"Game Over", begitu tulisan hasil kumpulan sinar laser yang disorot
para demonstran di Lapangan Tahrir, Rabu 3 Juli 2013 malam, sebagai
pertanda Presiden Mesir Mohammed Morsi resmi digulingkan kekuatan
militer yang dipimpin Jenderal Besar Abdel Fattah al-Sisi.
Angkatan
bersenjata, yang mengkudeta Morsi, langsung membentuk pemerintahan
sipil sementara. Menunjuk Ketua Mahkamah Konstitusi yang baru menjabat 2
hari, Adli Mansour sebagai presiden ad interim.
Ini menandakan wabah Upspring
Timur Tengah belum sirna di Mesir. Morsi yang baru setahun menjabat dan
menggantikan diktator Hosni Mubarak, harus menerima nasib dilengserkan
paksa.
Dekrit Kontroversial
Rangkaian
penggulingan ini bermula usai Morsi mengeluarkan dekrit presiden yang
kontroversial. Kira-kira begini bunyinya: "Kekebalan hukum bagi semua
keputusan presiden."
Sejak itu, revolusi 25 Januari 2011 yang
melengserkan Mubarak seperti tak ada gunanya. Sebab Morsi dinilai tidak
menjalankan demokrasi penuh setelah mengeluarkan dekrit kebal hukum itu.
Alhasil,
sejumlah warga mulai menggelar demonstrasi pada November 2012. Ratusan
demonstran berkumpul di Lapangan Tahrir dan Istana Presiden di pinggiran
Kota Heliopolis untuk memprotes dekrit Presiden Morsi yang dinilai
diktator tersebut.
"Turun kau Mohamed Morsi. Hentikan kekuasan mutlak seperti ini," kata demonstran, seperti dimuat Al Arabiya.
Meski
demikian, Morsi tetap menandatangani dekrit yang memberlakukan
konstitusi tersebut pada akhir Desember 2012. Alasannya, hampir 64
persen pemilih mendukung konstitusi dalam jajak pendapat yang diikuti
semua elemen partai yang didominasi kelompok Ikhwanul Muslimin, bekas
afiliasi Morsi.
Namun anggota-anggota kelompok liberal, sekuler
dan Kristen yang beroposisi khawatir konstitusi baru itu akan mengikis
kebebasan sipil karena dinilai menentang hak-hak perempuan.
Harlem Shake
Hujan
protes terus berlangsung hampir setiap pekan. Tidak hanya turun ke
jalan dan menyerukan agar Morsi turun dari jabatan, para demonstran juga
memprotes Morsi dengan cara yang unik. Yakni lewat goyangan getar menggila, "Harlem Shake".
Sekitar
70 demonstran, kebanyakan pria, menarikan 'Harlem Shake' di depan
Kantor Pusat Ikhwanul Muslimin, setelah menyuarakan slogan antipartai
pengusung Presiden Morsi tersebut.
"Turunkan aturan pemimpin
tertinggi," teriak para pemrotes setelah menari, menunjuk pada pemimpin
spiritual Ikhwanul Muslimin, Mohammed Badie. "Revolusi akan terus
berlanjut."
Seolah belum puas dengan goyangan 'Harlem Shake',
demonstran tak habis akal untuk mengejek sang presiden. Lewat inspirasi
Mario Bros, para pemrotes menjadikan Morsi sebagai tokoh utama game tersebut.
Dengan semangat meledek, kepala Morsi dijadikan bulan-bulanan tokoh Mario yang berkelana menuju sebuah misi mengalahkan raja utama. Persis sekali bak permainan Mario Bros si tukang ledeng.
22 Juta Tanda Tangan
Berbagai
macam bentuk protes telah dilancarkan. Tapi tetap saja Morsi tak
memperdulikan. Alhasil, demonstrasi semakin menjadi-jadi. Januari,
Februari, Maret, April, Mei, dan Juni, protes besar terus bergulir tak
henti.
Hingga pada akhir Juni, tepatnya tanggal 30, 22 juta tanda tangan dalam petisi terkumpul dari para warga Mesir, sebagai sinyal sepakat untuk menggulingkan Morsi.
"Dalam
petisi kami, sudah terkumpul 22.134.465 juta tanda tangan," kata juru
bicara kelompok oposisi Mahmud Badr, seperti diwartakan Al Jazeera.
Mahmud
menjelaskan, jumlah tanda tangan ini meningkat dari sebelumnya yang
berjumlah 15 juta paraf. Artinya, jumlah warga Mesir yang ingin Presiden
Morsi mundur bertambah.
Sangat ironis dibanding pemilihan
presiden tahun lalu. Ada 13 juta penduduk atau 51,7 persen yang memilih
Morsi untuk menjadi presiden. Namun kini keadaan berubah. Dukungan
banyak beralih menjadi tentangan.
Ultimatum 48 Jam
'Skenario' penggulingan terus berlanjut. Sepuluh menteri Mesir mengajukan
pengunduran diri setelah terjadi unjuk rasa besar-besaran menentang
pemerintahan Presiden Mohammed Morsi. Namun, Perdana Menteri Mesir
Hisham Qandil menolak pengunduran diri para menteri tersebut.
Tak
lama kemudian, militer Mesir memberikan ultimatum kepada semua kekuatan
politik di negeri itu. Militer memberikan waktu 48 jam sejak Senin 1
Juli malam untuk semua pihak, penentang dan pendukung Morsi, untuk
menyelesaikan konflik mereka. Jika tidak, militer akan turun tangan.
Dalam
kurun waktu ultimatum militer itu, baik penentang dan pendukung Morsi
menggelar aksi demonstrasi. Sempat terjadi bentrok antar-kedua kubu yang
berujung puluhan korban tewas dan pemerkosaan terhadap demonstran wanita.
Kudeta
Waktunya
sudah habis, 48 jam telah berlalu sejak ultimatum diumumkan. Namun
situasi tetap tegang tak terkendali. Artinya, sudah waktunya bagi
militer untuk bertindak menyelesaikan semuanya. Di bawah komando
Jenderal Abdul Fattah Al-Sisi, militer mengambil alih kekuasaan Presiden
Morsi.
Transisi politik ini diumumkan langsung oleh al-Sisi
setelah bertemu dengan sejumlah pemimpin politik, pemimpin agama, dan
pemimpin muda.
"Dalam pertemuan, telah disepakati peta jalan
untuk masa depan yang menyangkut langkah-langkah awal untuk mencapai
pembangunan masyarakat Mesir yang kuat dan kohesif dan tidak
mengecualikan siapa pun dan mengakhiri ketegangan dan perpecahan," kata
al-Sisi.
Kelompok militer menduduki sejumlah
tempat strategis pemerintah, seperti Kantor Stasiun Televisi Pemerintah
dan Istana Presiden. Mereka juga mencabut konstitusi Mesir.
Militer
mengerahkan tank dan tentara ke sekitar Istana Presiden di Kairo.
Kendaraan lapis baja juga ditempatkan di luar stasiun televisi negara
yang berada di tepian Sungai Nil.
Morsi Ditahan atau Dideportasi?
Bagaimana nasib Morsi
setelah dilengserkan? Juru bicara Ikhwanul Muslimin -- partai yang
membesarkan Morsi -- Gehad El-Haddad menyatakan, Morsi saat ini tengah
mendekam di tahanan rumah di Markas Garda Republik, Kairo. Ia kemudian
dipindah ke Kantor Menteri Pertahanan.
"Untuk saat ini, ia berada di tahanan rumah," ungkap Gehad kepada CNN.
Kabar lain menyebut Morsi dideportasi militer ke luar negeri. Namun menurut laporan kantor berita Mesir, MENA dan EgyNews, Morsi menolak pergi dari negaranya.
Nasib
dan keberadaan Morsi saat ini masih simpang siur. Yang pasti, ia telah
dikudeta dan kekuasaan negara saat ini diambil alih militer yang
kemudian menunjuk Kepala Mahkamah Konstitusi Adli Mansour sebagai
presiden sementara.
Selain Morsi, rekan dekatnya juga ditahan.
Yakni mantan Ketua Ikhwanul Muslimin Mohamed Mahdi Akef dan pemimpin
partai saat ini, Mohamed Badei.
Gehad menyebut aksi kudeta
militer dan penangkapan petinggi partainya mengundang banyak pertanyaan
dan teka-teki. Ada apa di balik semua ini.
"Ini (kudeta dan penangkapan) patut dipertanyakan. Mereka berusaha untuk menjatuhkan Ikhwanul Muslimin."
Siapa Pemimpin Baru Mesir?
Beberapa
jam setelah Morsi dilengserkan, Ketua Mahkamah Konstitusi yang baru
menjabat 2 hari, Adli Mansour ditunjuk sebagai presiden sementara.
Bukan
kekuasaan sejati dan kesenangan bak raja yang didapat Presiden baru
Mesir ini. Tapi kerja ekstrakeras untuk tugas yang superberat.
Jenderal
al-Sisi mempercayakannya untuk menggelar pemilu baru demokratis sambil
menjaga stabilitas negara. Dan yang paling rumit, menjaga agar tidak
terjadi perang saudara antara kaum Ikhwanul Muslimin dan kelompok
sekuler.
Mansour juga harus menghadapi desakan kelompok Ikhwanul Muslimin yang hingga saat ini menolak penjungkalan Morsi.
Dalam lansiran media lokal Anadolu, Mansour tengah menyusun pemerintahan darurat sementara. Pemerintahan sejenaknya nanti diisi oleh para teknokrat.
Mansour juga disebutkan bakal membentuk komite khusus untuk membenahi konstitusi yang dianggap telah usang.
Meski
hanya menjabat dalam waktu singkat, Mansour optimis bisa membawa Mesir
menjadi negara demokratis untuk semua, modern dan beradab, sesuai
konstitusional.
Di balik itu semua, banyak yang tak mengenal
sosok Mansour. Ia benar-benar mulai dikenal sejak aksi demonstrasi akhir
Juni lalu. Juga saat ia ditunjuk sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.
Ketika
itu, ada kelompok bernama 'Al-Sha'ab Yureed' (Tuntutan Rakyat) yang
membagi-bagikan petisi berisikan daftar kandidat presiden. Salah satu
nama yang tercantum adalah Mansour. Mulai saat itulah, Mansour dikenal.
Namun
demikian, Mansour diketahui memiliki rekam jejak pemerintahan yang
positif. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi di
bawah pemerintahan Mubarak sejak tahun 1992. Terhitung, sudah 21 tahun
Mansour memegang posisi itu, dan menjadi hakim terlama di Mesir.
Selama
menjadi hakim itu pula, Mansour telah berkontribusi dalam menyusun
Undang-Undang Pemilu tahun 2012 hingga membuahkan hasil pemilu yang
penuh demokratis dan terpilihnya Morsi.
Lewat sejumlah pencapaian
ini, Jenderal al-Sisi mempercayakannya untuk menjalankan pemerintahan.
Bisakah Mansour membawa Mesir menuju perubahan demokratis sejati dan
menjauhkan Negeri Piramida itu dari ancaman perang saudara?
(Riz)
(Rizki Gunawan)
Sumber
Senin, 24 Maret 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar