1. Dyah Lembu Tal
Dyah Lembu Tal adalah nama ibu Raden
Wijaya, pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Majapahit. Menurut
Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara, Dyah Lembu Tal atau Dyah
Singamurti ialah putri dari Mahesa Cempaka dan cicit dari Ken Arok dan
Ken Dedes, dari putra mereka Mahesa Wongateleng. Lembu Tal menikah
dengan Rakeyan Jayadarma, putra Prabu Guru Darmasiksa raja Kerajaan
Sunda-Galuh yang memerintah tahun 1175-1297. Dari perkawinan itu lahir
Raden Wijaya.
Rakeyan Jayadarma menjadi Putra Mahkota yang
berkedudukan di Pakuan. Akan tetapi ia meninggal dunia karena diracun
oleh musuh. Sepeninggal suaminya, Dyah Lembu Tal membawa Raden Wijaya
pergi dari Pakuan. Keduanya kemudian menetap di Singhasari, negeri
kelahiran Lembu Tal.
Dengan demikian, naskah di atas menunjukkan
kalau Raden Wijaya memiliki hubungan darah dengan keluarga Kerajaan
Sunda-Galuh. Lain halnya dengan Nagarakretagama . Menurut naskah ini,
Dyah Lembu Tal bukan seorang perempuan, melainkan seorang laki-laki.
Disebutkan
bahwa, Ayah Raden Wijaya bernama Lembu Tal, putra Narasinghamurti.
Lembu Tal dikisahkan sebagai seorang perwira yuda yang gagah berani.
Sementara itu, Pararaton yang uga berkisah tentang sejarah Majapahit
menyebut Raden Wijaya sebagai putra Narasinghamurti.
Di antara
naskah-naskah di atas, kiranya Nagarakretagama yang paling dapat
dipercaya, karena naskah ini ditulis tahun 1365, hanya berselang 56
tahun setelah kematian Raden Wijaya . Berita dalam
Nagarakretagama diperkuat oleh prasasti Balawi yang diterbitkan langsung
oleh Raden Wijaya sendiri tahun 1305. Dalam prasasti itu Raden Wijaya
mengaku sebagai anggota asli Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang
menurut Pararaton didirikan oleh Ken Arok, penguasa pertama
Kerajaan Singhasari.
Sumber
2. Dyah Wiyat (Rajadewi Maharaja)
Dyah Wiyat alias Rajadewi Maharajasa adalah putri bungsu Raden Wijaya, pendiri Majapahit.
Dyah Wiyat adalah putri Raden Wijaya yang lahir dari Gayatri. Ia
memiliki kakak kandung bernama Dyah Gitarja, dan kakak tiri bernama
Jayanagara. Pararaton mengisahkan Jayanagara yang menjadi raja kedua,
merasa takut takhtanya terancam, sehingga Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat
dilarang menikah. Baru setelah ia meninggal tahun 1328, para Ksatriya
berdatangan melamar kedua putri tersebut. Setelah diadakan sayembara,
diperoleh dua orang Ksatriya, yaitu Cakradhara sebagai suami Dyah
Gitarja, dan Kudamerta sebagai suami Dyah Wiyat.
Kudamerta kemudian
bergelar Wijayarajasa atau Bhre Wengker atau Bhatara Parameswara ring
Pamotan. Dari perkawinan itu lahir Padukasori yang menjadi permaisuri
Hayam Wuruk putra Dyah Gitarja Thribhuwana Tunggadewi.
Pada pemerintahan Jayanagara, Dyah Wiyat diangkat sebagai raja bawahan
di Kadiri bergelar Rajadewi Maharajasa Bhre Daha. Jabatan ini terus
dipegangnya sampai ia meninggal pada masa pemerintahan Hayam Wuruk,
keponakan sekaligus menantunya. Dalam pemerintahan Hayam Wuruk, Rajadewi
tergabung dalam Saptaprabhu, yaitu semacam dewan pertimbangan agung
yang beranggotakan keluarga raja. Tidak diketahui dengan pasti kapan
Rajadewi meninggal. Pararaton hanya menyebut kematiannya setelah
pengangkatan Gajah Enggon sebagai patih tahun 1371. Rajadewi kemudian
didharmakan di Adilangu, dengan candi bernama Purwawisesa.
Sumber
Sabtu, 08 Februari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar