JAKARTA -Transformasi peradaban menyentuh bangsa Arab. Para sejarawan
mencatat terjadinya perubahan besar berupa pencapain luar biasa di
bidang sains dan teknologi. Pada awalnya, tak banyak yang bersentuhan
dengan ilmu pengetahuan. Kedatangan Islam mengantarkan mereka pada
beragam literatur.
Istilah ilmu atau ilmu yang terdapat dalam kitab suci dan hadis,
mendorong geliat tradisi keilmuan. Mereka menyerap ilmu pengetahuan dari
beragam sumber. Pedagang dan penjelajah Muslim berperan besar dalam
memajukan gairah perubahan di kalangan masyarakat Arab Muslim pada masa
awal.
Mereka berasal dari Makkah, Madinah, dan Yaman. Setelah mengadakan
perjalanan melintasi gurun pasir, mereka mencapai Mesir, Mesopotamia,
dan Suriah yang dikenal sebagai pusat peradaban kuno. Dari
wilayah-wilayah itu, berbagai pemikiran ilmiah maupun teknik instrumen
lawas dibawa dan diperkenalkan ke jazirah Arab.
Di saat yang bersamaan, muncul kelompok baru di masyarakat Muslim,
yakni kalangan terpelajar yang terdiri dari ulama, filsuf, dan
cendekiawan. Para tokoh ini sangat tertarik dengan keunggulan peradaban
kuno. Mereka menjelma sebagai pendorong utama percepatan kemajuan ilmu
di dunia Islam.
Hanya dalam waktu singkat, terjadi perkembangan pesat di bidang
politik, sosial, budaya, dan pemikiran. Muhammad Abdul Jabar Beg,
peneliti tamu di Cambridge Universtity, Inggris, dalam tulisannya The
Origins of Islamic Science menyatakan, Muslim tak hanya mengubah cara
pikir, tetapi juga pandangan dunia.
Menurut dia, sikap ini mendorong mereka mengkaji dan mempelajari
warisan peradaban kuno yang mereka temukan. Kegiatan itu terus
berlangsung hingga masa kekhalifahan pada abad ke-8 Masehi. Para
penguasa memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan bidang ilmu.
Buku berjudul Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern
karya sejarawan Ehsan Masood mengungkapkan, salah satu ciri periode
pembangunan Islam yakni menyerap keunggulan peradaban lain,
memodifikasi, dan melakukan inovasi. Islam kemudian melahirkan sejumlah
ilmuwan terkemuka di bidang sains dan teknologi.
Kota-kota pusat ilmu, bermunculan di seantero dunia Islam, mulai dari
Damaskus, Basra, Kordoba hingga Kairo. Kegiatan intelektual mencapai
puncaknya pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang ditandai
gencarnya gerakan penerjemahan literatur ilmiah asing.
Beberapa cendekiawan Muslim klasik secara khusus mencatat fenomena
perubahan yang terjadi pada masyarakat Arab, terutama kecenderungan akan
pen carian ilmu. Mereka itu antara lain Ibnu Qutaibah, AlKhawarizmi,
serta Ibnu Al-Qifti. Karya Ibnu Qutaibah berjudul AlMa’arif mengulas hal
tersebut dalam perspektif sejarah.
Pada buku ensiklopedia ilmu ini, Ibnu Qutaibah menyingkap beragam
pemikiran kuno, termasuk legenda, mitos, dan kepercayaan yang diketahui
komunitas Muslim pada masa awal. Terdapat pula kajian terkait ilmu
pengetahuan, misalnya, teori penciptaan, astronomi, maupun ilmu bumi.
Deskripsi dari Ibnu Qutaibah menjadi rujukan ilmiah para sarjana
Muslim berikutnya, bahkan memengaruhi perkembangan sains di dunia Barat.
Sedangkan, buku Mafatih AlUlum (Kunci Ilmu), yang disusun AlKhawarizmi,
dipandang sebagai karya umat Islam pertama yang meneliti asal mula
sains Islam.
Gagasan itu lantas diperluas AlQifti lewat karyanya, Tarikh AlHukama.
Ia menuliskan secara perinci sebanyak 144 biografi filsuf dan
cendekiawan kondang pada masa Yunani kuno hingga masa kekhalifahan.
Menurut dia, proses transfer ilmu pada masa awal Islam berlangsung lebih
pesat di kawasan Semenanjung Arab.
Wilayah itu berdekatan dengan pusat-pusat peradaban kuno. Pengetahuan
kuno dalam bidang seni, teknologi, dan pemikiran, disam paikan oleh
para hukama (tetua) melalui cerita, dongeng, dan mitos, dari generasi ke
generasi. Informasi ihwal pengetahuan dan teknologi itu juga berasal
dari para pengembara dan pedagang Islam.
Bangsa Arab menye but sains kuno itu dengan Ulum Al Awa’il, yang
segera disesuaikan dengan tradisi setempat dan mulai digunakan secara
luas. Misalnya, roda dan kapal layar yang dite mukan peradaban
Mesopotamia. Begitu pula standar timbangan dari bangsa Sumeria. Sistem
angka Arab berasal dari peradaban India kuno. Proses peralihan Al Qifti
mencatat, hingga akhir abad ke-7 Masehi, orang-orang Arab melakukan
proses peralihan pengetahuan masih secara lisan, belum dengan tulisan
ilmiah. Keingintahuan yang besar dan semangat keilmuan yang membuncah
mampu meningkatkan intensitas interaksi antara umat Islam dan sains
teknologi kuno.
Penyebaran agama Islam yang kian luas semakin menambah jumlah orang
dari berbagai wilayah untuk memeluk agama ini. Hal itu akan memperbanyak
khazanah pengetahuan asing yang dapat diserap. Umat Islam menjadi
begitu dekat dengan tradisi, sejarah, dan sains peradaban kuno.
“Sebagai contoh, Khalifah Khalid bin Yazid mengawali studi kimia yang
diperolehnya dari literatur kuno,” urai Muhammad Abdul Jabar Beg.
Catatan sejarah mengungkapkan, sang khalifah merupakan salah satu pakar
kimia pertama di dunia Islam. Ia memiliki peran besar dalam pengembangan
ilmu pengetahuan.
Khalifah Khalid bin Yazid mendorong para ilmuwan dari Damaskus,
Suriah dan Kairo, serta Mesir untuk menerjemahkan buku-buku bidang
kimia, kedokteran, dan astronomi dari literatur Yunani kuno dan Koptik
ke dalam bahasa Arab. Selanjutnya, kaum cendekia Muslim mengembangkan
pemikiran dan inovasinya sendiri. (republika.co.id, 13/9/2010)
Sumber
Rabu, 05 Maret 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar