MAHABHARATA :
COBAAN TERAKHIR BAGI YUDHISTHIRA
Setelah
Dhritarashtra, Gandhari dan Kunti terbakar dimakan api dalam hutan,
pertapaan mereka, dan setelah Krishna — sekutu mereka terpercaya dari
Dwaraka — beserta seluruh bangsanya musnah, maka Pandawa menobatkan
Parikshit, putra Abhimanyu dengan istrinya Uttari Dewi, di atas takhta
kerajaan sebagai Rajadiraja untuk memerintah di Hastinapura, sedangkan
mereka bersama-sama Draupadi pergi ke Himalaya untuk mencapai kediaman
Batara Indra di puncak Gunung Mahameru. Seekor anjing menyertai mereka
dalam pengembaraan menuju ke gunung suci itu. Dengan mengunjungi
berbagai tempat suci dan melintasi hutan belantara yang penuh dengan
binatang buas, setan-jin dan berbagai makhluk ajaib, ketujuh mereka itu,
Yudhishthira, Bhimasena, Arjuna, Nakula, Sahadewa, Draupadi dan anjing
mereka, siang dan malam berjalan tidak henti-hentinya.
Maka tibalah mereka di kaki Gunung
Himalaya, mulai mendaki dengan susah payah. Ketika mereka mendaki puncak
Gunung Mahameru, satu persatu mereka jatuh ke dalam jurang dan lenyap
dari bumi ini. Mula-mula jatuh Draupadi yang memiliki cinta yang sangat
besar terhadap Arjuna, disusul oleh Sahadewa yang hanya percaya dan
yakin akan kekuatan sendiri tidak ada taranya. Kemudian Nakula. yang
sadar akan. keindahan perawakannya dan keyakinan pada kebenaran
pemikirannya sendiri, disusul oleh Arjuna yang yakin pada dirinya
sendiri untuk menghancurkan semua musuh-musuhnya. Demikian besar keyakinannya sehingga ketika ia jatuh, ia tidak mau menyerah begitu saja,
sampai-sampai sabda dari sorga datang yang mengatakan bahwa hal itu
tidak mungkin selama ia masih ada di dunia. Kemudian Bhimasena yang
merasa kekuatannya seperti angin topan juga jatuh, lenyap dari bumi ini.
Yudhishthira terus mendaki dengan
anjingnya dengan tidak lagi membiarkan hatinya berduka. Di hadapannya
terbentang nyala api kebenaran, menerangi jalan yang ditempuhnya,
walaupun kanan-kirinya tebing dan jurang menganga dalam kegelapan. Makin
terang baginya mana kegelapan, mana bayangan dan mana kebenaran. la
berjalan terus disertai dengan anjingnya yang tidak dilepas-lepaskannya,
walaupun istri dan saudara-saudaranya telah mendahului dia.
Akhirnya ia tiba pada pintu gerbang
sorga, disambut oleh Batara Indra. Ia dipersilahkan naik ke dalam
keretanya, tetapi Yudhishthira menolaknya sebelum ia mendapat keterangan
tentang Draupadi dan saudara-saudaranya, katanya : “Sekalipun dalam sorgaMu, aku tidak akan pergi apabila mereka tidak ada di sana”.
Batara Indra meyakinkan Yudhishthira bahwa Draupadi dan
saudara-saudaranya telah mendahului dia, dan menjelaskan kepadanya bahwa
dia terbelakang sebab memikul tanggung jawab jasmaniah terakhir, serta
mempersilahkan ia naik.
Ketika Yudhishthira naik bersama-sama
anjingnya ke dalam kereta kayangan Batara Indra, ia ditolak. “Tidak ada
tempat bagi anjing dalam sorga”, kata Batara Indra. “Kalau demikian
bagiku juga tidak ada tempat di sorga. Sebab, tidak mungkin bagiku,
dalam senang dan duka, melepaskan anjingku yang setia ini”, jawab
Yudhishthira lalu turun kembali dengan anjingnya dari kereta kayangan
itu.
Batara Indra merasa senang akan jawaban
Yudhishthira itu, sebab la telah menunjukkan kasih-sayang, kesetiaan dan
loyalitas kepada kawan hidupnya, seekor anjing yang selama ini menemani
dia. Batara Indra mempersilahkan Yudhishthira sekali lagi dan
mengijinkan anjingnya di ajak serta. Tetapi beberapa saat saja kemudian
anjing itu lenyap.
Yudhishthira
tiba di sorga bersama-sama Batara Indra. Di sana ia bertemu dengan
Duryodhana yang duduk di atas singgasana keemasan yang sangat indah
dilingkari oleh sinar terang dan dilayani oleh bidadari-bidadari cantik,
tetapi tidak seorang pun dari saudaranya dilihatnya di situ. Ia menolak
untuk tinggal lebih lama di situ tanpa saudara-saudaranya. Dalam
hatinya ia merasa heran, kenapa Duryodhana yang angkara-murka, tidak
mempunyai pandangan yang jauh dan telah mengorbankan sanak serta kadang
untuk memenuhi nafsu dan ambisinya ada di situ dengan penuh
kebesarannya? Sedangkan Draupadi dan saudara-saudaranya yang hidup
mematuhi dharma tidak ada di situ. la merasa sangat kecewa.
“Katakanlah kepadaku, di mana
saudara-saudaraku! Aku ingin menyatukan diri dengan mereka, biarpun di
mana mereka berada”, kata Yudhishthira. Batara Narada menghampiri
Yudhishthira seraya menjawab : “Wahai anakku, di sorga tidak ada
perbedaan. Tidak patut ada pikiran-pikiran yang buruk. Duryodhana yang
gagah berani mencapai tingkat ini atas kekuatan dharma orang kesatria
sebagai dia. Jangan biarkan pikiran-pikiran negatif bertakhta pada
jasmani yang tidak kekal ini. Hukum sorga adalah melenyapkan segala
kekacauan pikiran dan perasaan-perasaan hati yang negatif. Tinggallah
engkau di sini!”
Yudhishthira menolak untuk tinggal di
sorga, tanpa saudara-saudaranya. Ia ingin pergi ke tempat mereka, di
mana saja mereka berada. Mendengar jawaban Yudhishthira demikian, Batara
Indra menyuruh bidadari sorga mengantar dia mencari saudara-saudaranya.
Perlahan-lahan badan jasmaninya meninggalkan dia. Yudhishthira kemudian
memasuki tempat yang sangat gelap, licin dan membahayakan.
Sebentar-sebentar kelihatan nyala yang mengerikan, bau busuk menusuk
hidung dan sebentar-sebentar kedengaran suara-suara dan bunyi-bunyi yang
mendirikan buluroma.
Makin jauh ia meraba-raba dalam
kegelapan, makin terasa olehnya bahwa ia memasuki goa yang berlumpur
busuk dalam. Bau mayat dan bangkai makin membusuk dan suara-suara makin
menyeramkan kedengarannya. Tempat yang berlumpur itu penuh dengan mayat
dan bangkai manusia dan binatang buas bergelimpangan. Ada tanpa kepala,
ada tanpa kaki-tangan, ada dengan mata menyeringai, ada dengan isi perut
keluar dan sebagainya. Yudhishthira makin jauh tenggelam dalam kancah
neraka itu, sehingga akhirnya ia tidak dapat bergerak lagi.
Kiri-kanannya penuh dengan bangkai dan mayat manusia yang telah
membusuk. Ia tidak tahan lagi akan bau busuk dalam goa tersebut.
Kepalanya pusing dan akhirnya ia bertanya : “Katakanlah dengan
sebenarnya di mana Draupadi dan saudara-saudaraku berada. Berapa jauh
lagi tempat mereka ? Aku tidak dapat menemukan mereka di sini”. Bidadari
itu menjawab : “Kalau engkau tidak tahan lagi, engkau boleh kembali !”
Yudhishthira tidak tahan lagi dengan
pemandangan dan bau yang mendirikan buluroma itu. Ia ingin kembali.
Tetapi kemudian, tiba-iba terdengar olehnya suara-suara duka mengerang
dan rintih kesakitan. Suara-suara yang ia kenal : “Dharmaputra,
janganlah engkau kembali. Kehadiranmu di tempat ini, hati kami jadi
terobat dan kedukaan kami lenyap semuanya. Janganlah engkau kembali.
Marilah kita hadapi siksaan ini, sehingga akhirnya kita akan menemui
kedamaian yang langgeng !”
Walaupun ia merasa hampir jatuh pingsan,
masih sempat juga Yudhishthira bertanya : “Siapakah gerangan kalian yang
berkata demikian dalam gelap di tempat neraka ini ? Kenapa kalian ada
di sini ?”. Satu demi satu suara itu menjawab : “Raja Yang Bijaksana,
Aku Karna”, jawab suara pertama, yang disusul dengan suara kedua : “Aku
Bhima”, selanjutnya suara ketiga : “Aku Arjuna, saudaramu” dan
berturut-turut suara yang lainnya “Draupadi”, “Aku Nakula” dan “Aku
Sahadewa”.
Suara
yang lain berkata : “Kami adalah putra-putra Draupadi”, yang diikuti
oleh suara-suara lainnya yang bergema dalam goa gelap yang mendirikan
buluroma itu. Mendengar suara-suara yang ia kenal semuanya itu, hati
Yudhishthira merasa sangat kecewa. Yaah, apa yang diduga semula adalah
sebaliknya ! Semua saudara, sanak-kadang dan sekutunya yang telah
menjalankan dharma dalam hidup mereka, kini berada di negri yang paling
di bawah, di neraka !, sedangkan orang seperti Duryodhana dan
saudara-saudaranya duduk-duduk, bersenang-senang di sorga. Kepada
bidadari yang mengantarkan itu, Yudhishthira menyampaikan terima kasih
dan meminta ia kembali, serta membiarkan dia sendiri tinggal di tempat
itu : “Katakanlah kepada Batara indra bahwa aku memilih untuk tinggal di
sini bersama mereka. Aku memilih neraka dengan mereka dari pada sorga
dengan Duryodhana”. Bidadari itu meninggalkan Dharmaputra lalu
menyampaikan pesannya kepada Batara Indra.
Yudhishthira telah memasuki dunia maya,
dunia ilusi. Tigabelas hari lamanya Yudhishthira tengelam dalam dunia
maya itu. Kemudian Batara Indra dan Batara Yama muncul. Suasana gelap,
bau busuk dan pemandangan yang mengerikan itu perlahan-lahan menghilang,
dan sinar terang muncul dengan indahnya. Bau harum semerbak menyusupi
hidung ketika kedua Batara ini muncul di hadapannya.
“Wahai orang yang bijaksana, ini adalah
buat ketiga kalinya aku mencoba keteguhan jiwamu. Engkau telah memilih
untuk tetap tinggal di neraka demi saudara-saudaramu, menolak untuk
tinggal di sorga bersama-sama Duryodhana dan tetap setia kepada anjingmu
sebagai teman hidupmu yang merupakan dharma. Adalah suatu keharusan
bagi raja-raja dan mereka yang memerintah untuk tinggal di neraka
sementara waktu. Engkau telah merelakan dirimu untuk tinggal menderita
di neraka. Hari ini adalah hari ketigabelas untuk mengakhiri penderitaan
itu. Tidak seorang pun sebenarnya ada di neraka. Tidak Krishna, tidak
Karna, tidak Draupadi dan tidak yang lain-lainnya. Semua itu adalah
maya, hanya ilusi. Tempat ini bukan neraka, melainkan sorga” kata Batara
Yama.
Setelah mengalami cobaan-cobaan dan
pengadilan yang terakhir, Yudhishthira menemui kedamaian yang abadi,
terlepas dari segala pikiran dan perasaan yang mengikat manusia dengan
segala sesuatu keduniawian, bersemayam bersama-sama Batara Indra, Hyang
Tunggal, di sorgaloka. ***
0 komentar:
Posting Komentar