Komite Palang Merah Internasional
mengumumkan sedikitnya 300 orang dibantai dalam dua hari aksi kekerasan
di Bangui, ibu kota Republik Afrika Tengah. Hal itu menimbulkan
kekhawatiran terjadinya aksi-aksi kekerasan terhadap umat Islam.
Organisasi bantuan itu melaporkan pada hari Jum’at (6/12) stafnya
telah menghentikan pengumpulan mayat pada malam hari. Dan mereka
memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya pada hari Sabtu dan Ahad.
Ketua Komite Palang Merah Internasional di Afrika Tengah, Pastor
Antoine Mbao Bogo menjelaskan stafnya telah mengumpulkan 281 mayat pada
Jum’at malam. Ia memperkirakan jumlah korban tewas akan bertambah lebih
banyak lagi ketika stafnya mulai melanjutkan aktivitasnya.
Dia mengatakan kepada kantor berita Reuters: “Besok akan menjadi hari
yang brutal dan mengerikan. Kami akan pergi beraktivitas kembali besok.
Bahkan kami meyakini, bahwa kami akan membutuhkan tambahan hari lagi
untuk menyelasikan tugas kami.”
Dilaporkan bahwa puluhan mayat tergeletak di jalan-jalan, namun situasi yang tidak memungkinkan untuk mengumpulkannya.
Berbagai aksi kekerasan mulai terjadi pada hari Kamis (5/12) ketika
milisi Kristen yang setia kepada presiden terguling François Bozize
Yangouvonda melancarkan serangan terhadap kaum Muslim .
Sementara gejolak mulai memanas di Republik Afrika Tengah pada bulan
Maret, ketika Michelle Gutudia—yang menggulingkan Presiden Francois
Bozize—mengangkat dirinya sebagai pemimpin Muslim pertama untuk negeri
tersebut.
Sementara itu, ratusan tentara Prancis mulai tiba di Bangui sebagai
upaya PBB untuk membangun kembali sistem dan konstitusi di sana.
Berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB , tentara Prancis dibolehkan
bergabung dengan pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika yang sudah ada di
Afrika Tengah (islammemo.cc, 7/12/2013).
Sumber
Kamis, 20 Februari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar