Eforia demokrasi itu membius rakyat dan membisikkan mimpi-mimpi keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, pemulihan harkat kemanusiaan dan mimpi-mimpi tentang kebaikan lainnya. Namun layaknya obat bius, begitu umat mendapatkan kembali kesadarannya, umat pun akan cepat menyadari bahwa demokrasi sesungguhnya bukanlah solusi, bahkan demokrasi merupakan sistem gagal dan merusak dan sejak awal sebenarnya tidak dibutuhkan oleh umat Islam.
Umat Tak Butuh Demokrasi
Istilah demokrasi selalu dinisbatkan kepada dua kata Yunani kuno, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan atau pemerintahan. Sehingga demokrasi diartikan kekuasaan atau pemerintahan rakyat. Penisbatan itu untuk memberikan kesan bahwa demokrasi modern sekarang ini memiliki akar sejarah yang menjulur hingga ke masa Yunani yang dianggap mewariskan berbagai kebajikan.
Sistem pemerintahan demokrasi dijalankan di negara kota Yunani kuno, Athena, pada abad ke-5 SM. Sistem itu dibentuk atas prakarsa Cleisthenes. Dalam sistem demokrasi Athena, kedaulatan dipegang oleh majelis yang disebut Demos (rakyat). Sistem demokrasi Yunani kuno tak bertahan lama.
Kekaisaran Romawi yang mengalahkan Yunani menganut pemerintahan monarki absolut dengan sistem teokrasi. Di dalamnya raja dan penguasa berkolusi dengan pemimpin gereja (agamawan). Raja dianggap sebagai wakil tuhan dan kehidupan rakyat dikendalikan menurut doktrin gereja yaitu doktrin para agamawan yang dinisbatkan kepada tuhan. Kolaborasi penguasa dan agamawan (raja dan gereja) melahirkan penindasan. Segala hal termasuk pemikiran dan sains yang bertentangan atau menyimpang dari doktrin gereja diberangus. Ratusan ribu ilmuwan dibunuh, di mana puluhan ribu di antaranya dibakar hidup-hidup. Terjadilah gerakan perlawanan dari para filsuf dan ilmuwan sehingga muncul dua kubu yang saling berseteru. Kubu kolaborasi raja dengan gereja (agamawan) yang mengusung teori “kedaulatan tuhan” dengan sistem teokrasi dan bentuk monarkhi di mana raja dianggap sebagai manusia terpilih perpanjangan tangan tuhan, berhadapan dengan kubu filsuf dan ilmuwan yang menolak peran gereja bahkan tak sedikit yang tidak mengakui agama. Bersamaan dengan itu juga terjadi perlawanan dari bangsa yang ditindas dan pemberontakan kaum protestan terhadap kekuasaan gereja katolik romawi. Terjadilah banyak peperangan dan konflik yang berlangsung selama abad-abad pertengahan (abad ke-V – XV M).
Hingga akhirnya disetujuinya perjanjian Westphalia tahun 1648. Perjanjian ini mengakui kemerdekaan Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman dari Kekaisaran suci Romawi. Perjanjian ini meletakkan dasar hubungan antara negara yang dilepaskan dari hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara masing-masing. Sebelumnya gereja memiliki kekuatan atas hubungan antar-negara. Perjanjian Westphalia juga meletakkan dasar tentang hakikat negara dengan pemerintahannya, yakni memisahkan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja (agama). Perjanjian Westphalia itulah yang meneguhkan doktrin sekulerisme. Karena dipisahkan dari kekuasaan gereja, pengaturan negara akhirnya diserahkan kepada kehendak rakyat dan untuk itulah dihidupkan kembali istilah demokrasi dengan sistem perwakilannya. Majelis yang beranggotakan wakil yang dipilih rakyat mewakili rakyat membuat hukum perundang-undangan dan pengaturan negara atas nama rakyat.
Jadi demokrasi itu dijalankan atas dasar doktrin sekulerisme yang memisahkan agama dari pengaturan negara dan kekuasaan. Hal itu merupakan hasil solusi kompromi yang mengakhiri konflik di Eropa sepanjang abad pertengahan. Dari situ tampak jelas bahwa demokrasi itu sebenarnya adalah khas Eropa dan solusi terhadap penindasan atas nama agama yang melanda Eropa abad pertengahan. Masalah itu sebenarnya tidak dialami oleh umat Islam. Umat Islam tidak memiliki problem sebagaimana problem Eropa abad pertengahan. Karena itu sebenarnya sejak awal umat Islam tidak butuh solusi yang namanya demokrasi seperti halnya masyarakat Eropa.
Demokrasi : Sistem Gagal dan Merusak
Demokrasi sarat kelemahan dan kerancuan, bahkan bisa dikatakan sistem yang gagal. Demokrasi gagal merealisasi doktrin mendasarnya yaitu kedaulatan rakyat. Rakyat hanya memiliki otoritas langsung saat pemilu untuk memilih penguasa dan wakilnya di Dewan Legislatif. Itupun otoritas yang telah dibatasi dan diarahkan oleh partai dan kapitalis melalui proses politik yang ada, sebab rakyat hanya memiliki otoritas memilih orang yang sudah disaring oleh parpol dan proses politik. Setelah pemilu, kedaulatan riil tidak lagi di tangan rakyat, tetapi di tangan pemerintah atau penguasa dan anggota legislatif, dan di belakang keduanya adalah para kapitalis. Pasca pemilu, kepentingan elit lebih diutamakan daripada kepentingan rakyat. Wakil rakyat tidak mewakili rakyat akan tetapi mewakili diri sendiri dan golongannya (partai) dan para kapitalis.
Demokrasi juga gagal menghilangkan aristokrasi yang cirinya kekuasaan dikuasai oleh kaum elit. Dalam praktek demokrasi dimanapun, kekuasaan tetap saja dipegang oleh kaum elit yaitu para kapitalis, elit partai, dan kelas politik. Hal itu sangat kentara. Penguasa dan politisi di negara demokrasi manapun selalu berasal dari dinasti kelas berkuasa secara politik dan ekonomi dan kelompoknya.
Demokrasi merupakan sistem yang rusak dan memproduksi banyak kerusakan. Demokrasi rusak terutama karena pilar utamanya adalah paham kebebasan. Kebebasan inilah yang melahirkan banyak kerusakan di segala bidang; moral, pemerintahan, hukum, ekonomi, dll. Dengan dalih demokrasi dan kebebasan, pornografi, pornoaksi, seks bebas, zina asal suka sama suka, aborsi, peredaran miras, dll tidak bisa diberantas tuntas. Di bidang pemerintahan, korupsi juga menonjol dalam sistem demokrasi. Kebebasan kepemilikan melahirkan sistem ekonomi kapitalisme liberalisme yang membolehkan individu menguasai dan memiliki apa saja termasuk harta milik umum. Kebebasan berpendapat melahirkan keliaran dalam berpendapat sehingga menistakan agama, mencela Rasul SAW, dan menyebarkan kecabulan dan berbagai kerusakan. Kebebasan beragama membuat agama tidak lagi prinsip, orang dengan mudah bisa menodai kesucian agama, mengaku nabi, dsb.
Demokrasi dijadikan alat penjajahan oleh barat atas dunia terutama negeri kaum muslimin. Melalui pembuatan undang-undang, Barat bisa memasukkan bahkan memaksakan UU yang menjamin ketundukan kepada barat, mengalirkan kekayaan kepada barat dan memformat masyarakat menurut corak yang dikehendaki barat. Bahkan tak jarang demokrasi dijadikan dalih untuk langsung melakukan intervensi dan invasi atas berbagai negeri di dunia seperti yang terjadi di Panama, Haiti, Irak, dsb.
Demokrasi pun dijadikan jalan untuk memaksakan UU yang menjamin aliran kekayaan ke Barat dan penguasaan berbagai kekayaan dan sumber daya alam oleh para kapitalis asing. UU Sumber Daya Air, UU Penanaman Modal, UU Minerba, UU Migas, UU SJSN dan BPJS, dan sejumlah UU lainnya yang menguntungkan barat sudah diketahui secara luas pembuatannya disetir dan dipengaruhi oleh barat. Melalui mekanisme demokrasi pula penguasaan atas kekayaan alam oleh asing bisa dilegalkan dan dijamin.
Demokrasi menghasilkan UU diskriminatif dan tidak adil. Sebab dalam demokrasi, UU dibuat oleh parlemen yang sangat dipengaruhi oleh kepentingan. Jadilah UU yang dihasilkan dalam sistem demokrasi lebih banyak berpihak kepada pihak yang kuat secara politik dan atau finansial. Melalui UU dan peraturan yang dibuat secara demokratis, kelas politik dan ekonomi yang berkuasa bisa terus melipatgandakan kekayaannya termasuk dari penguasaan atas kekayaan alam; melindungi kekayaan dari pungutan pajak dan malah mendapat berbagai insentif.
Demokrasi pula yang menjadi biang korupsi dan kolusi. Hal itu karena perlu biaya besar untuk membiayai proses politik untuk menjadi penguasa dan anggota legislatif serta menggerakkan mesin partai. Maka tidak aneh jika lembaga anti korupsi kebanjiran kasus setiap menjelang pemilu. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan korupsi menjelang Pemilu 2014 ke KPK meningkat. Dari sejumlah laporan yang masuk, umumnya dilakukan oleh para penyelenggara negara untuk biaya politik dari uang APBN maupun APBD. Laporan naik menjelang 2014. Trennya ternyata para pejabat itu mencari biaya pemilu dengan korupsi keuangan negara atau suap, misalnya di bagian perizinan.(viva.news.co.id, 22/4).
Wahai Kaum Muslimin
Demokrasi sesungguhnya khas barat dan muncul untuk menyelesaikan problem penindasan atas nama gereja di barat. Itu tidak dialami oleh umat Islam sehingga umat Islam tidak butuh demokrasi. Selain itu demokrasi nyata-nyata sistem yang gagal, rusak dan merusak. Semua itu wajar saja sebab demokrasi adalah sistem buatan manusia yaitu sistem jahiliyah. Karena itu sistem demokrasi itu harus segera ditinggalkan dan dicampakkan.
Allah SWT bertanya yang sekaligus menjadi celaan terhadap siapa saja yang mengikuti sistem jahiliyah. Allah berfirman:
﴿ أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ ﴾
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50)Sudah saatnya umat Islam kembali kepada tuntunan dan aturan yang berasal dari Allah yang Maha Bijaksana. Hal itu tidak lain dengan jalan menerapkan syariah dalam bingkai Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. WalLahu a’lam bi Shawab
Komentar:
Harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Premium naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter. Sementara kenaikan harga solar lebih rendah, dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.500 per liter. “Premium (naik) Rp 2.000, solar Rp 1.000,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana di kantor kemenko Perekonomian, Senin (13/5) [republika, 14/5).
- Kepala ekonom Danareks Sekuritas mengatakan daya beli masyarakat turun akibat rencana kenaikan BBM. Rencana ini menaikkan inflasi hingga 7,5% (kompas.com, 14/5).
- Rencana pemerintah itu jelas-jelas sengsarakan rakyat banyak. Pengurangan subsidi termasuk subsidi BBM adalah perintah IMF dan Bank Dunia yakni perintah asing.
- Bukti pemerintah lebih rela tunduk pada asing meski sengsarakan rakyatnya sendiri yang katanya jadi pemilik Migas. Kelola migas dengan sistem syariah, niscaya memakmurkan rakyat bukan memakmurkan asing.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar