Muhammad Saw, Nabi Akhir Zaman
NABI Muhammad saw adalah nabi terakhir, penutup semua nabi dan diutus sebagai nabi akhir zaman. Dari Ibnu Umar ra bahwa Nabi saw bersabda: “Aku diutus saat dekatnya hari kiamat dengan pedang sehingga hanya Allah lah yang disembah yang tiada sekutu bagiNya, dan dijadikan rizkiku di bawah naungan tombakku, dan dijadiakn kehinaan dan kenistaan terhadap orang yang menyalahi perintahku, serta barangsiapa yang menyerupai sebuah kaum maka dia termasuk dalam golongan mereka.”
Hadits ini mengandung hikmah yang besar, pelajaran yang bermanfaat di mana kita seharusnya merenunginya dan berfikir tentangnya dengan penuh tadabbur. Hadits ini telah disyarahkan oleh Al-hafiz Ibnu Rajab Al-Hambali dalam sebuah risalah yang kecil:
Sabda Rasulullah saw: “Aku diutus saat dekatnya hari kiamat”. Artinya sesungguhnya Allah mengutus Rasulullah saw sebagai da’i agar manusia mentauhidkan Allah swt dengan menggunakan pedang setalah memberikan mereka berbagai hujjah, maka orang yang tidak menerima seruan tauhid ini dengan Al-Qur’an, hujjah dan pejelasan secara lisan maka dia harus dilawan dengan pedang. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” QS. Al-Hadid: 25
Hadits ini memberikan sebuah isyarat tentang dekatnya jarak masa antara diutusnya Nabi saw dengan hari kiamat. Dari Anas ra bahwa sesungguhnya Nabi saw bersabda: “Aku telah diutus sementara jarak antara diriku dan hari kiamat seperti ini,” Anas mengatakan: Dan beliau saw menggabungkan antara jari telunjuk dengan jari tengah.
Dan sabda Nabi saw yang mengatakan: “Sehingga hanya Allah lah yang disembah yang tiada sekutu bagiNya,” inilah tujuan utama dan terbesar diutusnya Rasulullah saw dan para Rasul sebelum beliau. Sebagaimana firman Allah swt: Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku”. (QS. Al-Anbiya’: 25)
Allah swt berfirman: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut….” (QS. Al-Nahl: 36)
Bahkan itulah yang menjadi tujuan diciptakannya makhluk sebagaimana ditegaskan di dalam firman Allah swt: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Al-Dzaryiat: 56)
Maka tidaklah Allah menciptakan mereka kecuali agar mereka beribadah kepada Allah, dan Allah telah mengambil janji dari mereka ketika mereka dikeluarkan oleh Allah dari tulang rusuk Adam alaihis salam, sebgaimana firman Allah swt: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi.” (QS. Al-A’raf: 172)
Dan sabda Nabi saw yang mengatakan: “Dan dijadikan rizkiku di bawah naungan tombakku, ….,” hadits ini mengisayartkan bahwa Allah swt tidak mengutus Nabi saw untuk mengumpulkan dunia atau menghimpunnya, dan tidak pula bersungguh-sungguh untuk mencari sebab-sebab terkumpulnya harta dunia, namun beliau saw diutus sebagai da’i yang menyeru kepada tauhid dengan menggunakan pedang, maka tuntutan perkara tersebut adalah perintah untuk membunuh semua musuh-musuh yang tidak mau menerima da’wah tauhid ini.
Sesungguhnya harta rampasan perang tersebut diberikan oleh Allah kepada Bani Adam sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah dan taat kepadaNya, maka barangsiapa yang memanfaatkan hartanya untuk kepentingan syirik dan kufur kepada Allah maka maka Allah akan menguasakan RasulNya dan para pengikut beliau maka mereka mencabut harta tersebut dan mengembalikannya kepada hamba yang lebih utama menerimanya, yaitu mereka yang beribdah kepada Allah, bertuhid dan taat kepadaNya, oleh sebab itulah harta rampasan perang disebut dengan fa’i sebab dia kembali kepada orang yang lebih berhak darinya dan untuk tujuan itulah harta itu diadakan. Allah swt berfirman: “Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang Telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik..,” (QS. Al-Anfal: 69)
Dan ini adalah di antara keistimewaan yang brikan oleh Allah kepada beliau saw dan umatnya, sesungguhnya Allah telah menghalalkan bagi mereka harta rampasan perang. Sabda Rasulullah saw: “dijadikan kehinaan dan kenistaan terhadap orang yang menyalahi perintahku.” Hal ini menunjukkan bahwa kemuliaan dan ketinggian di dunia akherat dengan mengikuti perintah Rasulullah saw, karena beliau mengikuti perintah Allah swt. Allah swt berfirman: “Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin,…”. (QS. Al-Munafiqun: 8).
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, Maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.” (QS. Fathir: 10)
KEHINAAN dan kerendahan akan terjadi karena menyalahi perintah Allah. Dan orang yang menyalahi perintah Allah dan Rasul terbagi menjadi tiga kelompok:
Pertama,orang yang menyalahi perintah Allah dan Rasul-Nya karena keyakinan, tidak ada kewajiban mentaati Allah dan Rasul. Seperti penolakan orang-orang kafir dan ahli kitab yang tidak mau mentaati Rasulullah Saw, maka mereka termasuk orang-orang yang hina dan rendah. Oleh karena itulah, Allah Swt memerintahkan untuk memerangi ahli kitab sehingga mereka memberikan jizyah dengan tangan mereka dalam keadaan hina dan dina. Begitu juga dengan orang-orang Yahudi, mereka mendapat kehinaan dan kerendahan sebab kekafiran mereka dengan Rasulullah Saw adalah kekafiran yang bersifat penentangan.
Kedua, Orang yang berkeyakinan mentaatinya lalu menentang perintahnya dengan bermaksiat maka mereka tetap mendapat kehinaan dan kenisataan. Hasan Al-basri berkata: “Sesungguhnya sekalipun mereka di injak-injak oleh kaki keledai, dan digilas olek kaki kuda niscaya kehinaan maksiat akan tetap melekat di dalam hati mereka, sungguh Allah pasti akan menghinakan orang yang bermaksiat kepada-Nya.”
Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Ya Allah tinggikanlah kami dengan taat kepada-Mu dan janganlah Engkau menghinakan kami dengan bermaksiat kepada-Mu”. Abul Ataiyah berkata dalam sebuah syairnya:
Ketahuilah sesungguhnya pada ketakwaan itulah kemuliaan dan ketinggian
Dan sungguh mencintai dunia itu sebagai sumber kehianaan dan kenistaan
Dan bukanlah ketaqwaan seseorang sebagai cermin bagi kekurangan dirinya
Jika ia telah mewujudkan taqwa baik sedikit maupun banyak
Ketiga, orang yang menyalahi perintah Rasulullah Saw dari para pelaku syubhat, mereka adalah pengikut hawa nafsu dan pelaku bid’ah. Maka mereka mendapat kehinaan dan kenistaan sama seperti jauhnya mereka dari perintah Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan.” (QS. Al-A’raf: 152)
Para pelaku bid’ah dan pengikut hawa nafsu adalah orang-orang yang membuat kebohongan atas Allah. Dan bid’ah mereka berkembang menjadi besar jika mereka banyak membuat kedustaan atas Allah swt. Allah swt berfirman:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nuur: 63)
Ibnu Rajab Al-Hambali ra berkata: “Di antara bentuk kehinaan yang paling besar karena menyalahi perintah Rasulullah Saw adalah meninggalkan berjihad terhadap musuh-musuh Allah, maka barangsiapa yang menempuh jalan Rasulullah Saw dalam berjihad maka dia akan mulia, dan barangsiapa yang meninggalkan jihad padahal dia mampu melakukannya maka dia akan terhina.”
Dari Ibnu Umar ra bahwa Nabi Saw bersabda:
“Jika kalian berjual beli dengan cara Al-inah, rela dengan tanaman dan meninggalkan berjihad maka Allah akan menguasakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan dicabut oleh Allah dari kalian kecuali jika kalian kembali kepada agama kalian”.[3]
Nabi saw pernah melihat besi cangkul untuk bercocok tanam, maka Nabi Saw bersabda: “Tidaklah dia memasuki rumah suatu kaum kecuali kaum tersebut akan dirasuki kehinaan.” Maka barangsiapa yang meninggalkan sunnah Nabi Saw dalam berjihad padahal dia mampu melakukannya, lalu sibuk mengurusi dunia sekalipun dengan jalan yang halal, maka dengannya dia akan merasakan kehinaan, lalu bagiamana jika umat ini meninggalkan jihad karena sibuk mengejar dunia dengan cara yang haram?[4]
Dan Sabda Rasulullah Saw yang mengatakan: “Barangsiapa yang menyerupai sebuah kaum maka dia termasuk dalam golongan mereka.” Hadits ini menjelaskan dua perkara:
Pertama, menyerupai orang-orang buruk, seperti orang-orang kafir, fasik dan pelaku maksiat, dan Allah telah mencela mereka yang menyerupai mereka dalam keburukan mereka. Allah Swt berfirman:
“…dan kamu telah menikmati bagian kamu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya…”QS. Al-Taubah: 96.
Dan Nabi Saw telah melarang umatnya menyerupai orang-orang musyrik dan ahli kitab. Beliau melarang medirikan shalat pada saat terbitnya matahari dan pada saat tenggelamnya, Nabi Saw juga melarang mencukur jenggot dan mengucakan salam kepada orang Yahudi dan Nasrani dan larangan lainnya.
Kedua, menyerupai orang-orang yang baik dan bertaqwa. Perbuatan ini baik dan dianjurkan, oleh karena itulah dianjurkan bagi kita untuk mengikuti Nabi Saw dalam perkataan, perbuatan dan gerak-gerik beliau. Dan inilah tuntutan cinta yang benar kepada Nabi Saw, sebab seseorang akan dibangkitkan bersama orang yang dicintainya, dan harus mengikuti perbuatan orang yang cintai sekalipuan orang yang mencintai tersebut lebih rendah derajatnya di sisi Allah dari orang yang dicintainya. Wallahualam bishawab.
[sm/islampos/alamintaegusouthkorea]
[1] Musnad Imam Ahmad: 2/92
[2] Shahih Bukhari: 4/192 no: 6504 dan shahih Muslim: 4/2269 no: 2951
[3] Sunan Abi Dawud 3/275 no: 3462
[4] Syarah Hadits: Yatba’ul Mayyita tsalatsatun, Ibnu Rajab Al-hambali
0 komentar:
Posting Komentar