Mangkunegara VII
KGPAA. Mangkunegara VII (lahir 12 November 1885 - wafat 1944) adalah pemegang tampuk pemerintahan Mangkunegaran dari tahun 1916 - 1944. Ia adalah salah seorang putera dari Mangkunegara V. Ia menggantikan pamannya, Mangkunegara VI, yang mengundurkan diri pada 11 Januari 1916.Mangkunegara VII adalah seorang penguasa yang dianggap berpandangan modern pada jamannya. Ia berhasil meningkatkan kesejahteraan di wilayah Praja Mangkunegaran melalui usaha perkebunan (onderneming), terutama komoditas gula. Mangkunegara VII juga seorang pencinta seni dan budaya Jawa, dan terutama mendukung berkembangnya musik dan drama tradisional.
Keluarga
Mangkunegara VII terlahir dengan nama Raden Mas Soerjo Soeparto. Ia adalah anak ketujuh atau anak lelaki ketiga dari 28 bersaudara anak-anak dari Mangkunegara V.[1]Anak putri tertua Mangkunegara VII, yaitu BRAy. Partini, menikah dengan P.A. Husein Djajadiningrat, seorang sejarawan dan ningrat dari Serang, Banten.
Biografi
Mangkunegara VII, dikenal pada zamannya sebagai bangsawan modern yang berkontribusi banyak terhadap kelangsungan kebudayaan Jawa dan gerakan kebangkitan nasional. Ia sempat mengenyam pendidikan di Universitas Leiden di Belanda selama tiga tahun, sebelum pulang ke Indonesia untuk menggantikan pamannya, Mangkunegara VI yang mengundurkan diri tahun 1916.Semangat Mangkunegara VII untuk mencari ilmu pengetahuan sudah tampak sejak muda, ketika pamannya Mangkunegara VI melarangnya untuk masuk HBS, ia memilih untuk berkelana dan menjalani hidup di luar keraton; menjadi penerjemah bahasa Belanda-Jawa dan mantri di tingkat kabupaten. Sedangkan kecintaannya terhadap budaya Jawa ditunjukkan melalui peranannya yang aktif dalam mendirikan lembaga studi Cultuur-Wijsgeerige Studiekring (Lingkar Studi Filosofi-Budaya) dan lembaga kebudayaan Jawa Java-Instituut, tidak luput juga karya ilmiahnya tentang simbolisme wayang Over de wajang-koelit (poerwa) in het algemeen en over de daarin voorkomende symbolische en mystieke elementen (1920).
Ia juga turut menjadi tokoh di dalam organisasi pergerakan nasional Boedi Oetomo dan penasehat di organisasi pelajar Jong Java. Pada tahun 1933, ia memprakarsai didirikannya radio pribumi pertama di Indonesia yaitu SRV (Solosche Radio Vereniging) yang memancarkan program-program dalam bahasa Jawa.
Selain itu ia juga seorang perwira KNIL dengan jabatan Kolonel pada masa hidupnya, dengan jabatan ini ia juga merangkap sebagai komandan Legiun Mangkunegaran, sebuah tentara kecil yang terdiri dari prajurit Mangkunegaran.
KGPAA. Mangkunegara VII beserta permaisuri GKR. Timur.
Mangkunegara VII, menerima laporan dari korps perwira Legiun Mangkunegaran di pendopo Pura Mangkunegaran.
Referensi
- ^ Suwaji Bastomi (1996). Karya budaya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara I-VIII, IKIP Semarang Press.
========================================================================
Mangkunegara VIII
Mangkunegara VIII dan GKP. Tuti
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VIII (lahir di Kartasura, 7 April 1925 – meninggal di Surakarta, 2 Agustus 1987 pada umur 62 tahun, mulai berkuasa 1944) adalah penguasa Praja Mangkunegaran terakhir yang mengalami masa kolonial Belanda dan yang pertama kali pada masa Indonesia merdeka.
Baru saja dilantik dan kemudian harus menghadapi arus perubahan politik yang besar, Mangkunegara VIII (bersama Pakubuwana XII) kesulitan memposisikan diri untuk menjaga kedaulatan wilayah. Akibatnya wilayah Daerah Istimewa Surakarta (termasuk Mangkunegaran) digabungkan ke dalam Provinsi Jawa Tengah sejak 1950.
Perjuangan Mangkunegara VIII dalam krisis keberadaan Pura Mangkunegaran dijalaninya dengan menempuh jalan yang formal seperti ketika mempersoalkan aset-aset Mangkunegaran yang diambil alih pengelolaannya oleh pemerintah tanpa pembicaraan. Meski kemudian ternyata kalah dalam pengadilan, Mangkunegara VIII tetap menjalankan roda monarki Mangkunegaran dengan berbagai upaya dan usaha.
Mangkunegara VIII dalam kancah kesenian sangat berjasa dalam menggali kembali Tari Bedaya Anglir Mendung, sebuah tarian ciptaaan Mangkunegara I yang menghilang. Pada tahun 1970 oleh Mangkunegara VIII digali kembali dan dihidupkan. Selain menggali kembali Tari Bedaya Anglir Mendung, ia juga menciptakan sebuah tarian kerakyatan yang disebut Tari Gambyong Retno Kusumo.
Mangkunegara VIII wafat tahun 1987 dan digantikan oleh putra ketiganya, GPH. Sujiwakusuma, sebagai KGPAA. Mangkunegara IX.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar