Kesultanan Sambaliung (sebelumnya bernama Kerajaan Tanjung) adalah kesultanan hasil dari pemecahan Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an.[1][2] Sultan Sambaliung pertama adalah Sultan Alimuddin yang lebih dikenal dengan nama Raja Alam. Raja Alam adalah keturunan dari Baddit Dipattung atau yang lebih dikenal dengan Aji Suryanata Kesuma raja Berau pertama. Sampai dengan generasi ke-9, yakni Aji Dilayas. Aji Dilayas mempunyai dua anak yang berlainan ibu. Yang satu bernama Pangeran Tua dan satunya lagi bernama Pangeran Dipati.
Kemudian, kerajaan Berau diperintah secara bergantian antara keturunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati (hal inilah yang membuat terjadinya perbedaan pendapat yang bahkan kadang-kadang menimbulkan insiden). Raja Alam adalah cucu dari Sultan Hasanuddin dan cicit dari Pangeran Tua, atau generasi ke-13 dari Aji Surya Nata Kesuma.
Raja Alam adalah sultan pertama di Tanjung Batu Putih, yang mendirikan ibukota kerajaannya di Tanjung pada tahun 1810. (Tanjung Batu Putih kemudian menjadi kerajaan Sambaliung).
Raja/sultan yang memerintah
- Raja Alam (1830-1836)
- Bungkoh (1837-1839)
- Muhammad Jalaluddin bin Alam ( 1849)
- Muhammad Hasyik Syarifuddin bin Alam (1849 - 1869)
- Muhammad Adil Jalaluddin bin Muhammad Jalaluddin (1869 - 1881)
- Abdullah Muhammad Khalifatullah Bayanuddin bin Muhammad Jalaluddin (1881 )
- Datuk Ranik ( 1921)
- Muhammad Aminuddin (Datuk Ranik) (1921 )
Referensi
- ^ (Indonesia)Raja Alam Enggan Dipimpin Penjajah. Kaltim Pos, 17 Agustus 2003
- ^ (Belanda) Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863. D. A. Thieme. hlm. 2.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar