laskar inti Teruna Gowak serta seluruh balawadwa dan segala perbekalan senjata dan logistik siap, maka segera serentak pasukan laskar berangkat dibawah pimpinan langsung I Gusti Ngurah Panji.
Tidak
diceritakan bagaimana perjalanan darat dan di laut, namun dapat begitu
sampai di pantai menginjakkan kaki di bumi Blambangan, pasukan dari Bali
itu mendapat perlawanan yang sengit. Rupanya pertahanan sudah
dipersiapkan oleh Pangeran Mas Sedah dan Pangeran Mas Pahit secara
matang. Namun laskar inti Teruna Gowak di bawah panglima pernag I Gusti
Tamlang dan I Gusti Batan dapat menerobos membuat laskar Blambangan
kocar kacir. Namun pasukan belakang Blambangan sudah dipersiapkan
menghadang laskar Terna Goawak.
Pertempuran sengit luar biasa. Banyak laskar kedua pihak berguguran dan darah membasahi tanah Blambangan. Namun tiba-tiba I Gusti Ngurah Panji memerintahkan I Gusti Tamlang agar pasukan segera mundur. Memang kondisi pasukan Bali sudak terdesak. Waktu sudah mulai gelap sangat berbahaya bagi laskar Bali dalam medan yang asing. Mendengar perintah demikian, pasukan Bali segera menuju pantai menyelamatkan diri. Mereka kecewai menemukan seluruh perahunya sudah porak poranda. Mereka bergelantungan di pecahan perahu sambil berenang sekuatnya menyeberangi Segara Rupek (Selat Bali) untuk mencapai pantai Bali.Sedang bergelayut pada pecahan perahu, I Gusti Ngurah Panji terkejut melihat beberapa ekor ikan lumba-lumba (ikan julit) berenang mendekat dan kemudian tiba-tiba membelok, sepertinya ingin menunutun rombongan untuk mendapatkan arah yang benar menuju pantai Bali.Sampilah mereka kembali di desa Panji.
Pertempuran sengit luar biasa. Banyak laskar kedua pihak berguguran dan darah membasahi tanah Blambangan. Namun tiba-tiba I Gusti Ngurah Panji memerintahkan I Gusti Tamlang agar pasukan segera mundur. Memang kondisi pasukan Bali sudak terdesak. Waktu sudah mulai gelap sangat berbahaya bagi laskar Bali dalam medan yang asing. Mendengar perintah demikian, pasukan Bali segera menuju pantai menyelamatkan diri. Mereka kecewai menemukan seluruh perahunya sudah porak poranda. Mereka bergelantungan di pecahan perahu sambil berenang sekuatnya menyeberangi Segara Rupek (Selat Bali) untuk mencapai pantai Bali.Sedang bergelayut pada pecahan perahu, I Gusti Ngurah Panji terkejut melihat beberapa ekor ikan lumba-lumba (ikan julit) berenang mendekat dan kemudian tiba-tiba membelok, sepertinya ingin menunutun rombongan untuk mendapatkan arah yang benar menuju pantai Bali.Sampilah mereka kembali di desa Panji.
Rombongan
I Gusi Ngurah Panji dan laskar teruna gowak disambut oleh masyarakat
dengan keprihatinan karena mendapatkan kekalahan di Blambangan.Entah
berapa lama berlalu, I Gusti Ngurah Panji berusaha menata kembali
strategi penyerangan kembali ke Blambangan. Beliau didampingi oleh putra
putri, kerabat semua. Ikut hadir bagawanta beliau Ida Pedanda Sakti
Ngurah. Disamping itu pula hadir menantu beliau I Gusti Agung Anom dari
Kapal Mengwi dan Raja Tabanan. Dengan dukungan dan bala bantuan dari
Mengwi dan Tabanan terbentuk pasukan gabungan yang sangat besar dan
tangguh untuk dipersapkan menyerang Balmbangan.
Penyerangan
kembali ke Blambangan.Içaka warsa 1619 atau tahun 1697, rencana yang
besar pun rampung. Tidak lama kemudian penyerangan ke Blambangan di
laksanakan. Penyerangan pendahulu dari arah Selatan dilaksanakan oleh
laskar Tabanan. Pasukan perang Blambangan segera menyongsong maka
terjadi pertempuran sengit. Sedangkan dari arah Timur serangan
dilancarkan laskar Teruna Gowak pimpinan I Gusti Tamlang Sampun dan I
Gusti Made Batan.
Tidak
lama berselang laskar Mengwi menyusul.Pangeran Mas Sedah berseru kepada
I Gusti Ngurah Panji: ,,Eh, kita Ngurah Paňji, mwa sira Bali, mĕnawângsa
wirang; apan kasor nguni, duk aparang eng kikisik. Pisan mangke
takĕrana prĕbhāwa! Lah, Tangkĕpakĕn lungid ing sangjatanta!” (E, kau
Ngurah Panji, dan semua dari Bali yang menuntut bela, karena kekalahanmu
dulu waktu bertempur di pantai. Sekarang datang menuntut balas! Wah,
silakan hadapi dengan pertempuran!) I Gusti Ngurah Panji segera
menjawab:
,,Ih, Ki Dewa Mas Sĕdah, agung kitângucap, tan wruh lawan
dosâgĕng, dentâmĕjah anakku! Yan tan olih manirâmalĕs, mari manira
mapanĕngĕran ki Ngurah Panji Çakti!” (E, Ki Dewa Mas Sedah, besar
omonganmu, seperti tidak tahu hal dosa besar, engkau telah membunuh
anakku! Kalau tidak berhasil membalas, janganlah aku diberi gelar Ki
Ngurah Panji Sakti!) Suasana sudah memanas.
Pertempuran bersar-besaran sudah tidak bisa dielakkan lagi. Dalam pertempuran itu, Pangeran Mas Pahit, yang lebih muda dari dua bersaudara, gugur terbunuh oleh I Gusti Made Batan dengan keris Ki Bayu Çakti.Yang lebih tua, Pangeran Mas Sedah mengerahkan pasukannya dengan perlawanan sengit terhadap laskar Teruna Gowak.
Pertempuran bersar-besaran sudah tidak bisa dielakkan lagi. Dalam pertempuran itu, Pangeran Mas Pahit, yang lebih muda dari dua bersaudara, gugur terbunuh oleh I Gusti Made Batan dengan keris Ki Bayu Çakti.Yang lebih tua, Pangeran Mas Sedah mengerahkan pasukannya dengan perlawanan sengit terhadap laskar Teruna Gowak.
Pangeran
Mas Sepuh langsung menyerang I Gusti Ngurah Panji, namun dihadang oleh
Panglima Teruna Gowak, I Gusti Tamlang Sampun sehingga mendapat luka
tusukan didadanya oleh Pangeran Mas Sedah dengan keris Ki Baru Surya. I
Gusti Tamlang Sampun diusung oleh laskar Bali dan keadaannya selamat.
Pangeran Mas Sedah ternyata juga terkena anak panah senjata Tunjung
Tutur sehingga langsung gugur.Dengan gugurnya kedua Pangeran
Blambangan, Pangeran Mas Sedah dan Pangeran Mas Pahit, maka secara
keseluruhan pasukan Blambangan langsung menyerah.
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar