Antara Demokrasi, Komunis, Dan Khilafah
Oleh: Ahmad MS
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا
إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ
أَقِيمُوا الدِّينَ وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan
apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu:
Tegakkanlah ad dien dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat
berat bagi orang-orang musyrik ad dien yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada ad dien itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada (dien)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. Asy
Syuuroo [42] : 13)
Di dunia saat ini secara de facto dan de
jure berlaku secara luas dua bentuk sistem kepemimpinan, yaitu; sistem
demokrasi dengan ekonomi kapitalisme dan sistem komunis dengan tata
kelola ekonomi sosialisme-nya. Keduanya adalah sistem bentukan manusia
yang lahir semata atas kemampuan daya nalar mereka dalam merespon
kebutuhan hidup pada tataran sosial kemasyarakatan. Karena sepenuhnya
mereka sadar bahwa manusia bukan hanya makhluk pribadi tapi juga makhluk
sosial yang karenanya membutuhkan pola interaksi dengan lingkungannya
di segala bidang kehidupan; baik sosial, politik, ekonomi, pertahanan
keamanan, militer, kebudayaan dan lain-lain.
SISTEM DEMOKRASI.
Dalam sejarah peradaban manusia, demokrasi muncul sejak zaman Yunani
Kuno di mana rakyat memandang kediktatoran sebagai bentuk pemerintahan
terburuk. Sejak dahulu, demokrasi diakui banyak orang sebagai sistem
nilai kemanusiaan yang paling menjanjikan masa depan umat manusia,
karena memang pembandingnya adalah sistem monarchy absolute yang kejam
dan dzalim.
Abraham Lincoln adalah presiden Amerika Serikat
(AS) pertama yang pernah mengatakan, bahwa demokrasi adalah pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Sebenarnya,
demokrasi di Yunani sendiri pernah “tidak laku” bahkan menghilang
selama ratusan tahun. Baru kemudian muncul kembali di Perancis saat
terjadi revolusi Perancis atas kepeloporan dari Baron de La Brède et de
Montesquieu (lahir 18 Januari 1689 – meninggal 10 Februari 1755).
Montesquieu terkenal dengan teorinya mengenai pemisahan kekuasaan yaitu
Trias Politika dimana kekuasaan dibagi menjadi Legislatif, Eksekutif dan
Yudikatif. Ia juga yang mempopulerkan istilah“feodalisme” terhadap
kekaisaran Byzantium.
Pasca diserangnya penjara Bastille di
Perancis dan runtuhnya sistem kerajaan, semua lapisan masyarakat
menyambut demokrasi di atas angan-angan mereka akan kesempatan yang sama
untuk menjadi penguasa layaknya raja. Hanya saja mereka menghadapi
kendala terbesar dari kalangan raja-raja yang tidak rela menyerahkan
kekuasaannya begitu saja sehingga sekali lagi sistem demokrasi pun
“hilang” akibat krisis perebutan kekuasaan yang terus berlangsung, yang
mengembalikan Perancis (lagi) pada sistem monarki dengan berkuasanya
Napoleon Bonaparte sebagai kaisar.
Ditemukannya benua Amerika
yang memang kosong dari kekuasaan seorang kaisar dengan penduduk asli
yang masih primitive memberi ruang kepada masyarakat Eropa yang ingin
mendapatkan kebebasan. Mereka berbondong-bondong “hijrah” ke Amerika
untuk membangun negara baru dengan dasar kebebasan. Perancis kemudian
menghadiahkan patung Liberty (kebebasan) di New York sebagai simbol
penyambutan kepada para pencari kebebasan. Sampai hari ini, AS telah
dianggap sebagai manivestasi dari negara demokrasi yang (konon) ideal
dan menjadi rujukan bagi banyak negara di dunia.
Namun apa
pasal? Dibidang politik, demokrasi yang menjadikan kekuasaan tanpa batas
kepada rakyat, telah menjerumuskan para pemimpin mereka kepada
kehilangan legitimasi atas rakyat yang dipimpinnya, sehingga atas nama
rakyat para wakil mereka yang duduk di lembaga legislatif dengan mudah
menjatuhkan pemimpin yang sedang berkuasa atau lewat apa yang dinamakan
dengan “parlemen jalanan”. Kelompok masyarakat bebas menyampaikan
aspirasi sebebas-bebasnya di luar parlemen dan menghujat para pemimpin
tanpa standar akhlak dan nilai moral serta memaksa mereka (para
pemimpin) untuk turun dari tampuk kekuasaan, jika pemimpinnya tidak
memenuhi hak-hak mereka.
Dibidang ekonomi, kapitalisme sebagai
anak kandung demokrasi juga ikut menjadi sebab hilangnya legitimasi
seorang pemimpin. Mekanisme pasar sebagai panglima ekonomi (bukan
pemerintah) telah melahirkan raja-raja dari para pemodal besar dan para
korporat yang mengendalikan perjalanan ekonomi sebagai nafas
pembangunan. Pekerja (buruh) lebih mentaati para juragan mereka
ketimbang para pemimpin politik (penguasa) sebuah negara
Di AS,
mereka yang bisa lolos sebagai calon maupun terpilih menjadi seorang
presiden AS sejatinya adalah pilihan para pemimpin korporasi besar yang
didominasi Yahudi. Karenanya, para pemodal besar memang lebih suka pada
kapitalisme yang telah bermetamorfosis menjadi Neo liberalisme hari ini,
dengan konsekwensi pemodal kecil dan rakyat jelata hanya akan menjadi
debitor (peminjam/ penghutang) yang terus terikat pada jerat ribawi.
Para pakar menilai hal inilah yang selama ini menimbulkan ketidak
stabilan dalam ekonomi dunia yang sering disebut denganRandom Walk,
yaitu suatu istilah statistik yang menggambarkan langkah-langkah yang
tidak berpola, seperti langkah orang yang sedang mabuk berat.
Fenomena ini persis seperti yang digambarkan oleh Al Qur’an:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
(QS Al Baqarah [2]: 275).
Menyadari peran korporasi yang
terlalu besar, AS, menurut mantan Menkeu RI, Sri Mulyani (Mei 2009),
telah menggunakan sistem yang disebut “Regulated Economy”, yaitu ekonomi
dengan kontrol pemerintah yang ditandai dengan campur tangan Presiden
Barrack Obama yang menekan pemimpin General Motor (GM) agar mengundurkan
diri. Selain itu juga adanya kucuran dana segar dari pemerintah untuk
menolong AIG (American International Group) yang hampir kolap pada tahun
2008 sebagai bentuk proteksi.
Hal ini menunjukkan pada kita
bahwa penganut demokrasi dan kapitalisme sendiri sudah tidak yakin
dengan apa yang menjadi pegangan mereka selama ini.
SISTEM KOMUNIS
Kendatipun lahir di Eropa barat dari tangan seorang Karl Heinrich Marx
atau biasa dikenal dengan Karl Marx (Trier, Jerman, 5 Mei 1818 –
London, 14 Maret 1883), ajaran komunisme dengan sistem ekonomi
sosialisme-nya merasuki Albania dan Rumania. Menemukan lahan suburnya
di Eropa timur dan Asia, seperti di Uni Soviet (sekarang Russia), Cina,
hingga Asia tenggara bahkan sempat menancapkan kukunya di Indonesia
lewat Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sebenarnya permasalahan
inti di Uni Sovyet (Russia) dan Eropa saat itu adalah sama, yaitu
kekuasaan kaum feodal atau para tuan tanah “bekerja sama” dengan para
Tzar (kaisar/raja) dan prajurit kerajaan untuk menguasai rakyat jelata
yang bekerja sebagai buruh tani dan pekerja serabutan. Sementara
kekuasaan agama (gereja) lebih memihak pada penguasa dan kaum feodal
yang arogan dan kejam. Sehingga atas permusuhannya terhadap agama,
ideologi komunisme pun “lahir kembar” dengan atheisme yang menolak
mempercayai tuhan.
Menurut paham ini manusia adalah “binatang
yang cerdas” yang berasal dari materi, seperti air, daging, tulang dan
lain-lain hingga membentuk tubuh dan hidup. Paham ini berkembang lewat
indoktrinasi dan propaganda, juga berkembang lewat kekerasan dan
peperangan. Uni Soviet misalnya, didirikan lewat peperangan dan
kekerasan, negara-negara kecil dipaksa untuk bergabung. Oleh sebab itu,
Lenin dan Stalin bukan hanya dikagumi tapi juga ditakuti dan dibenci
oleh banyak pihak. Terutama Stalin, ia hidup dalam rasa takut untuk
dibunuh secara kekerasan (ditembak senjata api atau dengan senjata
tajam), maupun takut diracun lewat makanan.
Momen penting dari
formalisasi sistem komunis dalam sebuah negara di era modern adalah
ketika Mao Tse-Tung (Zedong) sebagai pejuang besar komunis
memproklamirkan Republik Rakyat Cina (RRC) di Tiananmen pada tanggal 1
Oktober 1949, sebagai negara komunis terbesar di dunia.
Prinsip
komunisme dengan sosialisme yang menempatkan mekanisme ekonomi ditangan
negara men-syaratkan negara memiliki modal besar untuk mem-backup semua
kegiatan ekonomi agar bisa mandiri sebagai sebuah negara yang sekaligus
pengelola bisnis. Syarat lainnya adalah nasionalisasi perusahaan besar.
Hal ini menjadi momok menakutkan bagi para investor asing dan lokal
untuk berinvestasi di negara komunis, karena khawatir akan diambil alih
oleh negara. Kekhawatiran lain dari para investor adalah jika harus
berhadapan dengan para pemimpin yang korup dan tidak jujur, bisa saja
melakukan upaya busuk demi kepentingan pribadi dan kelompoknya dengan
dalih nasionalisasi.
Hal-hal itulah yang sempat memperburuk
ekonomi China dalam beberapa dekade, sampai mereka mampu bangkit setelah
mengambil tindakan strategis dengan menegakkan:
(1). Pemerintahan yang bersih dan tegas,
(2). Kepemimpinan tunggal (mono leadership),
(3). Penekanan pada perlunya ketegasan akan Loyalitas dan dedikasi,
(4). Mayoritas hasil untuk pemerintah, demi kemajuan bersama,
(5). Gaji karyawan dan biaya produksi yang cukup rendah.
Sedangkan dalam bidang politik, China yang telah menempatkan kekuasaan
tertinggi di tangan 3 unsur (Presiden, Panglima Angkatan Bersenjata dan
Sekjen Partai Komunis) menyadari riskannya keadaan tersebut. Sehingga
uniknya kini ketiga posisi tersebut dipegang oleh satu orang, yaitu; Hu
Jin Tao. (Buku: Agenda Terror Dajjal 2013, Dr. Wang Xiang Jun., Ph.D,
Pustakan Solomon, 2010). Hal ini bertolak dari kesadaran mereka akan
pentingnya kepemimpinan tunggal (mono leadership).
SISTEM KHILAFAH
Sadar akan kekurangan yang melahirkan berbagai kegagalan, para pelaku
dari kedua sistem kemudian melakukan berbagai upaya dalam menyempurnakan
diri. Uniknya, ternyata apa yang mereka cari sesungguhnya dapat
ditemukan kesempurnaannya dalam sistem Khilafah, baik duniawi maupun
ukhrawi, materi dan spiritual sekaligus, yaitu sistem yang wujud atas
pelaksanaan perintah Allah, yang telah dicontohkan pula oleh Rasulullaah
dan para sahabat serta diikuti dengan baik oleh para generasi
setelahnya.
Rasulullaah saw bersabda:
كَانَتْ بَنُو
إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ
نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ
فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ
فَاْلأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا
اسْتَرْعَاهُمْ
“Dahulu Bani Israil senantiasa dipimpin oleh
para Nabi, setiap mati seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya dan
sesudahku ini tidak ada lagi seorang Nabi dan akan terangkat beberapa
khalifah bahkan akan bertambah banyak. Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah,
apa yang engkau perintahkan kepada kami? Beliau bersabda: ”Tepatilah
bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berilah kepada
mereka haknya, maka sesungguh nya Allah akan menanyakan apa yang
digembala kannya.” (HR.Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al Bukhari
dalam Kitab Bad’ul Khalqi: IV/206)
Berbagai prinsip dalam sistem Khilafah diantaranya adalah sebagai berikut:
1. DasarnyaTauhid
Dengan dasar ini kepemimpinan Khilafah akan senantiasa mengarahkan
ummatnya untuk selalu meng-esakan Allah, menjauhkan mereka dari segala
bentuk kesyirikan dan perpecahan untuk semata tunduk dan patuh serta
bersatu dibawah kepemimpinan seorang Khalifah.
Allah SWT berfirman:
dan Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi
beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada
pada golongan mereka. (QS. Ar Ruum [30]:31).
Hal inilah yang tidak
dimiliki oleh sistem lain selain Khilafah, kehancuran mereka pun berawal
dari tidak adanya keimanan mereka terhadap semua perintah dan larangan
Allah, hukum mereka pun tentu saja adalah hukum kufur yang justeru
mengundang laknat Allah SWT.
2. Kepemimpinan tunggal
Dimana kekuasaan dan wewenang dalam perintah dan eksekusi setiap
kebijakan berada ditangan satu orang, yaitu Khalifah yang didukung oleh
para pembantu yang mumpuni dibidangnya.
Sistem ini tidak memperbolehkan adanya dualisme kepemimpinan dalam satu kesempatan, Rasulullaah SAW bersabda:
“Apabila dibai’at dua khalifah (dalam satu masa), maka bunuhlah yang
lain dari keduanya. (yaitu yang terakhir).” (HR. Muslim dari Abi Sa’id
Al Khudri, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/137).
3. Pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang strategis oleh pemerintah
Dalam sistem Khilafah pengelolaan SDA yang strategis dan menyangkut
hajat hidup orang banyak seperti; tambang emas, tembaga, sumber hutan,
sumber daya air dan energy harus dilakukan oleh jama’ah lewat badan
usaha yang mempekerjakan para ahli yang dipilih sesuai bidangnya, tidak
boleh dilakukan oleh swasta baik dalam negeri maupun asing.
Hal ini
berdasarkan petunjuk baginda Nabi yang mengatakan bahwa: “Manusia
berserikat dalam tiga hal: air, padang gembalaan (hutan) dan api
(energy)” (HR. Abu Dawud).
Diceritakan dalam sebuah hadits
riwayat Imam At Turmidzi dari Abyadh bin Hamal, bahwa Abyadh bin Hamal
sendiri pernah meminta izin kepada Rasulullah untuk mengelola sebuah
tambang garam. Rasulullah meluluskan permintaan tersebut, sampai
diingatkan oleh para sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah anda apa yang
anda berikan kepadanya? Sesungguhnya anda telah memberinya sesuatu yang
bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu).” Rasulullah kemudian bersabda;
“Tariklah tambang tersebut darinya (Abyadh bin Hamal)”.
Hadits
tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak
dengan “air yang mengalir”, sehingga keberadaannya menjadi potensial dan
terkait hajat hidup orang banyak yang seharusnya tidak dikelola oleh
swasta (private), tapi oleh jama’ah.
Jika semua potensi dimana
rakyat berserikat di dalamnya dikelola swasta maka kaidah berdaganglah
yang akan berjalan, yaitu menggunakan modal sekecil-kecilnya untuk
meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Konsekwensinya, rakyat
harus menanggung resiko mendapatkan barang produksi yang mahal. Untuk
itu, swasta dipersilahkan mengelola usaha yang terkait dengan kebutuhan
sekunder masyarakat dengan tetap dibawah kontrol Khalifah dan
jajarannya, dengan prinsip memberi kemudahan bagi masyarakat.
Rasulullah SAW bersabda: “Mudahkanlah mereka dan janganlah kalian persulit.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
4. Sistem ekonomi yang non ribawi
Dalam sistem ekonomi Islam, basisnya adalah perangkat Baitul Maal yang
akan menampung potensi dana zakat, infaq dan lain-lain dari ummat yang
cukup besar sesuai dengan jumlah ummat Islam yang juga sangat besar.
Baitul Maal pula yang menjadi sumber permodalan dalam sistem Khilafah
untuk mengelola kepemimpinan dan perusahaan jama’ah sebagaimana kami
sebut diatas, termasuk di dalamnya adalah untuk bantuan permodalan bagi
rakyat yang terlibat dalam usaha-usaha mikro kecil sebagai pinjaman
tanpa bunga yang memberdayakan mereka. Insya Allah!.
Penutup
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ
اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ
وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
Belumkah tiba-kah waktunya bagi
orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan
kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka
seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya,
Kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang
fasik. (QS. Al Hadid [57]: 16).
Sabtu, 14 Desember 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar