4. Haji Ekajayalancana (BHATARA PARAMESWARA SRI WIRAMA)
(1200 - 1204M)
Sri Wirama, lengkapnya Bhatara Parameswara Sri Wirama tercantum dalam prasasti Bangli, Pura Kehen C (1126 Saka) (Stein Callenfels, 1926 : 56-59). Dalam prasasti itu disebutkan tiga tokoh historis sebagai berikut. Bhatara Guru Sri Adikuntitekata, yakni permaisuri raja yang telah almarhum, Bhatara Parameswara Sri Wirama, yang juga disebut Sri Bhanadhirajalancana, putra (wija) Sri Adikuntiketana.
Bhatara Sri Dhanadewiketu, yaitu permaisuri (rajawanita) Sri Dhanadhirajalancana. Berdasarkan keterangan dalam butir ketiga, khususnya kata rajawanita, yang digunakan untuk menyebut istri Sri Wirama, maka berarti raja yang sesungguhnya adalah Bhatara Parameswara Sri Wirama.
Kendati demikian, yang bertitah langsung kepada penduduk adalah Sri Adikuntiketana (Stein Callenfels, 1926 : 56). Titah tu disampaikan kepada wakil-wakil desa Bangli (karaman i bangli) sewilayah desanya, agar mereka tidak mengungsi lagi ke desa lain. Sebaliknya, mereka diperintahkan supaya kembali ke desanya serta menyelenggarakan asrama (mandala) Lokasarana yang sempat sepi dan tidak terurus. Dalam prasasti itu dicantumkan pula aturan tentang hak dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh penduduk Bangli.
Sumber
5. Bhatara Guru Sri Adikunti Ketana (1204)
Beliau memerintah pada tahun 1204 M bergelar Bhatara Guru Sri Adikunti Ketana mempunyai putra kembar buncing (laki-Perempuan) yang diberi nama Dana Dirajaketana dan Dana Dewiketu. Yang setelah dewasa kemudian dinikahkan dan kemudian dinobatkan sebagai Raja Kembar dengan nama Mahasora Mahasori atau Maheswara Maheswari atau yang lebih dikenal dengan nama Raja Masula Masuli.
Sumber
6. MASULA MASULI
7. Adidewalancana (1260-1286)
Antara Raja Sri Wirama (1126 Saka) dan raja berikutnya, yaitu Bhatara Parameswara Hyang ning Hyang Adidewalancana (1182 Saka) terdapat masa kosong (power vacuum) selama tidak kurang dari 56 tahun. Belum terdapat petunjuk yang jelas mengapa hal itu terjadi.
Tidak banyak dapat dikemukakan mengenai raja Adidewalancana. Baginda mengeluarkan sebuah prasasti, yaitu prasastiBulihan B (1182 Saka), yang dianugrahkan kepada wakil-wakil desa Bulihan (karaman i bulihan) . Selain itu beliau juga mengeluarkan prasasti Pangsan yang dianugrahkan kepada pariman i nungnung.
Setelah masa pemerintahan raja Adidewalancana, terdapat lagi masa tanpa raja selama lebih kurang 64 tahun, yakni tahun 1182-1246 Saka (1260-1324). Pada periode itu terbit hanya dua buah prasasti, yaitu prasasti Pengotan E (1218 Saka) dan Sukawana D (1222 Saka), atas nama Kbo Parud (putra Ken Demung Sasabungalan). Tokoh itu berkedudukan sebagai rajapatih, bukan sebagai raja .
Keadaan ini kemungkinan besar ada kaitannya dengan keterangan yang dapat disimak 32 dari isi pupuh 42 bait 1 kitab Nagarakrtagama. Di sana dikatakan bahwa pada tahun 1206 Saka (1284) Raja Krtanagara (dari Singhasari) berhasil menaklukkan Bali serta menawan raja-raja Bali . Dalam sumber itu tidak disebutkan nama atau gelar raja Bali yang ditawan. Dengan alasan yang kurang jelas, dapat diduga bahwa raja itu adalah Adidewalancana .
Dugaan itu akan menjadi benar apabila raja itu memerintah paling sedikit selama 24 tahun setelah menerbitkan prasastinya yang berangka tahun 1182 Saka (1260)Pulau Bali sebelum ditaklukan oleh kerajaan Singhasari adalah wilayah yang merdeka dan raja yang berkuasa di wilayah tersebut merupakan keturunan dari wangsa Warman.
EXPEDISI KERAJAAN SINGASARI KE BALI
Kerajaan Singhasari pada jaman pemerintahan Kertanegara mencapai masa keemasannya. Diantara Raja-Raja Singhasari, Raja Kertanagara yang pertama tama melepaskan pandangan ke luar Jawa. Prabu kertanagara ingin mendobrak politik tradisional yang hanya berkisar pada Janggala-Panjalu dan ingin mempunyai kerajaan yang lebih luas dan lebih besar dari kedua wilayah tersebut yang berupakan warisan dari Raja Erlangga.
Wilayah Bali yang berdekatan dengan kerajaan Singhasari menjadi salah satu wilayah yang harus dikuasai untuk mewujudkan cicta cita dari Raja Kertanegara. Oleh karena itu setelah exspedisi pamalayu berhasil dengan gemilang maka ekspedisi ke Pulau Bali menjadi target berikutnya.
Maka pada tahun 1284 Masehi dikirimlah sejumlah pasukan dibawah pimpinan : ·
Berkat keberhasilan menundukkan Pulau Bali, Ki Kebo Bungalan yang pada tahun 1275 Masehi juga pernah diutus ke Jambi dalam Exspedisi Pamalayu, kini diangkat oleh Raja Kertanegara sebagai wakil pemerintahan Singhasari di Pulau Bali dengan gelar Rakrian Demung Sasabungalan.
Ki Kebo Bungalan pada waktu memerintah Pulau Bali sudah lanjut usia sehingga untuk melaksanakan tugas pemerintahan sehari harinya diserahkan kepada Putranya yang bernama Ki Kebo Parud. Keberadaan Kebo Parud sebagai penguasa di bali dibuktikan dengan sebuah prasasti yang dikeluarkan olek Kebo Parud yang berangka tahun caka 1218 Caka yang berisi persoalan tentang desa kedisan “ Mewang Ida Raja Patih meka kasir Kebo Parud
“ Berdasarkan nama nama patih dan berdasarkan isi prasasti tersebut, ternyata patih itu adalah pegawai Negara yag berasal dari Jawa Timur, nama semacam itu sering dijumpai dalam kerajaan Singhasari. Ada kemungkinan bahwa patih yang dimaksud bertugas sebagai gubernur atau semacamnya yang mewakili pemerintahan Singhasari di Bali. Selanjutnya terdapat prasasti lainnya yang menyebutkan nama “Ida Ken Kanuruhan” dan yang istimewa pula prasasti tersebut tidak memakai sapatha sebagaimana yang sering dijumpai dalam prasasti prasasti di Bali pada umumnya.
Kebo Parud juga mengeluarkan prasasti yang berangka tahun Caka 1222 yang menguraikan tentang desa Sukawana yang terletak diperbatasan Min Balingkang. Dalam prasasri tersebut terdapat kata-kata “Mpukwing Dharma Anjar, Mpukwing istana radja, Mpukwing dewa istana” Gelar para menteri diubah menjadi Jro atau diduga Arya sebagai contoh Ida Raja Sang Arya = Ida Sang Arya Aji Kara.
Kerajaan Singhasari pada jaman pemerintahan Kertanegara mencapai masa keemasannya. Diantara Raja-Raja Singhasari, Raja Kertanagara yang pertama tama melepaskan pandangan ke luar Jawa. Prabu kertanagara ingin mendobrak politik tradisional yang hanya berkisar pada Janggala-Panjalu dan ingin mempunyai kerajaan yang lebih luas dan lebih besar dari kedua wilayah tersebut yang berupakan warisan dari Raja Erlangga.
Wilayah Bali yang berdekatan dengan kerajaan Singhasari menjadi salah satu wilayah yang harus dikuasai untuk mewujudkan cicta cita dari Raja Kertanegara. Oleh karena itu setelah exspedisi pamalayu berhasil dengan gemilang maka ekspedisi ke Pulau Bali menjadi target berikutnya.
Maka pada tahun 1284 Masehi dikirimlah sejumlah pasukan dibawah pimpinan : ·
- Ki Kebo Bungalan
- Ki Kebo Anabrang
- Ki Patih Nengah
- Jaran Waha
- Ki Arya Sidi
- Ki Amarajaya
Berkat keberhasilan menundukkan Pulau Bali, Ki Kebo Bungalan yang pada tahun 1275 Masehi juga pernah diutus ke Jambi dalam Exspedisi Pamalayu, kini diangkat oleh Raja Kertanegara sebagai wakil pemerintahan Singhasari di Pulau Bali dengan gelar Rakrian Demung Sasabungalan.
Ki Kebo Bungalan pada waktu memerintah Pulau Bali sudah lanjut usia sehingga untuk melaksanakan tugas pemerintahan sehari harinya diserahkan kepada Putranya yang bernama Ki Kebo Parud. Keberadaan Kebo Parud sebagai penguasa di bali dibuktikan dengan sebuah prasasti yang dikeluarkan olek Kebo Parud yang berangka tahun caka 1218 Caka yang berisi persoalan tentang desa kedisan “ Mewang Ida Raja Patih meka kasir Kebo Parud
“ Berdasarkan nama nama patih dan berdasarkan isi prasasti tersebut, ternyata patih itu adalah pegawai Negara yag berasal dari Jawa Timur, nama semacam itu sering dijumpai dalam kerajaan Singhasari. Ada kemungkinan bahwa patih yang dimaksud bertugas sebagai gubernur atau semacamnya yang mewakili pemerintahan Singhasari di Bali. Selanjutnya terdapat prasasti lainnya yang menyebutkan nama “Ida Ken Kanuruhan” dan yang istimewa pula prasasti tersebut tidak memakai sapatha sebagaimana yang sering dijumpai dalam prasasti prasasti di Bali pada umumnya.
Kebo Parud juga mengeluarkan prasasti yang berangka tahun Caka 1222 yang menguraikan tentang desa Sukawana yang terletak diperbatasan Min Balingkang. Dalam prasasri tersebut terdapat kata-kata “Mpukwing Dharma Anjar, Mpukwing istana radja, Mpukwing dewa istana” Gelar para menteri diubah menjadi Jro atau diduga Arya sebagai contoh Ida Raja Sang Arya = Ida Sang Arya Aji Kara.
D. Wakil Singhasari
1. Sasabulangan
2. Rajapatih Makassar Kebo Parud (1296 - 1300)
Pada
tahun 1293 terjadi perubahan kekuasaan di Jawa Timur dimana Kerajaan
Singhasari mengalami keruntuhan dan Raja Kertanegara tewas akibat
pemberontakan Jayakatwang. Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Raja
Kertanegara berhasil menumpas pembrontakan tersebut dan mendirikan
Kerajaan Majapahit. Karena Kerajaan Singhasari telah mengalami
keruntuhan maka Majapahit sebagai pengganti kerajaan Singhasari
mengambil alih seluruh daerah kekuasaan kerajaan Singhasari termasuk
Pulau Bali.
Pada tahun 1296 M Sri Rajasa Jaya Wardana sebagai Raja Majapahit yang pertama, menunjuk Ki Kebo Parud sebagai wakil pemerintahannya di Pulau Bali dengan gelar Raja Patih. Dalam melaksanakan pemerintahannya Ki Kebo Parud mengangkat beberapa senapati dan pejabat tinggi lainnya untuk membantunya dalam pemerintahanya dan mengganti beberapa pejabat penting pada waktu pemerintahan Raja Adidewa Lancana dengan pejabat baru yang berasal dari Jawa Timur.
Pejabat penting yang diganti diantaranya :
Sebagai gantinya Ki Kebo Parud kemudian menunjuk beberapa pejabat penting diantaranya : ·
Pada tahun 1296 M Sri Rajasa Jaya Wardana sebagai Raja Majapahit yang pertama, menunjuk Ki Kebo Parud sebagai wakil pemerintahannya di Pulau Bali dengan gelar Raja Patih. Dalam melaksanakan pemerintahannya Ki Kebo Parud mengangkat beberapa senapati dan pejabat tinggi lainnya untuk membantunya dalam pemerintahanya dan mengganti beberapa pejabat penting pada waktu pemerintahan Raja Adidewa Lancana dengan pejabat baru yang berasal dari Jawa Timur.
Pejabat penting yang diganti diantaranya :
- Senapati Weresanten : Mpu Abdaraja ·
- Senapati Balembunut Dyaksa : Mpu Tohujar diganti · Senapati Danda : Mpu Arusningrat ·
- Senapati Dinganga : Mpu Suradikara ·
- Senapati Kuturan: Mpu Angambara ·
- Para pendeta Siwa diantaranya Dang Acarya Harimurti, Pendeta di Sthanaraja, Dang Acarya Haridewa, Pendeta di Amurnaraja, Dang Acarya Madyagra, pendeta di Katubrih, Dang Acarya Satyangsa, Pendeta di Makarum dan Dang Acarya Karnikangsa sebagai samegat juru – wadwa ·
- Para Pendeta Budha diantaranya Dang Upadyaya Atmaja, pendeta di Nalanda dan Dang Upadyana Budhadnyana, pendeta Kutihanyar dan Tiramangsa sebagai Samegar Mangirengiren ·
- Samegat Juru Tulis kehakiman diantaranya Tarayaruhun, Niraweruh dan Namapinda ·
- Samegat Manyumbul : Nayalor
- Samegat Pituhanya : Werdeng Pramohab
- Samegat Caksukaranapuranya : Digaja
- Samegat Karanapuranya : Sidhamukti
Sebagai gantinya Ki Kebo Parud kemudian menunjuk beberapa pejabat penting diantaranya : ·
- Senapati Danda : Ki Gagak Semeningrat alias Ki Gagak Suluhingrat ·
- Senapati Sarbhwa : Ki Dangdang sangka
- Senapati Balembunut : Ku Kuda Makara
- Ken Demung : Ki Gajah Pamugeran · Ken Rangga : Ki Dangdang Bangbungalan
Selain itu beliau juga mengakat beberapa Wadwa-haji yang ditempatkan di beberapa tempat di Bali diantaranya :
- Wadwa-haji di Panji :Ki Sangkarinsing dan Ki Ranggahwalik
- Wadwa-haji di Sarwa-patih Ki Jadang-mider, Ki Bimapaksa dan Ki Gajah Sereng
- Wadwa-haji di Kurtija : Ki Banyak Endah dan Ki Panggah-parya ·
- Wadwa-haji di Jingrana : Ki Kidang-semu · Wadwa-haji di Guleng dan Perang : Ki Binajaga
Beberapa
kementrian atau kesenapatian yang belum ada pejabatnya dibentuk
diantaranya Senapati Dinganga, Senapati Manyiringin dan Senapati
Beladyaksa. Perutusan Pendeta Siwa dan Budha pun dibentuk disesuaikan
dengan peraturan yang terdahulu, namun pejabatnya belum diresmikan
diantaranya pendeta Siwa di Dharmahanyar, di Astanaraja, di Dewastana
dan di Binor sedangkan perutusan pendeta Budhanya di Burwan, di
Puwanegara, di Kutrihanyar dan di Ajinegara, juga dilantik Tri-samegat
atau tiga pejabat yang sangat berkuasa di Istana.
Demikianlah pergantian pejabat tinggi kerajaan yang dilakukan oleh Ki Kebo Parud sebagai wakil pemerintahan Kerajaan Majapahit di Pulau Bali. Pemerintahan Raja Patih Kebo Parud di Bali hanya bersifat sementara saja. Beberapa tahun kemudian, oleh karena keadaan Bali sudah aman maka pada tahun 1324 Masehi, atas perintah Jayanegara sebagai Raja Majapahit yang kedua, pemerintahan Bali dikembalikan lagi kepada keturunan Wangsa Warma karena mengingat bahwa Pulau Bali sejak dari dulu diperintah oleh raja raja keturunan wangsa Warman.
Kedudukan Kbo Parud sebagai rajapatih boleh jadi berlangsug sampai setelah Raja Kertanagara dari Kerajaan Singasari dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari Kadiri, bahkan mungkin sampai pada masa-masa awal kerajaan Majapahit.
Kedudukannya itu tampaknya baru berakhir setelah Bhatara Guru II (Bhatara Sri Mahaguru) dinobatkan sebagai raja di Bali pada tahun 1256 Saka (1324), atau beberapa tahun sebelum penobatan itu. Hal ini sekaligus menyatakan bahwa Bali selama itu berada di bawah pengawasan kerajaan yang tengah berkuasa di Jawa Timur. Pada jaman ini para Arya dan Bujangga serta para Mpu keturunan Sapta Resi tangan dari Jawa Timur ke Bali.
Keberadaan Kebo Parud sebagai penguasa di bali dibuktikan dengan sebuah prasasti yang dikeluarkan olek Kebo Parud yang berangka tahun caka 1218 Caka yang berisi persoalan tentang desa kedisan “ Mewang Ida Raja Patih meka kasir Kebo Parud “ Berdasarkan nama nama patih dan berdasarkan isi prasasti tersebut, ternyata patih itu adalah pegawai Negara yag berasal dari Jawa Timur, nama semacam itu sering dijumpai dalam kerajaan Singhasari.
Ada kemungkinan bahwa patih yang dimaksud bertugas sebagai gubernur atau semacamnya yang mewakili pemerintahan Singhasari di Bali. Selanjutnya terdapat prasasti lainnya yang menyebutkan nama “Ida Ken Kanuruhan” dan yang istimewa pula prasasti tersebut tidak memakai sapatha sebagaimana yang sering dijumpai dalam prasasti prasasti di Bali pada umumnya. Kebo Parud juga mengeluarkan prasasti yang berangka tahun Caka 1222 yang menguraikan tentang desa Sukawana yang terletak diperbatasan Min Balingkang. Dalam prasasri tersebut terdapat kata-kata “Mpukwing Dharma Anjar, Mpukwing istana radja, Mpukwing dewa istana” Gelar para menteri diubah menjadi Jro atau diduga Arya sebagai contoh Ida Raja Sang Arya = Ida Sang Arya Aji Kara.
Agama yang yang dianut oleh Kebo Parud adalah Wajrayana yaitu suatu aliran Tantrisme dari agama Budha. Di Singhasari pada saat tersebut sedang berkembang dan malahan menjadi pusat aliran Wajrayana. Aliran ini sangat condong kle dalam ilmu sihir atau ilmu gaib yang sebagai pemimpinnya adalah rajanya sendiri yaitu Raja Kertanegara.
Demikianlah di peseteran Singhasari ditemukan arca Kertanegara sebagai seorang biksu yang gundul, disamping itu juga terdapat arca Bhairawa, dimana Raja Kertanegra sering melakukan upacara upacara yang berakitan dengan aliran yang dianutnya. Pada jaman pemerintahan Kebo Parud di Bali terdapat arca Bhairawa didaerah Pejeng yang bentuknya mirip dengan arca Bhairawa yang terdapat di Singhasari. Demikianlah ada kemungkinan besar bahwa latihan latihan Wajrayana juga dilakukan oleh wakil pemerintahan Singhasari di Pulau Bali. Para pendeta Budha kemudian mendirikan sebuah biara (asrama) di Bedaulu didekat biara Ratna Kunjarapada yang diketahui sebagai sebuah asrama bagi para pendeta Ciwa.
Hal tersebut sesuai yang terdapat dalam buku Nagarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca. “ Sang Budhadhyaksa muwing Bedaulu Bedaha luwing Gajah ran pramada wruh “ Artinya ada pendeta Budha besar yang berdiam di Bedaulu, di luwing Gajah yang tidak pernah pramada (angkara). Mungkin yang dimaksud dengan luwing Gajah adalah tempat disekitar air Gajah yang seperti diketahui daerah air Gajah adalah daerah disekitar sungai Patanu tempat didirikannya asrama asrama tersebut.
Dalam hal ini Goa Gajah termasuk dalam lingkungan Dharma Anta Kunjarapada. Para pendeta Ciwa tentu merasa tidak senang melihat perkembangan aliran Wajrayana di bali sehingga timbullah persaingan diantara mereka. Rakyat Bali pada umumnya memihak kepada pendeta Ciwa yang berarti mereka tetap memja Maharesi Agatya
Demikianlah pergantian pejabat tinggi kerajaan yang dilakukan oleh Ki Kebo Parud sebagai wakil pemerintahan Kerajaan Majapahit di Pulau Bali. Pemerintahan Raja Patih Kebo Parud di Bali hanya bersifat sementara saja. Beberapa tahun kemudian, oleh karena keadaan Bali sudah aman maka pada tahun 1324 Masehi, atas perintah Jayanegara sebagai Raja Majapahit yang kedua, pemerintahan Bali dikembalikan lagi kepada keturunan Wangsa Warma karena mengingat bahwa Pulau Bali sejak dari dulu diperintah oleh raja raja keturunan wangsa Warman.
Kedudukan Kbo Parud sebagai rajapatih boleh jadi berlangsug sampai setelah Raja Kertanagara dari Kerajaan Singasari dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari Kadiri, bahkan mungkin sampai pada masa-masa awal kerajaan Majapahit.
Kedudukannya itu tampaknya baru berakhir setelah Bhatara Guru II (Bhatara Sri Mahaguru) dinobatkan sebagai raja di Bali pada tahun 1256 Saka (1324), atau beberapa tahun sebelum penobatan itu. Hal ini sekaligus menyatakan bahwa Bali selama itu berada di bawah pengawasan kerajaan yang tengah berkuasa di Jawa Timur. Pada jaman ini para Arya dan Bujangga serta para Mpu keturunan Sapta Resi tangan dari Jawa Timur ke Bali.
Keberadaan Kebo Parud sebagai penguasa di bali dibuktikan dengan sebuah prasasti yang dikeluarkan olek Kebo Parud yang berangka tahun caka 1218 Caka yang berisi persoalan tentang desa kedisan “ Mewang Ida Raja Patih meka kasir Kebo Parud “ Berdasarkan nama nama patih dan berdasarkan isi prasasti tersebut, ternyata patih itu adalah pegawai Negara yag berasal dari Jawa Timur, nama semacam itu sering dijumpai dalam kerajaan Singhasari.
Ada kemungkinan bahwa patih yang dimaksud bertugas sebagai gubernur atau semacamnya yang mewakili pemerintahan Singhasari di Bali. Selanjutnya terdapat prasasti lainnya yang menyebutkan nama “Ida Ken Kanuruhan” dan yang istimewa pula prasasti tersebut tidak memakai sapatha sebagaimana yang sering dijumpai dalam prasasti prasasti di Bali pada umumnya. Kebo Parud juga mengeluarkan prasasti yang berangka tahun Caka 1222 yang menguraikan tentang desa Sukawana yang terletak diperbatasan Min Balingkang. Dalam prasasri tersebut terdapat kata-kata “Mpukwing Dharma Anjar, Mpukwing istana radja, Mpukwing dewa istana” Gelar para menteri diubah menjadi Jro atau diduga Arya sebagai contoh Ida Raja Sang Arya = Ida Sang Arya Aji Kara.
Agama yang yang dianut oleh Kebo Parud adalah Wajrayana yaitu suatu aliran Tantrisme dari agama Budha. Di Singhasari pada saat tersebut sedang berkembang dan malahan menjadi pusat aliran Wajrayana. Aliran ini sangat condong kle dalam ilmu sihir atau ilmu gaib yang sebagai pemimpinnya adalah rajanya sendiri yaitu Raja Kertanegara.
Demikianlah di peseteran Singhasari ditemukan arca Kertanegara sebagai seorang biksu yang gundul, disamping itu juga terdapat arca Bhairawa, dimana Raja Kertanegra sering melakukan upacara upacara yang berakitan dengan aliran yang dianutnya. Pada jaman pemerintahan Kebo Parud di Bali terdapat arca Bhairawa didaerah Pejeng yang bentuknya mirip dengan arca Bhairawa yang terdapat di Singhasari. Demikianlah ada kemungkinan besar bahwa latihan latihan Wajrayana juga dilakukan oleh wakil pemerintahan Singhasari di Pulau Bali. Para pendeta Budha kemudian mendirikan sebuah biara (asrama) di Bedaulu didekat biara Ratna Kunjarapada yang diketahui sebagai sebuah asrama bagi para pendeta Ciwa.
Hal tersebut sesuai yang terdapat dalam buku Nagarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca. “ Sang Budhadhyaksa muwing Bedaulu Bedaha luwing Gajah ran pramada wruh “ Artinya ada pendeta Budha besar yang berdiam di Bedaulu, di luwing Gajah yang tidak pernah pramada (angkara). Mungkin yang dimaksud dengan luwing Gajah adalah tempat disekitar air Gajah yang seperti diketahui daerah air Gajah adalah daerah disekitar sungai Patanu tempat didirikannya asrama asrama tersebut.
Dalam hal ini Goa Gajah termasuk dalam lingkungan Dharma Anta Kunjarapada. Para pendeta Ciwa tentu merasa tidak senang melihat perkembangan aliran Wajrayana di bali sehingga timbullah persaingan diantara mereka. Rakyat Bali pada umumnya memihak kepada pendeta Ciwa yang berarti mereka tetap memja Maharesi Agatya
0 komentar:
Posting Komentar