Pandangan tentang cerita Sawerigading
Dipandang dari berbagai sudut, beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya tentang cerita Sawerigading. Fachruddin Ambo Enre, dalam disertasinya berjudul Rintumpanna Welenrennge (1993), mengemukakan tiga jenis pandangan tentang naskah Sureq Galigo yaitu sebagai naskah mitos dan legenda, sebagai naskah sejarah dan sebagai karya sastra.
Opera Sawerigading oleh Robert Wilson, sutradara asal Amerika Serikat tahun 2004
Mitos dan legenda
Pendapat yang menyatakan sebagai mitos dan legenda cukup beralasan sebab dalam cerita tersebut terdapat ciri-ciri cerita yang berkaitan dengan mitos penciptaan oleh dewa di langit dengan mengirim anaknya Batara Guru dan We Nyilitimo ke bumi. Batara Gurulah yang menciptakan gunung, sungai, hutan dan danau. Menyusuli kehadirannya di sana muncullah tanaman seperti : ubi, keladi, pisang, tebu dan lainnya. Kekuatan supernatural yang dimiliki para tokohnya, seperti naik ke langi, turun ke peretiwi, atau menyeberang ke maja (dunia roh), kemampuannya meredakan angin ribut dan halilintar, kesanggupannya menghidupkan kembali orang mati dalam perang, gambaran tentang berbagai macam upacara, ritus dan aspek budaya lainnya merupakan ciri-ciri cerita mitos yang umum.Pandangan yang menyatakan bahwa cerita Sawerigading sebagai legenda didasarkan pada benda-benda alam yang dihubungkan dengan tokoh Sawerigading, seperti Bulupoloe di dekat malili, dikatakan sebagai bekas tertimpa pohon Welenreng yang rebah karena ditebang untuk dijadikan perahu oleh Sawerigading. Contoh lain, misalnya Batu cadas di daerah Cerekang banyak diambil untuk dijadikan batu asah, disebut sebagai kulit bekas tebasan pohon Welenreng itu. Digunung Kandora, daerah mangkedek, tana Toraja terdapat batu yang dianggap penjelmaan We Pinrakati, isteri Sawerigading yang meninggal dalam keadaan hamil yang dijemput oleh Sawerigading di dunia roh. Setiba kembali di bumi ia melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Jamallomo. Anak tersebut kemudian menjelma menjadi batu. Gunung batu di daerah Bambapuang Enrekang, yang dari jauh nampak sebagai anjungan perahu, dianggap perahu Sawerigading yang karam dan telah menjadi batu. Gong Nekara yang terdapat di Selayar dianggap gongnya Sawerigading[4], yang selalu dibawa berlayar dan dibunyikan setiap memasuki pelabuhan. Demikian pula kepingin perahu yang terdapat di Bontote’ne dianggap perahu Sawerigading.
Naskah sejarah
Pandangan yang menyatakan bahwa cerita Sawerigading mempunyai nilai sejarah yaitu adanya kronik di Bone, Soppeng yang menyatakan bahwa raja pertama mereka adalah Tomanurung yang bersumber dari keturunan Sawerigading. Demikian pula kaum bangsawan di Sulawesi Selatan, termasuk Luwu, menganggap bahwa La Galigo dan Sawerigading adalah nenek-moyang mereka. Dalam silsilah raja-raja di Sulawesi Selatan Lontara Panguriseng, di puncak silsilah itu terdapat tokoh-tokoh La Galigo, Sawerigading, Batara Lattu’ dan Batara Guru. Menurut Mills, yang menciptakan silsilah itu raja-raja itu sendiri untuk memperoleh legitimasi magis-religius yang menurut dugaan meniru model-model kronik Jawa. Sebenarnya mereka tidak menyebut tokoh Sawerigading sebagai tokoh sejarah, tetapi mereka mengklaim bahwa tokoh-tokoh itu benar-benar ada, walaupun sebagian besar ceritanya adalah fiksi.Karya sastra
Cerita Sawerigading dianggap sebagai karya sastra oleh beberapa tokoh antara lain Raffles, Matthes, R.A. Kern, A. Zainal Abidin Farid, cerita Sawerigading adalah sastra kuno yang dianggap suci oleh Bugis tetapi bukan sejarah. Demikian pula Fachruddin menganggap Sureq Galigo adalah sastra suci.Nilai-nilai budaya dalam cerita Sawerigading
Dalam cerita Sawerigading dapat diungkap beberapa nilai budaya antara lain nilai religius, sistem kepercayaan pra-Islam yang menggambarkan dunia gaib dan konsep kejadian manusia. Dalam cerita ini digambarkan bahwa dunia gaib adalah dunia dewa-dewa di langit, di bumi (mulatau) yang keturunan dewa-dewa. Seiring dengan perkembangan Islam dan agama lain di Luwu, maka nilai religius dari cerita ini lambat laun akan mengalami kepunahan, karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat. Beberapa kepentingan cerita itu dalam kajian ilmu-ilmu sosial dapat diuraikan sebagai berikut :- Nilai sejarah dalam cerita Sawerigading dapat dilihat faktanya dengan adanya silsilah raja-raja di Sulawesi Selatan yang menghubungkan keturunan mereka dari Sawerigading. Namun demikian fakta sejarah ini perlu mengalami telaah kritis dengan memilah-milah antara fakta sejarah dengan cerita mitos yang telah diselipkan dalam penyusunan silsilah tersebut.
- Nilai mitos dan legenda sangat dominan dalam mewarnai cerita Sawerigading. Terbukti dengan alur cerita, tokoh cerita tempat dan peristiwa cerita, sesuai dengan ciri-ciri yang dikategorikan cerita mitos dan legenda.
- Walaupun cerita ini kurang bernilai sejarah dan lebih dominan bernilai mitos dan legenda, tetapi cerita ini dapat membantu dalam pengungkapan bukti-bukti yang bernilai arkeologis dalam merekonstruksi sejarah kebudayaan Sulawesi Selatan.
- Semboyan daerah Luwu sebagai bumi Sawerigading, artinya masyarakat Luwu mengidentifikasikan jati diri mereka dengan seorang tokoh mitologis agar dapat mempunyai implikasi positif. Mungkin dapat di bandingkan dengan menyebut Irak sebagai bumi Abunawas.
Referensi
- ^ "ceritarakyatnusantara.com". Sawerigading berasal dari dua kata.. 4 april 2009. Diakses 2 feb 2012.
- ^ Setia Negara (9 desember 2011). "lontaraproject.com". Sawerigading dikisahkan memiliki saudara kembar.. Diakses 4 feb 2012.
- ^ "Sejarah Sawerigading". Sawerigading sezaman dengan Nabi Muhammad. Diakses 2 feb 2012.
- ^ "Gong Nekara aset wisata Selayar". Nekara di Selayar dibawa dari Cina oleh Sawerigading.. 5 april 2010. Diakses 3 feb 2012.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar