TIDAK ada kata yang pas selain menyebut Yahudi sebagai bangsa purba.” (Arnold Toynbee, Sejarawan Inggris)
Mungkin Yahudi adalah salah satu agama dimuka bumi ini yang
menjadikan pembunuhan dan kematian sebagai jalan penyatuan hidup bersama
Tuhan. Pembunuhan dan darah adalah dua kata yang tidak terpisahkan dari
kehidupan bangsa Yahudi dari zaman batu hingga masa kini. Jika setiap
hari anda menyaksikan kengerian dan kebrutalan dari pembantaian yang
dilancarkan zionisme Yahudi di muka bumi ini, ketahuilah bahwa nenek
moyang mereka telah memulainya ribuan tahun lamanya.
Adalah sejarawan terkemuka Yahudi, Josef Kastein (1860-1946), dalam bukunya History of Jews
yang mengatakan bahwa yang menjadi dasar ritual pembunuhan bangsa
yahudi karena menurut pandangan kaum Yahudi darah adalah tempat jiwa
bersemayam.
Kaum Yahudi zaman dahulu menjadikan darah orang Kristen untuk
dikeluarkan dari tubuhnya lalu diminumnya. Mereka percaya bahwa dengan
meminum darah tersebut, mereka akan meraih apa yang mereka inginkan.
Mulai dari tubuh yang sempurna hingga otak yang memiliki kecerdasan
segalanya. “Because of this belief, the Jews are known to have practiced
drinking blood since they made their first appearance in history,”
tandas Willie Martin dalam tulisannya The History of Jewish Human Sacrifice.
Ritual yang dilaksanakan kaum Yahudi ini pun sangat mengerikan dan
menakutkan. Satu orang korban bisa dibunuh secara bergerombol di tempat
keramaian. Ada pula korban yang diikat tangannya, dan sebuah benda tajam
mulai mencincang leher mereka. Tidak sedikit pula perut para korban
digunting untuk mengeluarkan darah sebanyak-banyaknya. Deras darah
tersebut akan ditadah sebagai persembahan dalam jamuan ritual Yahudi.
Tanpa ada gurat penyesalan atas matinya korban, para rabbi Yahudi
tersebut malah sibuk mengeringkan darah untuk kemudian dituangkan ke
dalam bejana berisi anggur dan roti. Dengan jemari kirinya, seorang
Pendeta Yahudi akan mengaduk-aduk berbagai campuran yang sudah
dimasukkan sambil membaca mantera “Dam Issardia chynim heroff Jsyn prech harbe hossen mashus pohorus,” (EROD,
VII, 12) yang artinya “Kami mohon agar Tuhan mau menurunkan sepuluh
wabah atas semua musuh agama Yahudi (termasuk Islam).”
Kekejeman
demi kekejaman seperti ini amat dimungkinkan oleh mereka, karena Yahudi
adalah agama yang menganut teologi permusuhan. Maka tak heran, dalam
melaksanakan ritualnya para pendeta Yahudi akan berdoa agar para goyim
diberikan tempat di neraka. Ghoyim sendiri adalah orang-orang yang
berada diluar agama Yahudi. Mereka beranggapan Ghoyim adalah makhluk
najis bahkan lebih hina dari binatang seperti termaktub dalam ayat-ayat
Talmud: “Orang-orang non-Yahudi harus dijauhi, bahkan lebih daripada babi yang sakit,” (Orach Chaiim 57, 6a). “Orang-orang Yahudi disebut manusia, tetapi non-Yahudi tidak tergolong manusia. Mereka adalah binatang,“ (Talmud: Baba Mezia 114b)
Setelah mengucapkan mantera tersebut, sang Pendeta akan terlihat
menangis. Tangisan haru yang tentu ditujukan bukan untuk mengasihi kita
orang Islam yang menurut mereka akan dicemplungkan ke dalam api neraka
neraka, namun tangisan itu lebih untuk menunjukkan pelampiasan emosional
mereka dalam menjalani ritual.
Pesta Paskah Yahudi sendiri hanyalah satu dari kesekian festival yang
dijadikan hari dimana ritual meminum darah dilakukan. Ia adalah
perayaan yang diselenggarakan pada hari ke-14 dalam bulan yang disebut Nisan (Imamat 23:4; Bilangan 9:3-5, Bilangan 28:16) atau bulan pertama kalender Ibrani selama delapan hari. Festival ini berakhir pada hari ke-21 Nisan di Israel, dan hari ke-22 Nisan di luar Israel dan dirayakan untuk memperingati keluarnya bangsa Israel dari Mesir.
Selama seminggu itu hanya roti yang tidak beragi yang boleh dimakan,
sehingga hari-hari itu juga disebut Hari Raya Roti Tidak Beragi.
Tua, muda, balita semuanya menjadi korban dari implementasi ajaran
kabbalah tersebut. Tidak ada sejarah pasti sejak kapan ritual pembunuhan
mulai rutin dilakoni Yahudi, namun Willie Martin menjelaskan usia dari
ritual ini hampir sama tuanya dengan orang Yahudi itu sendiri.
Selain Festival Paskah, Festival yang menjadi pelampiasan ritual
pembunuhan Yahudi adalah Festival Purim. Festival ini adalah sebuah
pesta kaum Yahudi yang dirayakan pada tanggal 14 dan 15 Adar (terakhir
berlangsung 20 Maret 2011). Pesta diselenggarakan dalam rangka
peringatan atas pembebasan bangsa Yahudi oleh Mordekhai dan Ester di
bawah raja Persia Ahasyweros. Dalam perayaan ini, banyak hal-hal unik
dapat ditemui. Salah satunya adalah penampilan berbeda para pria Yahudi
orthodox yang biasanya memakai busana hitam-hitam, begitu juga dengan
para wanitanya.
Sehari sebelum Festival Purim dilaksanakan, para Yahudi ini larut
dalam doa dan puja-puja kepada Tuhan-tuhan mereka. Tidak sedikit dari
mereka juga menjalani puasa. Namun tidak ada yang tahu bahwa tersimpan
cerita hitam dibalik perayaan yang memaksa Pemerintahan Israel kerap
menutup jalur Gaza dan Tepi Barat ini.
Adalah Dr. Arnold Sepencer Leese (1878–1956), seorang Cendekiawan
Barat yang sukses menyingkap kabut misteri Festival Purim yang teramu
dalam bukunya, Jewish Ritual Murder. Dalam bukunya, Dr. Leese
menceritakan kisah seorang pendeta Kristen asal Italia bernama Francois
Antoinne Thomas yang bepergian ke Suriah guna melakukan kerja amal
kepada masyarakat setempat. Pada 5 Februari 1840, ia telah diminta oleh
penduduk sebuah perkampungan Yahudi untuk mendermakan obat-obatan kepada
Anak-anak di sekitat situ.
Saat pulang, Thomas berkenalan dengan seorang Yahudi yang bernama
Daud Hariri dan memenuhi permintaan Daud untuk singgah di rumahnya.
Tanpa mengetahui, undangan itu ternyata hanyalah sebuah satu perangkap.
Di rumah Daud telah siap beberapa orang Yahudi menunggu kedatangan
Thomas.
Mereka
adalah bapak-saudara Daud, 2 orang adik dan 2 orang Rabbi. Tanpa belas
kasihan, kaki dan tangan Thomas diangkat, mulutnya disumbat dengan
sehelai sapu tangan.
Setelah hampir senja, seorang tukang gunting rambut bernama Sulaiman
(seorang Yahudi) dipanggil untuk membantai Thomas. Tukang gunting itu
agak takut-takut tetapi Daud sendiri mengeluarkan pisau lantas ikut
terlibat sambil dibantu oleh Harun, Hariri, adik Daud.
Darah Thomas ditempatkan dalam sebuah tempat kemudian diberi kepada
Rabbi Yaakub al-Antabi untuk diteruskan dalam sebuah acara. Rabbi Yaakub
menyapu darah segar itu pada roti suci dan dipuja untuk hidangan
Festival Purim yang bakal berlangsung pada 14 Februari 1840.
Mayat Thomas kemudian dipotong kecil-kecil dan dibuang ke tempat
pembuangan sampah. Selepas itu mereka menunggu pula kedatangan pembantu
Thomas, Ibrahim Ammar yang datang untuk mencari keberadaan Thomas.
Naas, Ibrahim menerima nasib serupa. Ia menjadi korban upacara Festival
Purim yang ditunggu-tunggu golongan Yahudi itu.
Kasus inipun kemudian memancing perbincangan besar-besaran di
masyarakat Eropa, Amerika, dan dunia Arab. Itu hanyalah satu kasus.
Karena beberapa korban Purim lainnya juga mengalami nasib tragis.
“JIKA bangsa-bangsa lain (non-Yahudi) tahu apa yang kita ajarkan terhadap mereka, mereka akan membunuh kami,” (Dibre David, Sarjana Yahudi).
Sabtu, 29 Januari 2011 rakyat Kota Sevastopol, Ukraina dibuat geger.
Dua tubuh gadis belia berusia 10 dan 11 tahun ditemukan tergeletak tanpa
nyawa. Dua korban ini dikabarkan menghilang sejak 4 Januari 2011 dan
belum juga diketemukan hingga berminggu-minggu kemudian. Koran-koran
Ukraina sempat mengabarkan kepergian dua gadis belia ini. Para polisi
pun sibuk lalu-lalang mencoba menemukan jasad korban. Anak-anak
digeledah dan foto kedua korban secara teratur ditampilkan rutin pada
layar kaca. Setiap hari, puluhan peserta forum Sevastopol berkumpul
disiang hari pada pusat perbelanjaan Ocean. Dengan kelompok kecil,
mereka menyisir tiap wilayah dan memasang foto korban di tiap dinding.
Akan tetapi, semuanya sia-sia hingga seekor anjing mencium bau di tengah
kota ketika dibawa pemiliknya keluar rumah.
Kejadian inipun kemudian berbuntut panjang. Pihak ahli mengatakan
tubuh korban ditemukan dalam kondisi tidak wajar. Bahwa bekas luka pisau
menunjukkan mereka mulanya dilukai secara perlahan, dan kemudian
dibunuh dengan tusukan pisau dengan intensitas satu hingga dua kali.
Kedua tubuh korban pun juga terbelah menjadi empat bagian. Suatu tindak
pembunuhan yang aneh untuk ukuran orang dewasa sekalipun.
Belum reda keterkejutan masyarakat atas aksi keji ini, Vitaly
Kharamov Pemimpin masyarakat Cossack Crieman mulai memberikan titik
terang siapa dalang dibalik pembunuhan sadis ini. Dalam kesimpulannya,
modus pembunuhan dengan cara mematikan korban perlahan-lahan lewat
tusukan ke tubuh korban hanya dapat dijumpai dalam ritual Yahudi. “Luka
pisau pertama merupakan luka kecil, yang khas dengan tipikal untuk
Talmud atau ritual kabbalistik, metode ini digunakan untuk menghilangkan
darah korban,” tandasnya seperti dilansir kantor berita Ukraina, New Region.
Rupanya ini bukanlah kejadian pertama yang menimpa negara di bagian
Timur Eropa itu. Pada tanggal 3 Desember 2009, beberapa laman web dari
Ukraina juga menampilkan fakta kasus penyelundupan 25.000 anak-anak
warga Ukraina ke negara Israel. Tindakan tak berperikemanusiaan ini
dipercayai bertujuan mengambil organ-organ anak-anak tersebut.
Pengungkapan kasus ini dilakukan oleh beberapa orang ahli akademik
Ukraina dalam satu persidangan yang berlangsung di Kiev, Ukraina. Isu
ini juga timbul selepas berita dari tabloid Sweedia memunculkan isu
pembunuhan warga sipil Palestina oleh tentera-tentera Israel guna
mengambil organ tubuh mereka.
Ketika kita berbicara pembunuhan dalam doktrin Yahudi, maka kita
tidak boleh melepaskan diri dari teologi Yahudi. Dari situlah ritual itu
muncul bahkan dianjurkan. Willie Martin, seorang pengamat Sejarah
Yahudi, menuding bahwa hukum-hukum rahasia Yahudi yang didasarkan pada
prinsip dasar yang menyatakan: Hanya orang Yahudi adalah manusia menjadi
dalang serangkaian aksi ritual kematian Yahudi. Bahwa semua non-Yahudi
adalah binatang dan binatang boleh dimatikan. Konsekuensi logis dari
kepercayaan ini makan Teologi Yahudi membuka ruang baginya untuk
mencapai tujuan dengan segala cara. Persis seperti doktrin
Machiavelli. “Orang Yahudi mungkin berbohong, menipu dan mencuri dari
orang non Yahudi. Mereka mungkin memperkosa dan membunuh,” tegasnya
ketika menulis The History of Jewish Human Sacrifice.
Jauh sebelum Willie Martin mengungkapkan fakta-fakta mengerikan
tersebut, Herodotus seraong Sejarawan terkemuka di zaman Yunani Kuno
sudah mengingatkan akan bahaya ajaran Yahudi. Orang yang hidup pada
abad keempat sebelum masehi ini digadang-gadang sebagai sejarawan
pertama sekaligus peneliti adat pembunuhan Yahudi. Dalam tulisannya di
Vol II halaman 45, Herodotus menemukan fakta bahwa telah menjadi
kebiasaan ketika orang Yahudi mengorbankan para manusia untuk Dewa
Molokh. Adat ini menjamur di berbagai umat Yahudi sebagai ritual yang
harus dijalani. WRF Browning dalam Kamus Alkitab-nya
menyebutkan bahwa Molokh adalah dewa yang menjadi muara persembahan
korban anak-anak di Tofet dekat Yerusalem. Meski berisi ritual yang
diluar keimanan, ajaran Molokh sangat berkembang pesat di Wilayah Kanaan
kuno dan sulit dibasmi oleh siapapun. Hal ini pun termaktub dalam
Alkitab.
Bangsa-bangsa Kanaan mengorbankan bayi kepada dewa-dewa mereka
sebagai bagian dari ritual keagamaan mereka. Perbuatan tercela ini
dengan tegas dilarang oleh Allah (bd: Im 20:2-5; Yer 32:35)
Hal sama juga pernah ditemukan pada tahun 169 SM. Flavius Yosefus (37 M-Meninggal Abad 2 M), seorang ahli sejarah Yahudi dalam Againts Apion yang
merupakan buku terbaik mengenai sejarah Yahudi mengetengahkan kisah
ketika Raja Antokius Epifanes dari Syria mendapati seorang Yunani tengah
mengumpat di sebuah kamar rahasia. Orang Yunani ini meminta sang Raja
untuk menolong nyawanya.
Alasan korban memang logis. Saat itu ada
sebuah hukum berlaku bagi orang Yahudi untuk mengorbankan manusia pada
waktu-waktu tertentu di tiap tahunnya. Karenanya, mereka mencari orang
asing yang bertujuan membuat tubuh mereka bugar. Jalannya sangat
mengerikan. Yosefus menceritakan calon korban akan digelangan terlebih
dahulu masuk ke dalam hutan. Ketika mereka tengah berada di hutan, maka
orang-orang Yahudi ini akan memakan daging mereka. Sedangkan beberapa
darah yang keluar akan menjadi jamuan minum mereka. Ironisnya, tanpa ada
rasa bersalah terlebih dosa, sisa-sisa tubuh para korban terbuang ke
dalam sebuah lubang. Sekali lagi kita harus ingat, bahwa dalam doktrin
Yahudi kelompok ghoyyim adalah binatang. Dan binatang tidak pantas
diperlakukan sama dengan manusia sempurna.
Raja Antokius Epifanes memang terkenal otoriter terhadap Yahudi.
Sejak tahun 175 SM, ia banyak mengeluarkan kebijakan melarang
praktik-praktik keagamaan Yahudi. Hingga pada tahun 167 SM, Matatias,
bersama-sama dengan anak-anaknya yang lain, seperti Yehuda, Eleazar,
Simom, dan Yonatan, mulai melancarkan aksi pemberontakan terhadapnya.
Setelah kematian Matatias pada 166 SM, Yehuda mengambil alih pimpinan
pemberontakan itu sesuai dengan pesan ayahnya sebelum meninggal
dunia. Kitab 1 Makabe memuji keberanian dan bakat kemiliteran Yehuda,
mengatakan bahwa sifat-sifat tersebut membuat Yehuda sebagai pilihan
yang tepat untuk menjadi panglima yang baru. Nafsu Yahudi menggoyang
kedudukan Antokius memang dipicu muatan teologis agar Yahudi bisa
demikian bebas menjalankan segala ajarannya.
Kejadian demi kejadian pembasmian bangsa Non Yahudi dengan dalih
ritual terus berlangsung hingga di abad-abad awal masehi. Pada tahun 418
Masehi, kabar menyeruak bahwa seorang anak laki-laki telah disalib oleh
orang Yahudi. Kejadian ini berlangsung antara Aleppo (Suriah) dan
Antokia (Turki). Satu tahun berikutnya antara Chalcis dan Antiokhia,
kembali dilaporkan bahwa orang Yahudi telah mengikat anak laki-laki di
kayu salib pada hari libur dan dicambuk hingga mati. Enam abad
berikutnya, tepatnya pada tahun 1071 M, beberapa Yahudi dari Blois
menyalib seorang anak selama perayaan Paskah. Tubuh anak itu diletakkan
ke dalam karung dan dilemparkan ke dalam sungai. (Robert dari Mons,
Senin Germ.. Versi. Script VI 520).
Dan yang paling menyeramkan terjadi di Norwich pada tahun 1114 Masehi. Seperti termuat dalam dokumen Acta Sancta,
bahwa selama perayaan Paskah, St William telah diikat oleh orang Yahudi
lokal. Ia digantung dari salib, dan darahnya terkuras dari luka di
sisinya. Orang Yahudi menyembunyika mayatnya di sebuah hutan. Dan proses
ritual seperti itu masih terjadi sekarang ini.
“Tidak ada yang lebih baik dari merayakan Paskah dengan memakan Matzah.”
KATA-kata di atas mendadak heboh ketika Ido Kozikaro,
seorang pemain Basket Tim Nasional Israel mempostingnya di Facebook pada
April 2012 lalu. Kalimat tersebut tentu bukan sembarang kalimat, karena
jika anda seorang peneliti Yahudi khususnya teologi, maka anda akan
menemukan bahwa Matzah adalah sebutan bagi roti tradisional yang dimakan
orang Yahudi
selama perayaan liburan Paskah dengan bahan baku darah anak laki-laki
Muslim dan Kristen. Jadi Matzah bukan sekedar makanan biasa, dia murni
ritus Kabbalah yang sama sekali tidak pernah dibawa oleh ajaran Tauhid
Nabi Musa as.
Lantas apa yang terjadi pasca Kozikaro memposting status
kontroversial tersebut? Ia mendapatkan caci maki? Sumpah serapah
disana-sini? Tentu tidak, karena orang-orang Yahudi paham betul maksud
Kozikaro. Yang terjadi adalah Komentar status pria kelahiran 8 Januari
1978 sontak banjir dukungan. “Kami berharap untuk berbagi ini denganmu,”
tegas salah seorang kerabatnya.
Ritual mengkonsumsi darah anak itu sendiri bukanlah barang baru bagi
kelompok Yahudi. Ritual ini telah menjadi dogma yang membumi dalam
kepercayaan Kabbalah ribuan tahun lamanya. Meminum darah adalah simbol
keperkasaan, kekuatan, hingga kebanggaan bagi seorang Yahudi. Tidak
jarang ritus meminum najis ini mendapatkan legitimasi imani yang
berangkat dari doktrin bible. Thomas of Cantimpré (1201-1271), seorang
Teolog Katolik Roma yang juga Profesor Filsafat kenamaan Gereja pernah
menulis secara khusus terkait hal ini. Ia mengatakan adalah sangat
meyakinkan bahwa orang-orang Yahudi di tiap tahunnya mengumpukan
darah-darah orang Kristen untuk para jema’at Yahudi. Karenanya tidak
heran dalam injil Mathius termaktub sebuah ayat persembahan darah
seorang anak Kristen. “Darahnya adalah tanggungan kami, dan anak-anak kami” (Matius 27:25).
Injil Matius sendiri menempati urutan pertama dalam Perjanjian Baru
dan dianggap kitab paling berbau Yahudi. Injil ini murni dibentuk oleh wolrdview Yahudi
baik dalam teks maupun spirit dibaliknya. “Walaupun ditutup dengan
pakaian Yunani, buku itu tetap berbau Yahudi dan menunjukkan ciri-ciri
Yahudi,” beber A. Tricot, seorang pakar Bible.
Hingga
kini kita ketahui bersama banyak anak Palestina diculik dan dibunuh
oleh tentara Yahudi. Tengah malam buta, para tentara menjemput paksa
mereka untuk digiring menuju ke penjara. Ironisnya mereka pun tidak
pernah mendapatkan keadilan dalam proses persidangan. Tuduhan demi
tuduhan sengaja dibuat oleh para tentara dari mulai menganggu keamanan
Israel hingga melempar batu ke wajah tentara semata-mata sebagai alibi
untuk menahan anak-anak Palestina. Hal inilah yang terjadi pasca
Intifadah pertama tahun 1987-1993. Nasib ribuan anak Palestina tidak
pernah dapat diindentifikasi dan menghilang bak ditelan bumi.
Tanpa
memiliki rasa belas kasih, Rabi Yahudi bernama Yitzhak Shapiro justru
menyatakan bahwa pembunuhan terhadap anak-anak Palestina, bahkan bayi
sekalipun adalah tindakan sah. “Tidak ada sesuatu yang salah terhadap
pembunuhan itu,” tegasnya dalam bukunya The King’s of Torah.
Menurut sejumlah kesaksian, sepanjang sejarah manusia, Yahudi biasa
menculik anak-anak atau para pemuda non-Yahudi atau yang mereka sebut Goyim dan
menjadikan mereka “tumbal” untuk ritual pembunuhan pelan-pelan yang
menyakitkan dengan luka yang biasanya 33 luka tidak mematikan,
membiarkan darah mereka menetes hingga korban itu meninggal dunia.
Bukti keterlibatan ritual sebagai otak dibalik pembunuhan anak-anak
dan remaja muslim kian diteguhkan oleh Dr Umayma Ahmad Al-Jalahma dari
Raja Faisal University. Ahad, 10 Maret 2002, Dr Al Jalahma sempat
membuat heboh ketika menulis artikel berjudul “The Jewish Holiday of
Purim” di harian Al Riyadh, sebuah harian terkemuka milik pemerintah
Saudi. Artikel yang menyoroti kebiadaban ritual Yahudi di Ar Riyadh
ini tentu menjadi sangat luar biasa. Terlebih hubungan Arab dan Amerika
sempat menegang pasca serangan 11/9 2001. Dalam dua bagian, Dr Al
Jalahma menyoroti secara khusus ritual dalam Pesta purim ketika para
pemuda muslim dan Kristen menjadi tumbal ajaran sesat Yahudi. Metodenya
pun sangat mengerikan. Ia menulis,
“Mari kita memeriksa bagaimana darah para korban ditumpahkan. Untuk
hal ini, sebuah jarum digunakan untuk mengucurkan darah ke dalam tong
yang seukuran tubuh manusia. (Jarum ini) menembus tubuh korban.. dan
darah korban mulai menetes dengan lambat. Dengan
demikian, korban menderita siksaan yang mengerikan – siksaan yang
memberi kenikmatan para vampir Yahudi karena mereka sangat hati-hati
memantau setiap detail dari darah yang tumpah dengan kesenangan dan
cinta yang sulit untuk dipahami.”
Ironisnya, setelah “pertunjukan” ini selesai dilaksanakan, para rabi
Yahudi betul-betul membuat ummat-Nya bahagia di masa liburan mereka. Ia
melayani jema’atnya secara syahdu dengan hidangan kue-kue di mana darah
dan manusia telah menyatu.
Dr.
Al Jalahma menyatakan metode pembunuhan yang digunakan untuk anak-anak
dan pemuda ini pun berbeda-beda. Setidaknya penghabisan nyawa lewat
jarum hanyalah satu metode diantara metode lainnya. Selain itu para rabi
Yahudi juga biasa membunuh korbannya dengan cara menyembelih leher
korban. Ia melanjutkan,
“Ada cara lain untuk menumpahkan darah yaitu darah korban dapat
disembelih layaknya domba disembelih, dan darahnya dikumpulkan dalam
sebuah wadah. Atau, pembuluh darah korban bisa dibelah
dibeberapa tempat membiarkan menguras darahnya dari tubuhnya, dan
mereka membiarkan darah para korban terkuras dari tubuhnya… Darah ini
sangat hati-hati dikumpulkan oleh para ‘rabbi, pendeta Yahudi,dan
seorang koki yang mengkhususkan diri untuk mempersiapkan berbagai jenis
kue.”
Ya sebuah data mengerikan mengenai kasus pembunuhan seorang anak demi
tumbal bernama ritual Yahudi. Kisah pilu nasib anak-anak muslim
Palestina hingga kini terus menjadi luka yang entah kapan bisa terobati.
Anak Palestina, Libanon, Suriah, atau bahkan anak kita mungkin hanya
menunggu waktu yang pada gilirannya akan menjadi korban berikutnya dalam
perayaan-perayaan Yahudi. “Karena ini bagian dari perintah agama kami!”
kilah Rabbi Yitzhak Shapiro, secara jujur dalam bukunya The King’s of Torah.
“Wahai Anakku, hendaklah engkau lebih mengutamakan fatwa dari ahli kitab (Talmud) daripada ayat-ayat Taurat.” (Talmud Kitab Erubin: 2b edisi Soncino).
MEMANG tidak berlebihan ketika seorang Sarjana Yahudi
bernama Dibre David begitu memendam kekhwatiran melihat ajaran agamanya.
Menurutnya, Yahudi berada dalam posisi terancam. Bagaimana tidak,
Yahudi adalah satu-satunya agama yang paling rasis diskriminatif ketika
berbicara agama lain. Superioritas diatas ras menjadi pijakan yang
membuat Yahudi berkembang menjadi agama “tanpa otak” ketika berbicara
manusia. Bahwa telah menjadi rahasia umum teks-teks dalam Talmud begitu
pongahnya kala menyentuh pembahasan goyyim (orang di luar Yahudi). “Jika
mereka tahu ajaran kami, maka mereka akan membunuhi kami,” tandas
Dibre.
Kekhwatiran Dibre David bisa jadi sangat beralasan, sebab Willie Martin dalam The History of Jewish Human Sacrifice
mensinyalir ayat-ayat Talmud telah menjadi pemicu dibalik serangkaian
ritual pembunuhan yang dilakukan oleh Yahudi. Bahkan Prof. Dr. Muhammad
Abdullah Asy Syarqawi, Guru Besar
Perbandingan Agama dalam bukunya
Talmud: Kitab Hitam Yahudi yang Menggemparkan menyimpulkan
bahwa Talmud nyatanya tidak saja menjelaskan konsep utama mengenai
spiritualitas Yahudi, tapi juga memprovokasi lahirnya kebencian tanpa
dasar kepada orang-orang di luar Yahudi. “Apa boleh buat, kini buku
karya para rabbi Yahudi ini sudah menjadi sebuah ‘Kitab Suci’ yang
menjadi dasar agama dan pedoman hidup (way of life) bagi
mereka. Dari buku ini mereka menyandarkan kesucian sikap dan hukum-hukum
pergaulan mereka dengan pihak luar dan dalam Yahudi. Talmud sudah
mempersembahkan kepada mereka sebuah surga jiwa yang abadi, yang menjadi
rujukan secara serampangan sambil lari dari dunia luar (non Yahudi),”
tegas Asy Syarqawi dalam pengantar bukunya.
Menurut Willi Martin, dengan mendasarkan diri bahwa hanya orang
Yahudi yang pantas disebut manusia sedangkan kelompok lain adalah
binatang, maka tak heran dalam Talmud beredar luas berbagai ayat yang
menunjukkan begitu murahnya nyawa seorang non Yahudi. Diantaranya
seperti beberapa ayat yang dikutip berikut ini:
“Diizinkan untuk mengambil tubuh dan kehidupan non-Yahudi.” (Sefer Ikkarim IIIC, 25)
“Ini adalah hukum untuk membunuh siapa pun yang menolak Taurat (Talmud – Sanhedrin 59B).
“(Dan) Orang Kristen termasuk yang menolak Taurat (Talmud) ” Coschen Hamischpat 425, Hagah 425, 5).
“Setiap orang Yahudi, yang menumpahkan darah orang durhaka
(non-Yahudi), sama dengan mempersembahkan kurban kepada
Allah.” (Bammidber Raba, c 21 & Jalkut 772).
Keleluasaan Yahudi untuk membunuh orang-orang diluar kelompoknya
semakin dimotivasi dengan kutipan beberapa ayat Talmud lainnya. Salah
satunya adalah penyebutan derajat manusia non Yahudi yang sama hinanya
dengan seekor hewan. Karenanya dengan hal ini Talmud hanya ingin
berpesan: Yahudi tidak perlu risih apalagi menunjukkan penyelasan mereka
sebagai manusia tanpa belas kasih!
“Orang-orang Yahudi disebut manusia, tetapi non-Yahudi bukanlah manusia. Mereka adalah binatang.” (Talmud: Baba Mezia 114b)
“Para Akum (Negro) adalah seperti anjing Ya, Alkitab
mengajarkan untuk menghormati anjing lebih daripada Akum itu.” (Ereget
Raschi EROD. 22, 30)
“Orang-orang non-Yahudi harus dijauhi, bahkan lebih daripada babi yang sakit.” (Orach Chaiim 57, 6a)
“Meskipun Allah menciptakan non-Yahudi, mereka masih seekor binatang
dalam wujud manusia. Hal ini tidak menjadikan seorang Yahudi sedang
dilayani oleh
hewan. Oleh karena itu ia akan dilayani oleh binatang dalam bentuk manusia “(Midrasch Talpioth, hal 255,. Warsawa 1855).
“Orang non-Yahudi yang hamil, tidak lebih baik dari hewan yang hamil.” (Coschen Hamischpat 405)
“Jiwa-jiwa non-Yahudi datang dari roh-roh najis dan disebut babi.” (Jalkut Rubeni gadol 12b)
“Meskipun orang-orang non Yahudi memiliki struktur tubuh yang sama
seperti seorang Yahudi, namun jika dibandingkan dengan Yahudi, maka
mereka bagaikan monyet dengan manusia.” (Schene Luchoth Haberith,
hal. 250b)
Oleh karena itu, orang Yahudi tidak boleh lupa bahwa dalam setiap
tarikan nafasnya mereka harus menyadari bahwa mereka tengah hidup
diantara binatang. Baik ketika menyantap makanan: ”Jika Anda makan
dengan non-Yahudi, itu sama halnya dengan makan dengan anjing.” (Tosapoth, Jebamoth 94b).
Menyambut kematian: “Jika
seorang Yahudi memiliki pembantu non-Yahudi dari pembantu tersebut
meninggal, maka orang tidak boleh mengungkapkan rasa simpati untuk orang
Yahudi itu, namun cukuplah Anda memberitahu kepada orang Yahudi bahwa Tuhan
akan menggantikan kerugian anda, “sama seperti jika salah satu dari
lembu atau keledai itu telah meninggal.” (Jore Dea 377, 1). Maupun
berhubungan seksual: “Hubungan seksual antara non-Yahudi adalah seperti
hubungan dengan binatang.” (Sanhedrin 74b).
Dan fakta mengerikan dari “ayat-ayat setan” ini tidak hanya
menggantung dalam teori-teori teologi Yahudi, tapi juga menjelma dalam
praktik pembunuhan massal yang dieksekusi oleh orang Yahudi. Tahun 1917
adalah tahun sejarah kelam bagi umat Kristiani. Tak kurang dari 35 juta
jiwa nyawa mereka melayang ditangan kepemipinan Orang-orang Yahudi
pernah memberontak di Rusia pada tahun 1917 dan mendirikan Bolshevisme
dibawah kepemimpinan Marxist Rusia seperti Leon Trotsky, Sinojeff dan
tokoh-tokoh Yahudi lainnya. Para korban ditembak, disiksa, dan dibiarkan
mati kelaparan. Dan di Hungaria, di bawah pimpinan seorang Yahudi
Bolshevik bernama Bela Kuhn (1886-1938), sebuah pembantaian mengerikan
telah disiapkan di mana puluhan ribu orang Kristen dibunuh.
Oleh karena itu, tepatlah hingga kini Yahudi merasa
“berhak”memberondong anak-anak Palestina tanpa pernah merasa berdosa,
merampas wilayah Palestina tanpa pernah sungkan bertanya siapakah
pemilik sesungguhnya, membiarkan para tatawanan Palestina menderita
sakit hingga kematian menghadapinya, “Karena Talmud,” tandas Prof. Asy
Syarqawi ketika memberikan pengantarnya bukunya, “adalah inspirator
utama bagi pergerakan zionisme di seluruh dunia.”
(Bersambung)
Selasa, 17 Desember 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar