Islam masuk lebih awal sebelum agama lainnya di Papua. Namun, banyak
upaya pengaburan, seolah-olah, Papua adalah pulau Kristen. Bagaimana
sejarahnya?
Upaya-upaya pengkaburan dan penghapusan sejarah dakwah Islam berlangsung
dengan cara sistematis di seantero negeri ini. Setelah Sumatera Utara,
Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku diklaim
sebagai kawasan Kristen, dengan berbagai potensi menariknya, Papua
merupakan jualan terlaris saat ini. Papua diklaim milik Kristen!
Ironis, karena hal itu mengaburkan fakta dan data sebenarnya di mana
Islam telah hadir berperan nyata jauh sebelum kedatangan mereka (agama
Kristen Missionaris) .
Menurut HJ. de Graaf, seorang ahli sejarah asal Belanda, Islam hadir di
Asia Tenggara melalui tiga cara : Pertama, melalui dakwah oleh para
pedagang Muslim dalam alur perdagangan yang damai; kedua, melalui dakwah
para dai dan orang-orang suci yang datang dari India atau Arab yang
sengaja ingin mengislamkan orang-orang kafir; dan ketiga, melalui
kekuasan atau peperangan dengan negara-negara penyembah berhala.
Dari catatan-catatan yang ada menunjukkan bahwa kedatangan Islam di
tanah Papua, sesungguhnya sudah sangat lama. Islam datang ke sana
melalui jalur-jalur perdagangan sebagaimana di kawasan lain di
nusantara.
Sayangnya hingga saat ini belum ditentukan secara persis kapan hal itu
terjadi. Sejumlah seminar yang pernah digelar seperti di Aceh pada tahun
1994, termasuk yang dilangsungkan di ibukota provinsi Kabupaten Fakfak
dan di Jayapura pada tahun 1997, belum menemukan kesepakatan itu. Namun
yang pasti, jauh sebelum para misionaris menginjakkan kakinya di kawasan
ini, berdasarkan data otentik yang diketemukan saat ini menunjukkan
bahwa muballigh-muballigh Islam telah lebih dahulu berada di sana.
Aktivitas dakwah Islam di Papua merupakan bagian dari rangkaian panjang
syiar Islam di Nusantara. Menurut kesimpulan yang ditarik di dalam
sebuah seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia, Medan 1963, Islam
masuk ke Indonesia sudah sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Di mana daerah
pertama yang didatangi oleh Islam adalah pesisir Utara Sumatera, dan
setelah berkembangnya para pemeluk Islam, maka kerajaan Islam yang
pertama di Indonesia ialah Kerajaaan Perlak, tahun 840, di Aceh.
Perkembangan agama Islam bertambah pesat pada masa Kerajaan Samudera
Pasai, sehingga menjadi pusat kajian Agama Islam di Asia Tenggara. Saat
itu dalam pengembangan pendidikan Islam mendapatkan dukungan dari
pimpinan kerajaan, sultan, uleebalang, panglima sagi dan lain-lain.
Setelah kerajaan Perlak, berturut-turut muncul Kerajaan Islam Samudera
Pasai(1042), Kerajaan Islam Aceh(1025), Kerajaan Islam Benua
Tamiah(1184) , Kerajaan Islam Darussalam(1511) .
Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa sebelum tahun 1416 Islam sudah
masuk di Pulau Jawa. Penyiaran Islam pertama di tanah jawa dilakukan
oleh Wali Songo (Wali Sembilan). Yang terkenal sebagai orang yang
mula-mula memasukkan Islam ke Jawa ialah Maulana Malik Ibrahim yang
meninggal tahun 1419. Ketika Portugis mendaratkan kakinya di pelabuhan
Sunda Kelapa tahun 1526, Islam sudah berpengaruh di sini yang dipimpin
oleh Falatehan. Putera Falatehan, Hasanuddin, pada tahun 1552 oleh
ayahnya diserahi memimpin Banten.
Di bawah pemerintahannya agama Islam terus berkembang. Dari Banten
menjalar ke Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu. Juga di pulau Madura
agama Islam berkembang.
Sejak Kerajaan Majapahit
Seorang Guru Besar Bidang Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Negeri
Malang, Dr. Moehammad Habib Mustofo, yang sekaligus Ketua Asosiasi Ahli
Epigrafi Indonesia (AAEI) Jawa Timur menjelaskan bahwa dakwah Islam
sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Apalagi dengan diketemukanya
data artefak yang waktunya terentang antara 1368-1611M yang membuktikan
adanya komunitas Muslim di sekitar Pusat Keraton Majapahit, di Troloyo,
yakni sebuah daerah bagian selatan Pusat Keraton Majapahit yang waktu
itu terdapat di Trowulan.
Kajian leh L.C. Damais dan de Casparis dari sudut paleografi membuktikan
telah terjadi saling pengaruh antara dua kebudayaan yang berbeda (yakni
antara Hindu-Budha- Islam) pada awal perkembangan Islam di Jawa Timur.
Data-data tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya dakwah Islam sudah
terjadi terjadi jauh sebelum keruntuhan total kerajaan Majapahit yakni
tahun 1527M. Dengan kata lain, ketika kerajaan Majapahit berada di
puncak kejayaannya, syiar Islam juga terus menggeliat melalui
jalur-jalur perdagangan di daerah-daerah yang menjadi kekuasaan
Majapahit di delapan mandala (meliputi seluruh nusantara) hingga
Malaysia, Brunei Darussalam, dan di seluruh kepulauan Papua.
Masa antara abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan
Nusantara. Pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai Kerajaan
Hindu-Budha mulai pudar. Sezaman dengan itu, muncul jaman baru yang
ditandai penyebaran Islam melalui jalan perdagangan Nusantara.
Melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal
di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif
terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi
guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru.
Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi
seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan
tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama, sebagai
wilayah yurisdiksinya. Keterangan mengenai hal itu antara disebutkan
sebagai berikut:
“Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i
Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka
Bantayan len luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul”.
“Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i
[ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko
Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur”.
Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah
ahli bahasa yang dimaksud “Ewanin” adalah nama lain untuk daerah ” Onin”
dan “Sran” adalah nama lain untuk “Kowiai”. Semua tempat itu berada di
Kaimana, Fak-Fak. Dari data tersebut menjelaskan bahwa pada zaman
Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah
kekuasaan Majapahit.
Menurut Thomas W. Arnold : “The Preaching of Islam”, setelah kerajaan
Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang
kekuasan berukutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru
itu, pengaruh kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik
langsung maupun tidak.
Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI
sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo,
Missool, Waigama, dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di
Maluku.
Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus
Edition, di buku “Irian Jaya”, hal 20 sebuah wadah sosial milik
misionaris menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. Dalam
kitab Negarakertagama, di abad ke 14 di sana ditulis tentang kekuasaan
kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah
di Irian yakni Onin dan Seran.
Bahkan lebih lanjut dijelaskan: Namun demikian armada-armada perdagangan
yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah
barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.
….Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di
antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate,
Tidore dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang
perdagangan pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate di temukan di raja
Ampat, di Sorong dan di seputar Fakfak dan diwilayah Kaimana
Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi
bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore sejak abad ke-XV. Sejumlah
tokoh lokal, bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi
pemimpin-pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang
merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini
dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.
Kedatangan Orang Islam Pertama
Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa, masuknya Islam ke Papua,
tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah
lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit,
masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di mana pada masa
itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur,
yakni kerajaan Bacan.
Bahkan keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak tahun 1520 M dan telah
menguasai beberapa daerah di Papua pada abad XVI telah tercatat dalam
sejarah. Sejumlah daerah seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati
pada abad XVI telah mendapat pengaruh dari ajaran Islam. Melalui
pengaruh Sultan Bacan inilah maka sejumlah pemuka masyarakat di
pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di wilayah pesisir.
Sementara yang dipedalaman masih tetap menganut faham animisme.
Thomas Arnold yang seorang orientalis berkebangsaan Inggris memberi
catatan kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut: “…beberapa
suku Papua di pulau Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan
oleh kaum pendatang dari Maluku”
Tentang masuk dan berkembangnya syi’ar Islam di daerah Papua, lebih
lanjut Arnold menjelaskan: “Di Irian sendiri, hanya sedikit penduduk
yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat
[mungkin semenanjung Onin] oleh para pedagang Muslim yang berusaha
sambil berdakwah di kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606.
Tetapi nampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad
kemudian…”
Bila ditinjau dari laporan Arnold tersebut, maka berarti masuknya Islam
ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke XVII, atau dua abad lebih awal
dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah
Manokwari pada tahun 1855, yaitu ketika dua orang missionaris Jerman
bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi
pelopor kegiatan missionaris di sana.
Dalam buku “Nieuw Guinea” W.C. Klein menceritakan sebagai berikut : “de
Heer Pieterz maakte on 1664 eenwreks naar Onin. Indie raiswaren ook een
aantal mensen uitSoematera, Waarin de Heer Abdul Ghafur betrokken is”
(Tuan Pieterz pada tahun 1664 melakukan perjalanan ke Onin di mana ikut
serta beberapa orang dari Sumatera, termasuk Abdul Ghafur)
Bahkan bila ditelusuri dari catatan pewaris kesultanan Islam di kawasan
ini, dapat diketahui bahwa kedatangan Agama Islam sebenarnya lebih tua
lagi.
Di pusat kota Distrik Kokas, terdapat mesjid peninggalan sejarah
penyebaran agama Islam di Papua Barat. Mesjid Tua Patumburak dibangun
pada tahun 1870 oleh seorang imam bernama Abuhari Kilian.
Mesjid Tua Patimburak, Distrik Kokas, Fakfak. Pusat penyebaran agama Islam di Papua Barat.
Mesjid ini mempunyai desain yang unik. Bangunannya merupakan perpaduan
mesjid dan gereja. Demikian juga dengan pilar pilarnya.Mesjid ini sampai
sekarang masih menjadi pusat penyebaran agama Islam di Papua Barat.
Penyebaran agama Islam di Papua tak lepas dari kekuasaan Kesultanan
Tidore. Menurut penuturan masyarakat Kokas, Agama Islam mulai masuk ke
Papua Barat pada Abad XV. Sultan Ciliaci adalah sultan Tidore pertama
yang mengenalkan agama Islam kepada masyarakat Kokas.
Pada masa Perang Pasifik (1941-1945), Distrik Kokas juga menjadi saksi
pertempuaran perang tersebut. Tentara Jepang membangun basis pertahanan
militer berupa gua. Terletak di pinggir pantai, gua ini menghadap ke
laut. Memasuki gua tersebut, terdapat sebuah kerukan sepanjang 138
meter. Diperkirakan, dahulu tempat ini tempat menyimpan logistik untuk
keperluan perang.
Setelah melakukan pendataan di tempat tempat tersebut, Tim Ekspedisi
Garis Depan Nusantara kembali ke dermaga Kokas. Pukul 13.00 WIT, Kapal
Layar Motor Cinta Laut mulai berlayar menuju Sorong, Papua Barat. Jarak
dari Distrik Kokas ke Sorong sekitar 124 Mil laut dan akan ditempuh
selama 24 jam pelayaran.
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat
Kepulauan Raja Ampat merupakan kepulauan yang berada di barat pulau
Papua di provinsi Papua Barat merupakan terdapat salah satu kerajaan
Islam, tepatnya di bagian kepala burung Papua. Kepulauan ini merupakan
tujuan penyelam-penyelam yang tertarik akan keindahan pemandangan bawah
lautnya
Kabupaten Raja Ampat memiliki populasi muslim sebanyak lima puluh
persen, selebihnya pemeluk agama lain. Angka itu, jauh menurun dari
tahun-tahun sebelumnya. Padahal daerah ini dulunya adalah wilayah yang
memiliki penduduk mayoritas muslim, sebab statusnya sebagai salah satu
peninggalan kerajaan Islam Tidore.
“Mulai mengalami penyusutan sejak dilakukan pemekaran kabupaten.
Sehingga banyak warga lain masuk ke Raja Ampat ini, yang kemudian
menambah populasi agama lain di sana,” jelas pria tambun yang juga
Kepala Dinas Keuangan Kabupaten Raja Ampat ini.
Lebih jauh dijelaskan Labagu, meskipun keadaannya seperti itu, kehidupan
beragama di Raja Ampat sangatlah kondusif. Agama bagi masyarakat Raja
Ampat, tidak akan memisahkan rasa kekeluargaan di antara mereka.
“Jadi di sana biasa ada dibilang agama keluarga. Dalam satu keluarga ada
berbagai macam agama, tapi tetap sangat menjaga kekerabatan. Kristen,
misalnya, itu mereka punya piring sendiri. Untuk yang muslim, mereka
juga sudah sedia,” tukas Labagu.
Kabupaten Fakfak, Papua Barat
Kabupaten Fakfak sendiri yang memiliki luas wilayah 38.474 km2 dan
berpenduduk sebanyak 50.584 jiwa (tahun 2000), justru sangat kental
dengan Islam.
M. Syahban Garamatan, keturunan Raja Patipi, salah satu anak keturunan
kerajaan yang pertama kali memeluk Islam di kabupaten itu mengatakan,
kedatangan Islam di Fakfak sangat lama.
Banyak fakta yang bisa dijadikan saksi. Diantaranya adalah bukti otentik
berupa keberadaan beberapa mushaf al-Qur’an dan kitab-kitab tua. Saat
ini bukti otentik itu dijaga dengan baik oleh Ahmad Iba, salah satu
pewaris Raja Patipi.
Mushaf al-Quran yang konon dibawa oleh Syeikh Iskandarsyah dari Kerajaan
Samudera Pasai itu mendarat di daerah kekuasaan Kerajaan Mes, yang
berada di daerah Kokas, sekitar 50 km dari pusat Kabupaten Fakfak. Di
tempat ini ternyata sudah banyak penduduk yang masuk Islam. Bahkan dalam
kerajaan itu pun terdapat masjid.
Selain mushaf al-Quran dan beberapa kitab-kitab tua, di kabupaten itu
juga berdiri pusat ibadah umat Islam. Di Kampung Pattimburak, sekitar 10
km sebelum Kokas, berdiri sebuah masjid tua dengan arsitektur Portugis.
Masjid Pattimburak, demikian kaum Muslim menyebut, diperkirakan
dibangun sekitar tahun 1870 M. Namun sebagian masyarakat ada yang
meyakini, masjid beratap dua tingkat berukuran sekitar 5 x 8 m persegi
dan menyerupai bangunan gereja itu dibangun cukup lama. Ini saksi
kehadiran agama Islam di kabupaten itu.
Kapal Dakwah Papua Gegerkan Aktivis Gereja
Gegernya aktifis gereja di Papua terkait keberadaan kapal dakwah itu,
bermula dari berita yang disampaikan sekelompok orang Budha di Jakarta.
Kabar itu kemudian tersebar di kalangan aktivis gereja, tepatnya di
Jayapura. Kedatangan kapal dakwah dari Jakarta tersebut sontak membuat
geger aktivis gereja. Mereka berkumpul dan menggelar rapat dengan sesama
aktivis gereja, bahkan sempat minta klarifikasi dengan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) setempat perihal kapal dakwah Al Fatih Kaaffah Nusantara
(AFKN), sebuah lembaga sosial-dakwah yang dipimpin oleh putra daerah
Papua asal Fakfak, Ustadz Muhammad Zaaf Fadzlan Rabbani Al Garamatan
atau yang lebih dikenal dengan Ustadz Fadzlan.
Perlu diketahui, beberapa waktu lalu (18/7), Badan Wakaf Al Qur’an (BWA)
baru saja melakukan serah terima kapal dakwah kepada AFKN di Putri
Duyung, Ancol, Jakarta . Hadir dalam acara tersebut, antara lain: Ustadz
Harry Moekti, Opick, Dr Bambang Sardjono dari Departemen Kesehatan, Dr
Kholiqurrahman Raus DAP (Ketua Dewan Pembina AFKN), Djuwono Banukisworo
(Senior Vice President BNI Syariah), Ustadz Ihsan Salam (Direktur BWA).
Kapal Dakwah yang dinamakan AFKN Khilafah I itu berasal dari donatur
umat Islam. Uang yang terkumpul tersebut dikoordinir oleh BWA melalui
kegiatan penggalanan dana yang diberi tajuk “Papua Muslim Care” di Balai
Kartini, Jakarta (9/1). Dana yang terkumpul pada malam itu, cukup
fantastis, yakni, mencapai Rp 2 Milyar. Selain kapal dakwah, BWA juga
mengajak para donator untuk berkomitmen dalam program wakaf khusus,
dalam pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di
pedalaman Papua, rencananya akan ditempatkan di Kaimana. Ini merupakan
program jangka panjang untuk Muslim Papua.
Kapal laut dakwah untuk Muslim Papua itu sendiri dibeli seharga Rp 600
juta. Kapal yang memiliki panjang 13,5 m dan lebar 3,3 meter ini mampu
menampung 20 penumpang dan beban seberat 10 ton, juga dilengkapi standar
keselamatan seperti rakit penyelamat, ringboy, karet pelampung serta
alat komunikasi. Mengingat, perairan di Papua sangat luas, maka masalah
transportasi menjadi sangat penting sebagai sarana dakwah..
Jika sebelumnya, AFKN harus menyewa kapal dengan biaya yang sangat
mahal, belum lagi bahan bakarnya. Per liter bisa dikenakan Rp 23 ribu.
“Terkadang, kita harus berhari-hari mengarungi laut dengan perahu. Jika
menyewa boat, biaya pun habis untuk bahan bakar. Padahal, amanah berupa
sedekah dari umat Islam dari berbagai daerah di Indonesia melalui AFKN
harus disampaikan untuk Muslim Papua yang ada di pedalaman,” tutur
Ustadz Fadzlan.
Selain berdakwah, AFKN sering membantu saudara-saudara muslim untuk
memasarkan hasil karya tangan ataupun pertanian mereka. Sering kali,
karena kesulitan alat transportasi, yang dibawa pun tidak banyak. Nah,
dengan kapal dakwah, hasil panen atau kerajinan yang dihasilkan
masyarakat Papua pedalaman bisa dipasarkan dalam jumlah yang banyak.
“Dalam waktu dekat ini, program kapal dakwah akan bersilaturahim dengan
saudara-saudara Muslim Papua di seluruh wilayah dan desa-desa Islam,
yang belum terjamah. Kehadiran kapal dakwah ini bisa membantu umat
Muslim di wilayah pedalaman untuk memasarkan hasil pertaniannya.
Diharapkan perekonomian umat Muslim di Papua bisa meningkat,” ujar
Fadzlan.
Provokasi Gereja
Sejak kedatangan Kapal Dakwah AFKN tersebut, pihak gereja mulai
memprovokasi dengan menyebarkan surat edaran kepada masyarakat dan
sesama aktivis gereja di Papua, seputar ketakutan-ketakutan mereka.
Disinyalir, mereka yang memprovokasi adalah sekelompok orang Ambon
Kristen. “Saya sendiri belum melihat surat edaran. Sekarang disimpan
mufti di Irian. Yang jelas, surat edaran itu disebarkan ke gereja dan
masyarakat. Saya juga belum konfirmasi teman-teman AFKN di Jayapura
tentang langkah aktivis gereja selanjutnya,” kata Fadzlan.
Ketua MUI Jayapura yang didatangi aktivis gereja itu, mengontak Ustadz
Fadzlan untuk minta klarifikasi. Ustadz Fadzlan pun menanggapinya
dengan enteng. “Itu opini sesat yang sengaja dibuat pihak gereja. Gereja
memang selalu memprovokasi ketika AFKN melakukan sesuatu. Mereka selalu
sinis bila melihat dakwah AFKN atau lembaga-lembaga lain. Sinisnya
adalah mereka kerap membangun opini-opini keliru. Apapun yang terjadi,
AFKN tetap berdakwah. Kami tidak ada urusan dengan mereka. Dakwah harus
dilanjutkan,” jelas Fadzlan.
Tatkala AFKN membawa 55 ribu Al Qur’an dari Pelabuhan Tanjung Priok ke
Papua, gereja geger. Padahal Al Qur’an itu adalah bantuan dari umat
Islam yang dikoordinir oleh BWA. Isu lain yang disebarkan pihak gereja
adalah kapal dakwah ini memuat 1.500 orang untuk mengislamkan orang
Irian. Gereja kembali geger ketika AFKN mengirim 35 mahasiswa, anak
binaannya untuk melakukan program Kafilah Da’i yang ditempatkan di Teluk
Bintuni dan Kabupaten Raja Ampat. Para mahasiswa itu berdakwah di
kampung mereka.
Ditambah lagi, AFKN memiliki program beasiswa bagi generasi Muslim Papua
untuk disekolahkan di luar Papua, dari tingkat SD hingga Perguruan
Tinggi. Belum lama ini, misalnya, AFKN bekerjama dengan Departemen
Kesehatan baru saja melepas 50 calon mahasiswa untuk belajar ilmu
kebidanan dan keperawatan di Medan . Pemberian beasiswa ini bukan kali
pertama, yang jelas sudah beberapa angkatan. Mereka ditempatkan di
sejumlah pesantren dan perguruan tinggi beberapa kota di Indonesia .
Bagi Ustadz Fadzlan, pendidikan adalah investasi untuk mencerdaskan
generasi Muslim Papua. Sepuluh atau dua puluh tahun ke depan, merekalah
yang akan membangun Irian menjadi lebih baik dan bertauhid. Untuk
mendapakan beasiswa, AFKN memberi persyaratan, misalnya, mereka harus
lahir di Papua dan bisa mengaji. Bagi yang ahwat harus mengenakan
jilbab.
AFKN pun kerap mendapat bantuan dari umat Islam, apa yang dibutuhkan
Muslim Papua. Bantuan tersebut juga bukan yang pertama. Terakhir (9/6),
AFKN menerima bantuan dari umat Islam di Jakarta dan sekitarnya berupa
20 karung pakaian layak pakai, 500 kardus berisi Al Quran, iqro,
buku-buku, dan majalah, 150 kardus perlengkapan mandi, obat-obatan, 15
mesin jahit, 2 buah genset, 3 buah water torn, 25 gulung karpet masjid,
serta 15 buah kuba masjid. Bantuan yang diangkut hingga delapan truk ini
dibawa dari gudang AFKN di Bekasi menuju pelabuhan Tanjung Priok,
Jakarta Utara untuk selanjutnya diangkut KM Ciremai menuju Pelabuhan
Fakfak, Papua.
“Bantuan itu dalam rangka Safari Bhakti Dakwah dan Silaturahim ke-17
desa di pedalaman Papua. Sabun mandi saja jumlahnya sangat banyak,
sampai dua truk. Begitu juga dengan kubah masjid. Semua bantuan akan
kami salurkan ke masyarakat di kampung-kampung dhuafa dan muallaf di
Papua,” jelas Fadzlan.
Melihat geliat dakwah yang dilakukan AFKN saat ini, boleh jadi membuat
gereja iri dan cemburu, seraya membangun opini sesat. Sampai-sampai
mereka meminta AFKN menyampaikan visi misi melalui surat pernyataan
untuk mereka. Tetapi AFKN tidak memenuhi permintaan mereka.
“Semestinya mereka tidak boleh cemburu. Yang seharusnya cemburu adalah
umat Islam, karena selama ini umat Islam di Irian kurang sekali mendapat
fasilitas. Justru yang sering mendapat fasilitas adalah mereka
(Kristen), baik dari negara maupun hasil kekayaan alam negeri yang
mereka ambil. Otsus itu mereka yang makan semua, sementara umat Islam
tidak ada. Bukankah selama ini seluruh orang Kristen, misionaris dan
gereja, menggunakan pesawat modern, tapi umat Islam tidak ganggu. Kok
dengan kapal kecil gini aja mereka cemburu,” tukas Fadzlan.
Melihat kesenjangan ini, AFKN ingin membangun keadilan dengan cara
mendatangi semua lembaga Islam, majelis taklim dan semua umat Islam, dan
menyerukan umat Islam agar menyelamatkan Muslim Irian. Karena umat
Islam Irian adalah bagian dari NKRI. Apa yang dilakukan AFKN adalah
upaya untuk mendukung program pemerintah. Ketika Umat Islam kurang
mendapat perhatian dan fasilitas, maka AFKN ingin terlibat untuk
membantu umat, khususnya Muslim Papua.
Ketika ditanya, perlukah AFKN melakukan pertemuan dengan aktivis gereja?
“Kalau mereka mau, saya akan temui. Tapi harus ada beberapa
persyaratan. Pertemuan tidak boleh dilakukan di Irian, harus di
tengah-tengah umat Islam.”
Bantu Program Pemerintah
Seperti diketahui, pemerintah daerah Kabupaten Fakfak sedang menjalankan
program buta aksara kitab suci (Al Qur’an dan Injil). Untuk mewujudkan
program pemerintah tersebut, AFKN membantu dalam memberantas buta aksara
kitab suci, dalam hal ini Al Qur’an bagi umat Islam. “Buta Aksara Kitab
Suci adalah program pemerintah, tapi AFKN yang melaksanakan. Masyarakat
bersama pemerintah silahkan membangun negeri ini, tapi bangun dengan
cara yang ahsan, bukan dengan egoistic dan hawa nafsu serta kebodohan,”
kata Fadzlan.
Ketika AFKN membawa Al Qur’an atas bantuan umat Islam di Jakarta ,
mereka menuduh pemerintah, seakan-akan pemerintah yang membiayai itu
semua. Padahal AFKN tidak ada hubungannya dengan pemerintah. Kalau
hubungan sebagai anak bangsa ya. Tapi kalau secara finansial, pemerintah
tidak ada kaitannya sama sekali.
Pola dakwah AFKN sendiri, dikatakan Fadzlan, selalu melakukannya dengan
cara damai, tidak ada unsur kekerasan. Mereka terlalu berlebihan dalam
menilai AFKN. Padahal AFKN selalu santai, dan berdakwah dengan
kecerdasan. Kalau ada yang masuk Islam, AFKN tidak pernah memaksa
orang-orang tertentu.
Terhadap reaksi aktivis gereja terkait kapal dakwah, tidak membuat AFKN
terpancing dengan provokasi kelompok Nasrani. “Kita ingin hidup dengan
kecerdasan bersama orang lain, sekalipun kita difitnah, diancam,
dipenjara, bahkan dibunuh sekalipun. Kita tidak ingin merusak dan
mengotori negeri yang kita cintai ini. Kita ingin negeri ini aman,
damai, dan makmur. AFKN ingin membangun masyarakat Irian dengan ilmu dan
kecerdasan.”
Ketika ditanya, kenapa baru kali ini mereka gerah dengan dakwah AFKN,
bukan kah AFKN sudah lama berdakwah? “Itulah ketakutan mereka. Intinya,
mereka tidak suka dengan dakwah Islam, dan mereka ingin melarang. Yang
jelas, saat ini belum ada gangguan terhadap dakwah AFKN. Irian itu
negeri Muslim kok,” tandas Fadzlan.
Yang membuat aktivis gereja geger adalah perihal isu yang beredar, bahwa
Qur’an sebanyak 55 ribu itu akan dibagi-bagikan kepada kaum Nasrani.
“Kalau ada orang Kristen yang meminta Al Qur’an untuk dipelajari, ya
kami kasih, karena mereka ingin baca. Siapa tahu kehidupan mereka jauh
lebih baik. Tapi kalau AFKN membagi Al Qur’an pada gereja atau aktivis
gereja, jelas tidak mungkin. Kita hanya melayani orang yang mau membaca
Al Qur’an, dalam hal ini umat Islam. Dulu kami hanya membagikan satu
mushaf Alquran ke tiap masjid. Sekarang, satu keluarga satu Alquran.
Kadang mereka berkelahi karena berebutan Alquran, seperti orang
berebutan sembako.”
Tidak ada kekhawatiran sedikit pun pada aktivis dakwah AFKN soal
kemungkinan terjadinya pemboikotan terhadap kapal dakwah. Ustadz Fadzlan
yakin, kebenaran itu datang dari Allah Swt, maka jangan kamu ragu.
Untuk apa takut. Kita hanya takut pada Allah Swt saja. “Belum lama, saya
mendapat SMS dari seorang romo yang menyampaikan pesan bunda Maria.
Tapi saya tidak membalas SMS-nya. Karena saya anggap itu, adalah
orang-orang yang ingin berspekulasi.”
Menurut rencana, Insya Allah kapal dakwah ini akan diwakafkan sebanyak
tiga kapal. Termasuk pengadaan, ambulance dan helicopter. Bahkan AFKN
akan membeli pulau khusus untuk kegiatan dakwah. AFKN sudah
mempersiapkan tanah seluas 150 hektar di Fakfak-Papua. Nantinya akan
mempersiapkan generasi Irian secara khusus agar mereka menyiapkan
dirinya dengan SDM yang baik dan membangun tauhid.
Jika sebelumnya AFKN berdakwah dengan jalan kaki, perahu kayu, kini
dengan kapal dakwah. “Dengan satu kapal saja, tentu tidak cukup. Perlu
banyak kapal untuk dakwah secara merata hingga ke pelosok desa-desa
Papua. Tapi kenapa aktivis gereja gerah?” tukas Fadzlan heran.
Sumber