Banyak orang yang percaya bahwa Perang Salib adalah serangan biadab
oleh Umat Kristen terhadap Umat Islam tanpa alasan. Apakah hal itu
benar?
Apa Penyebab Perang Salib?
Awal mula
Perang Salib adalah perang defensif bukan ofensif. Selama lima abad
lamanya, Timur Tengah merupakan bagian dari Israel-Palestina, Yordan,
Mesir, Lebanon dan Syria yang adalah wilayah Kristen. Hal itu terjadi
karena pemberitaan Injil yang menyebabkan pertobatan penduduk dan para
penguasa. Oleh karena itu, setelah Kaisar Konstantin menjadi Kristen,
maka agama Kristen berubah menjadi kekuatan politik, sehingga makin lama
semakin kehilangan kuasa rohaninya. Ke dalam situasi seperti ini, maka
tentara jihad dari Arab Saudi mengubah peta politik dan agama utama yang
dipeluk oleh mayoritas penduduk di daerah Timur Tengah dan Afrika
Utara. Perubahan ini terjadi melalui penumpahan darah dan pembantaian
terhadap banyak sekali orang Kristen.
Alasan pertama Perang
Salib adalah untuk membela dan membebaskan orang-orang Kristen yang
dijajah oleh orang-orang Islam. Sebagaimana sudah kita selidiki dan
ketahui bahwa dalam waktu kurang dari satu abad Islam berhasil merebut
dua pertiga dari dunia Kristen: Palestina, Syria, Mesir, Turki, Spanyol,
Portugal dll. Di bawah Khalifah Fatimid Kalif al-Hakim, dua ribu gereja
dihancurkan termasuk Gereja Makam Kudus pada tahun 1009. Jadi, Paus
Innocent III menulis: “Apakah kamu tidak tahu bahwa ribuan orang Kristen
diperbudak dan ditawan oleh orang Islam, disiksa dengan siksaan yang
tak dapat terhitung?” Itulah sebabnya, Perang Salib dianggap sebagai
kewajiban umat Kristen untuk mengungkapkan kasih mereka kepada
saudara-saudaranya yang menderita dan untuk mengungkapkan kasih kepada
Kristus. Pada waktu itu, Islam dipandang sebagai musuh Kristus dan
Gereja. Tujuan dari Perang Salib adalah untuk mengalahkan Islam dan
membebaskan umat Kristen dari jajahannya. Berdasarkan pada pandangan
itu, maka Gereja membuat sumpah kudus sehingga banyak orang yang rela
berangkat ke Israel untuk memerdekakan Tanah Kudus dari tangan orang
Islam.
Sebab kedua terjadi Perang Salib, adalah supaya umat
Kristen merebut kembali Yerusalem, kota kudus, dari tangan dan kuasa
orang Islam. Sejak Konstantin, banyak orang Kristen berziarah ke Tanah
Suci. Walaupun daerah itu dikuasai oleh Islam sejak tahun 638, mereka
masih bisa mengunjunginya. Tetapi pada abad kesebelas, orang Seljuk dari
Turki menguasi Yerusalem dan melarang kunjungan Umat Kristen ke sana.
Jadi,
pada tahun 1095, Paus Urban II menyerukan adanya Perang Salib untuk
menghentikan serangan Islam terhadap wilayah-wilayah Kristen. Dalam
pidatonya di Musyawarah Clermont di Perancis pada November 27, 1095, ia
memanggil orang Kristen dari semua Negara Kristen untuk berziarah ke
Tanah Suci dan mengadakan Perang Salib.
Tujuh Perang Salib
I. Yang pertama, 1095-1099, dicanangkan oleh Paus Urban II
II.
Yang kedua: 1147-1149, dipimpin oleh Raja Louis VII yang gagal, dan
yang mengakibatkan kehilangan salah satu dari empat Kerajaan Latin,
yaitu, Edessa.
III. Yang ketiga: 1188-1192, dicanangkan oleh
Paus Gregory VIII sesudah kegagalan perang salib yang kedua. Dipimpin
oleh Emperor Frederick Barbarossa, Raja Philip Augustus dari Perancis
dan Raja Richard "Coeur-de-Lion" dari Inggris.
IV. Yang keempat: di mana Konstantinopel dihancurkan, 1202-1204
V. Yang kelima: termasuk yang direbutnya Damietta, 1217-1221.
VI. Yang keenam: di mana Frederick II ikut berperang (1228-1229); juga Thibaud de Champagne dan Richard dari Cornwall (1239).
VII. Yang ketujuh: dipimpin oleh St. Louis (Raja Louis IX dari Perancis), 1248-1250.
Kerajaan Perang Salib (1099 sampai 1187)
Pada
tahun 1099, Yerusalem diduduki oleh para Laskar Salib. Banyak orang
Yahudi yang dibunuh dan hampir semua diusir. Ada empat “Kerajaan
Krusader” yang didirikan di Israel pada waktu itu. Salah satu Kerajaan
Krusader didirikan di Yerusalem dan Baldwin I diangkat sebagai Raja
Yerusalem. Selama adanya kerajaan itu, banyak sekali perubahan yang
terjadi di Yerusalem dan sekitarnya. Orang-orang Yahudi diusir, sehingga
mayoritas penduduk Yerusalem menjadi orang Kristen. Yerusalem menjadi
kota besar, ibu kota kerajaan, bahkan menjadi kota penting bagi orang
Kristen. Jadi, terjadilah perubahan besar dari yang sebelumnya hanya
merupakan sebuah kota kecil di pedalaman.
Banyak pembangunan
terjadi pada masa itu yang menghasilkan gedung-gedung besar dan
membentuk tata kota yang masih bertahan bentuknya sampai sekarang. Yang
paling utama dibangun adalah gereja, biara dan asrama bagi peziarah.
Dome of the Rock diubah fungsinya dari mesjid menjadi gereja, mesjid
al-Aqsa, diberi nama baru, Bait Salomo, dan menjadi tempat tinggal raja.
Harus diakui bahwa walaupun awalnya Perang Salib bersifat defensif,
makin lama semakin jahatlah perbuatan yang dilakukan oleh Tentara Salib,
termasuk pembunuhan atas banyak orang Yahudi dan Muslim. Karena itu,
tanggapan umum yang terjadi di hampir semua kalangan terhadap Perang
Salib sampai masa kini adalah sangat negatif.
Dampaknya atas orang Yahudi
Walaupun
banyak orang Yahudi yang dibunuh dan diusir dari Yerusalem, tetapi
masih ada yang tetap tinggal di daerah Palestina dan sekitarnya. Pada
1165, Benjamin dari Tudela, seorang Spanyol yang terkenal, melaporkan
bahwa "Akademi Yerusalem" sudah didirikan di Damsyik. Meskipun banyak
orang Yahudi yang diusir dari Jerusalem, Acre, Kaisaria dan Haifa,
tetapi masih ada yang tetap tinggal di desa-desa di Galilea.
Pada
abad ketigabelas, Acre juga memiliki suatu akademi Yahudi. Dilaporkan
bahwa selama abad keduabelas dan ketigabelas, masih ada orang-orang
Yahudi yang tetap masuk daerah Palestina dari daerah Islam lain,
khususnya dari Afrika Utara.
1187 -1291 Zaman Islam di bawah Khalifah Ayyoubite
Pada
tahun 1187, Salah al-Din (Saladin) seorang Kurdi, sesudah mendirikan
pemerintahan Abbasid atas Fatimid Mesir, ia merebut kota Yerusalem dalam
Perang Hattin. Tentaranya mengalahkan tentara Kristen dan kota-kota
Kristen lain pun mulai menyerah. Benteng Krusader terakhir, yakni Acre
pun jatuh pada tahun 1291. Pada waktu itu, tidak ada lagi sisa-sisa
kerajaan dari Perang Salib karena semuanya dibunuh atau pun diusir.
Walaupun ada berbagai usaha dan rencana lagi, namun orang Kristen tidak
pernah lagi berkuasa di daerah itu sampai abad kesembilanbelas.
Akhirnya,
orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam diizinkan untuk kembali
tinggal di Yerusalem. Pada tahun 1192, Richard “the Lion Heart” berusaha
merebut kembali Yerusalem, namun tetap gagal. Jadi, diadakanlah
perjanjian dengan Salah al-Din (Saladin) yang mengizinkan orang Kristen
mengunjungi dan beribadah di tempat-tempat kudus mereka. Sesudah
Yerusalem direbut kembali, Salah al-Din tidak mau membunuh penduduknya
dan juga tidak menghancurkan gedung-gedungnya. Ada usaha besar dari
orang Kristen selama Perang Salib untuk menghapuskan tanda penguasaan
Islam di sana, tetapi tidak bisa. Di dalam pemerintahan baru Islam,
gedung seperti Dome of the Rock, dijadikan mesjid lagi dan banyak gedung
lain dijadikan sebagai institusi Islam.
Ketika Salah al-Din
diancam dengan Perang Salib ketiga, ia membangun kembali tembok
Yerusalem. Namun pada tahun 1219, al-Malik al Mu’azzam ‘Isa,
memerintahkan agar tembok tersebut dihancurkan kembali. Pada waktu
itulah hampir semua penduduk Yerusalem meninggalkan kota tersebut.
Sampai zaman Ottoman, 320 tahun kemudian, kota Yerusalem tetap tidak
memiliki tembok.
1244, Orang Turki Khawariz merebut Yerusalem.
Waktu
orang Turki Khawariz merebut Yerusalem, sekitar 7.000 orang Kristen
yang tinggal di Yerusalem dibunuh selain 300 orang yang lari ke Yafa.
Bukan hanya itu, serentetan serangan di seluruh daerah itu dari orang
Mongol yang menyebabkan banyak penduduk mengungsi untuk mencari ke
tempat yang aman. Pada tahun 1260, orang-orang Mamluk mengalahkan
orang-orang Mongol pada Perang Ein Jalut di Lembah Yizril di depan
Lembah Harmagedon. Setelah terjadinya serangan Khawariz dan Mongol, maka
kota Yerusalem hampir kosong dan tidak berpenduduk. Hanya sesudah orang
Mamluk menetapkan pemerintahan, maka kota itu dapat diduduki lagi.
Tapi, karena pemerintahan Mamluk tidak mengembangkan ekonomi Yerusalem,
maka kota itu tidak berkembang. Ia hanya membangun institusi agamawi,
seperti mesjid, madrasah, zawia (biara), khanakah (pusat mistik Sufi)
dan rumah sakit.
Setelah semua peristiwa itu terjadi, maka
Yerusalem bukan lagi menjadi ibu kota kerajaan. Karena itulah, Yerusalem
kembali menjadi kota kecil di pedalaman yang tanpa tembok dengan
penduduknya sangat sedikit. Keadaan seperti inilah yang terus-menerus
terjadi di Yerusalem sampai awal abad ke-20.
Sumber
Minggu, 06 April 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar